Semarang, 19 Pebruari 2020. Pagi ini cuaca di kotaku mendung. Semalam ada setengah jam di guyur hujan. Ya, Allah semoga hujan-Mu menjadi berkah bagi kota kami. Kalau melihat jam dinding, maka sudah siang. Menengok suasana di luar rumah, masih pagi. Sejuk segar udaranya. Matahari masih berlindung dibalik kelambunya.

“Kak, sarapan dulu. Sarapan itu penting, buat kasih energy tubuh kita untuk beraktifitas.” “Ya, tapi adik sudah minum susu. Ntar sarapannya di sekolah saja, Bu. Saat istirahat,” sahut Adik sambil mengikat tali sepatunya. Hari ini dia piket kelas. Makanya hanya sempat sarapan instan. Sesaat kemudian Adik sudah berpamitan, berangkat ke sekolah. Ia cium tangan Ibu. “Assalamu’alaikum,” Adik berangkat bersama teman sekolahnya. Jalan kaki. Bahagia.

Ngomong-omong tentang sarapan. Penting! Sarapan itu penting dan wajib dibiasakan untuk anak-anak yang masih sekolah. Sebagai orang tua sempatkan mereka sarapan bersama Ayah dan Ibunya. Namun, karena tuntutan zaman (?), padatnya traffic lalu lintas, bangun kesiangan, tidak siapnya menu sarapan menjadikan sarapan sebagai sesuai yang tidak harus. Apalagi sejalan dengan gencarnya iklan sarapan instan dengan sereal dan susu. Boleh-boleh saja.

Sebenarnya sarapan tak sebatas menyiapkan energy fisik untuk tubuh agar memiliki kecukupan gizi dan energy untuk aktifitas harian. Tak hanya itu. Dengan sarapan bersama, minimal kita telah membangun kekuatan jiwa. Berdoa bersama sebelum sarapan. Bagi Ibu menjadikan hal yang membahagiakan, karena bisa mengawali bekal spiritual terbaik. Sarapan bersama keluarga juga memberikan ungkapan rasa syukur atas nikmat Allah ta’ala yang diberikan pagi ini.

Selamat sarapan. Bersyukurlah selalu dan jangan lupa bahagia. Barokallahulana wa iyyakum.