Supriyanto,M.Pd

Kasihilah penduduk bumi, niscaya penduduk langit mengasihimu...

Selengkapnya
Navigasi Web
DILEMA SEKOLAH ZERO WASTE
Sumber: tunashijau.id

DILEMA SEKOLAH ZERO WASTE

DILEMA SEKOLAH ZERO WASTE

Oleh: Ayah Aisyah

“Sekolah zero waste yang dimaksud adalah dari variabel kantin sekolah yang tidak lagi menyediakan makanan dan minuman dengan menggunakan wadah sekali pakai. Tidak pula dengan menggunakan potongan kertas minyak untuk tempat kue atau gorengan. Jadi hanya sampah organik yang dihasilkan dari kantin sekolah. Sampai dengan akhir semester lalu, tahun ajaran 2017-2018, sekolah Surabaya yang telah merealisasikan zero waste adalah SDN Kaliasin I, SDN Bubutan IV, SDN Dukuh Menanggal I, SDK Santa Maria, SMPN 1, SMPN 11, SMPN 15, SMPN 40, SMPN 23, SMPN 24, SMPN 25, SMPN 26 dan SMPN 28.” (Mochamad Zamroni, Presiden Tunas Hijau https://tunashijau.id/2018/09/dicari-sekolah-zero-waste-surabaya-eco-school-2018/ )

Mengingat sekolah kami, SMP Negeri 40 Surabaya termasuk sekolah yang mendapat juara dan predikat sebagai sekolah Zero Waste, maka sudah sepatutnya kami semua sebagai warga sekolah harus mendukung dan terus mempertahankan predikat tersebut dengan terus merealisasikan program zero waste tersebut.

Konsekuensinya adalah sekolah kami tidak diperkenankan memproduksi sampah, terutama sampah plastik di sekolah. Baik kantin sekolah maupun koperasi tidak boleh menjual makanan atau minuman yang berpotensi menghasilkan sampah. Padahal ada potensi keuntungan finansial yang tidak sedikit dengan menjual produk tersebut. Terutama sekali produk minuman dalam kemasan. Baik produk susu kotak, the kotak, maupun produk air mineral.

Hal ini terbukti di beberapa sekolah tetangga yang berhasil menjual produk minuman dalam kemasan tersebut telah meraih keuntungan yang luar biasa besar dan juga mendapatkan bonus hadiah mobil yang bisa digunakan untuk kendaraan operasional sekolah.Tentu saja kondisi tersebut mempengaruhi pola pikir warga sekolah. Beberapa guru dan karyawan mengungkapkan aspirasinya agar sekolah tetap menjual produk minuman dalam kemasan demi meraih keuntungan-keuntungan tersebut.

Beberapa guru melihat bahwa dengan diterapkannya kebijakan zero waste tersebut membawa beberapa dampak negatif bagi sekolah dan juga bagi siswa. Beberapa masalah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Hilangnya potensi keuntungan finansial dari koperasi maupun kantin sekolah karena tidak bisa menjual minuman dalam kemasan plastik dan kertas sementara produk minuman dalam kemasan botol kaca yang tetap boleh dijual di kantin maupun koperasi tidak bisa menghasilkan keuntungan yang terlalu besar.

2. Produk minuman dalam kemasan botol kaca tersebut juga disinyalir masih mengandung 4P (Pemanis buatan, Penyedap rasa, Pengawet, Pewarna Sintetis) yang berbahaya bagi kesehatan.

3. Penjualan air minum dalam galon di Koperasi sekolah tidak berjalan dengan efektif karena siswa banyak yang tidak membawa botol sendiri dari rumah.

Melihat permasalahan di atas, kami mengusulkan dilaksanakannya program galonisasi di semua kelas. Sekolah melalui koperasi menyediakan minuman berupa air mineral dalam galon-galon di semua kelas.Tentu saja tidak hanya galon berisi air minum yang harus disediakan oleh sekolah. Sekolah juga harus menyediakan guci keramik dan raknya. Selain itu sekolah juga harus menyediakan sekitar 5 gelas plastik dan baki utnuk menaruh gelas disetiap kelas.

Semua perlengkapan tersebut merupakan aset yang bisa dibebankan kepada koperasi ataupun dibebankan kepada kelas. Sedangkan air minumnya sudah pasti harus dibebankan kepada kelas untuk membelinya di koperasi sekolah.

Dengan asumsi semua perlengkapan tersebut dibebankan kepada kelas untuk pembiayaannya, maka paling tidak masing-masing kelas harus menyiapkan dana sebesar Rp 300.000,00 sebagai modal tetap dengan rincian sebagai berikut:

1. Galon 1 unit Rp 50.000,00

2. Guci keramik 1 unit Rp 120.000,00

3. Rak Guci keramik 1 unit Rp 100.000,00

4. Gelas plastic 5 unit @Rp 4.000,00 = Rp 20.000,00

5. Baki plastik 1 unit Rp 10.000,00

----------------------------- +

Rp 300.000,00

Selain modal tetap tersebut, tentunya setiap kelas harus mengeluarkan biaya pembelian air minumnya setiap kali habis pakai dengan kisaran harga pergalonnya Rp 15.000,00. Jika diasumsikan setiap pekan membutuhkan 3 galon air perkelas, maka biaya air minum yang dikeluarkan setiap kelas perminggu sebesar Rp 45.000,00 atau Rp180.000,00 perbulan.

Tentunya jika semua biaya itu ditanggung oleh semua siswa di kelas masing-masing, maka biaya sebesar itu akan terasa lebih ringan. Jika rata-rata perkelas ada 37 siswa, maka modal tetap bisa ditanggung persiswa sebesar Rp 8.108,00 yang dibayar sekali saja dan biaya air minum perbulan persiswa sebesar Rp 4.865,00 / bulan per siswa.

Peran serta dan kerjasama dari para wali kelas dengan siswa dan koperasi sekolah tentu sangat besar pengaruhnya bagi keberhasilan program ini. Semoga dengan dilaksanakannya program ini, maka akan menghasilkan keuntungan yang lumayan bagi koperasi sekolah dan membuat siswa menjadi lebih sehat karena banyak minum air putih tanpa terpapar zat-zat 4P yang membahayakan kesehatan tubuh mereka.

Surabaya, 31 Januari 2019

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Wah, sip. Bisa diadopsi nih. Tq Om Ryan

04 Feb
Balas

Ho oh Tante Elfi... monggo

04 Feb

Informatif pak. Semoga lain bisa menerapkan hal yg sama. Salam kenal dan salam literasi

04 Feb
Balas

Terima kasih, Ibu Fera Susanti Anmartias. Salam kenal juga.

04 Feb



search

New Post