Kasih sayang tulus akan terus membekas di hati
Kisah ku dimulai ketika melahirkan anak ke empat kami. Dokter spesialis kandungan yang memeriksa kandungan ku mengharuskan melalui persalinan operasi di rumah sakit. Persalinan operasi ini adalah yang ketiga kalinya harus ku jalani karena dari riwayat kehamilan anak pertama normal vakum dan anak kedua kami yang letaknya tidak normal di dalam kandungan disebabkan kepala bayi tidak berada di jalan lahir waktu usia kandungan sudah memasuki sembilan bulan maka harus melalui persalinan operasi. Menurut Dokter kandungan catatan persalinan ini yang mengharuskan aku untuk menjalani persalinan operasi jika hamil. Jadilah di kehamilan satu, dua dan tiga aku menjalankan persalinan operasi.
Alhamdulillah, persalinan yang ketiga untuk anak keempat kami berjalan dengan baik. Kuingat aku diliputi rasa takut untuk menghadapi persalinan ketiga itu karena mengingat usia ku sudah 34 tahun saat itu dan harus melalui pesalinan operasi. Walau bagaimanapun seorang ibu adalah sosok yang kuat baik lahir batin tidak punya pilihan lain selain harus ikhlas dan tawakal mempertaruhkan nyawa untuk bisa melahirkan bayinya dengan operasi sekalipun.
Pasca operasi aku mengetahui pasti kalau anakku laki-laki. Alhamdulillah tak henti-henti nya batinku diliputi rasa syukur ke Rabb Yang Maha Pengasih dan Penyayang, anakku lahir sehat dan selamat tanpa kurang satu apapun. Berikutnya adalah perjuanganku melawan rasa sakit di perut dan harus kembali punya tekad kuat untuk bisa cepat pulih. Menurut orang-orang disekitarku, aku tidak kuat menahan sakit dan punya fisik yang lemah. Padahal menurutku, diri ini adalah pejuang tangguh yang gak pernah mengenal kata menyerah dan takut, eehhhemmm fikirku saat itu. Aku harus dengan sangat hati-hati untuk bisa menggerakkan badan miring ke kiri. Masyaallah hal yang mudah ku lakukan ketika sehat tapi untuk gerakan miring ke kiri ini saat itu harus benar-benar berjuang dengan hati-hati karena takut jahitan operasi di perut lepas fikirku. Apalagi kalau tiba-tiba terbatuk, ini hal menyakitkan bagiku saat itu karena batuk menyebabkan seperti ada benda yang menekan dari dalam perut keluar. Satu lagi tertawa juga merupakan kegiatan yang harus di hindari saat itu, padahal tertawa adalah hal yang paling menyenangkan biasanya. Mulai lah aku berfikir oh,,alangkah nikmatnya kesehatan itu. Sehingga terbersit rasa inginku untuk menghabiskan waktu sehat untuk beribadah karena nikmatnya dapat ku rasakan bisa ruku dan sujud ketika sholat lima waktu.
Aku lewati hari pertama, kedua dan ketiga, akhirnya sudah di bolehkan pulang karena kesehatanku perlahan-lahan mulai pulih kembali. Aku sudah bisa berdiri tegak dan melangkahkan kaki juga duduk. Mulailah berkemas-kemas merapikan barang-barang yang ku gunakan selama di rawat inap di rumah sakit. Bayi mungil ku pun mulai dibolehkan untuk bersama ku, karena sebelumnya bayiku harus berada di ruang khusus bayi. Sekali waktu aja ketika pemberian ASI maka bayiku akan di antar perawat ke ruanganku. Hingga akhirnya pintu ruangan kamar dibuka muncullah raut muka yang sangat aku kenal yaitu suami diikuti mertua dan anak-anakku. Kembali hati ku senang hingga spontan berzikir memuji asma Allah Ajja Wajall, akibat kerinduan ku terhadap anak-anak terbayarkan sudah dengan bisa melihat dan mencium wajah-wajah mungil mereka yang sehat saat itu.
Dimas anak ku yang ketiga masih berumur tiga tahun saat itu terlihat sangat sayu dan terus berada di dekat ku selama diruangan rumah sakit tersebut. Tangan mungilnya terus memegangi tangan kiri ku dan menanyakan bekas jarum infus yang di tutup perban dengan suara cadelnya. Saya hanya tersenyum dan mama ku memperkenalkan adek barunya dengan mendekatkan wajah bayi mungilku ke dekat wajah Dimas. Dimas hanya memandangi adek nya dengan pandangan bola mata lekat mengamati.
Akhirnya suamiku berkata “yuk kita pulang” sambil memastikan semua peralatan dan perlengkapan saya tidak ada yang tertinggal. Saya mulai turun dari tempat tidur dengan perlahan dan anak saya Dimas menunggu saya disamping tempat tidur kemudian menggandeng tangan kiri saya dan berucap “Ayok Mak kita pulang”. Dan terus tangannya mengandeng tangan saya hingga tidak mau melepaskan sedikitpun di sepanjang jalan keluar dari rumah sakit dan terus mengulang-ulang kalimat “Ayok Mak kita pulang”. Subhanallah kasih sayang dan kerinduan anak ku yang ketiga Dimas jelas terlihat saat itu dan terus ku kenang hingga hari ini usianya sudah 13 tahun duduk dibangku SD kelas 6. Anak ku empat punya kepribaadian yang berbeda satu sama lain, tetapi tetap Dimas yang selalu memperhatikan ku hingga hari ini ku tulis cerita ini. Dimas selalu yang mau berbagi makanan di tangannya kepadaku “Mamak mau?” atau jika dia membawa makanan dari luar selalu mendekat ke saya dan menawarkan makanan yang di pegangnya ke saya “Mamak mau mak” sambil menyodorkan makanan tersebut dekat ke wajahku.
Hukumnya tidak layak bagiku untuk membeda bedakan kasih sayang ku kepada keempat anakku, aku harus bisa berlaku adil. Tapi tetap kasih sayang tulus akan membekas di ingatan dan terus di kenang sepanjang hayat.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar