SUPRIYADI, Drs, S. E, M. Pd

Lahir di Surabaya 24 Nopember 1966, nama pena Supriyadi Bro. Bertempat tinggal di Desa Brangkal, Kec. Sooko, Kab. Mojokerto. Membaca dan menulis adalah kes...

Selengkapnya
Navigasi Web
Kursi Goyang Eyang Sumo

Kursi Goyang Eyang Sumo

#TagurMenulisHariKe202

#Cerpen

#SupriyadiBro

Kursi Goyang Eyang Sumo

Terasa berbeda ketika kaki menjamah lantai ruang sisi sudut Barat bangunan tua itu. Meski tampak bersih dan terawat, tetap ada aura senyap dan cenderung gelap. Beberapa kursi tertata rapi di ruang tamu. Beberapa kali terdengar dentang jam ukuran almari satu pintu di seberang sudut dengan kursi goyang tua di ruang keluarga. Berjajar foto keluarga menghias dinding, diterangi lampu gantung kristal kuno di ruang makan. Tiba-tiba terasa bergidik bulu roma saat memandang kursi goyang tua yang diam membisu.

Rumah itu dulu sangat ramai dihuni 10 orang keluarga Eyang Sumo. Satu persatu meninggalkan rumah itu seiring putaran waktu. Bagas anak pertama merantau ke manca negara. Anak ke dua, ketiga dan ke lima tinggal di Bali. Anak keempat, enam dan tujuh meninggal kecelakaan bersama sang ibu. Eyang Sumo tak lama waktu meninggal setelah sang istri meninggalkannya. Kini tinggal sang pembantu setia yang menempati rumah itu. Pak Darmin sudah mengabdi puluhan tahun pada Eyang Sumo. Anak-anak Eyang Sumo kadang kala hadir bersama di rumah itu saat hari raya Idul Fitri. Rumah akan kembali sepi ketika anggota keluarga itu kembali ke tempat tinggal masing-masing. Kursi goyang tua itu kembali diam beku dalam kesendiriannya.

Pak Darmin yang kini rambutnya telah memutih dan berkulit keriput itu banyak menyimpan cerita akan keberadaan kursi goyang tua di sudut ruang keluarga tersebut. "Benar mas, setiap hari malam Jumat Manis selalu bergoyang sendiri kursi tersebut", sambil matanya melirik tanpa berani menatap ke arah kursi yang dianggapnya penuh misteri. Sesekali menggelengkan kepala dan mengurut tengkuk, mungkin terasa bergidik dirasakannya.

Kursi Goyang itu tempat idola bagi Eyang Sumo. Sambil menikmati cerutu, duduk sambil menggoyang kan kursi di masa kejayaannya. Sebagai petani tembakau, hidupnya Bergelimang harta. Kursi itu dipesan di pengrajin kayu jati di Jepara, harganya cukup mahal senilai satu mobil mewah. Entah apa keistimewaan dari kursi goyang tersebut, sampai mahal harganya. Kalau keluarga kumpul, semua tampak sangat hormat pada Eyang Sumo. Kharismanya luar biasa, baik bagi pegawai maupun keluarganya.

Dengan ekspresi wajah ketakutan sampai tampak buliran keringat di kening pak Darmin, ketika diminta menceritakan kematian Eyang Sumo. Sesekali diusapnya wajah dan tampak kecemasan serta ketakutan di wajah pak Darmin. Mata pak Darmin seakan tidak bisa lepas dengan pandangan melirik ke kursi goyang, seakan ada yang ditakutinya. "Sudahlah, Den. Jangan tanyakan hal itu. Tanya yang lain aja ya?", kecemasan dan rasa takut di wajahya kian tergambar jelas.

Bagaimana kelanjutan ceritanya..????

Nantikan dengan sabar dan jangan sampai terlewat!!!!!

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap ceritanya Bapak smg sehat selalu

05 Nov
Balas

super keren.Salam sukses

04 Nov
Balas

TERIMAKASIH FOLLOWNYA PAK.SAYA JUGA SUDAH FOLLOW BAPAK

05 Nov

Luar biasa. Salam sukses dan salam Literasi

04 Nov
Balas

Keren pak. Krisan sedikit pak, kategorinya diralat pak, bukan puisi tapi cerpen seperti tulisan diatasnya.

05 Nov
Balas



search

New Post