Suriyadi Al-Difaqi

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

(Cerpen) Sajadah Usang Kakek

AlDifaqi- Pagi ini aku telat bangun. Biasanya aku bangun bersamaan Emak memasak nasi sebelum pergi salat subuh di mushola. Entah mengapa dari semalam aku susah untuk tidur. Bahkan untuk sekadar memejamkan mata. Padahal semalam turun hujan lebat. Bagi sebagian orang, hujan di malam hari karunia paling indah untuk bisa tidur dengan nyenyak.

Kepalaku terasa berat untuk diangkat dari bantal kusam peninggalan Bapak. Teriakan Emak untuk membangunkanku dari tidur terdengar amatlah nyaring. Mampu menembus dinding kayu yang ada pada rumahku.

"Bangun Adzka.... bantu Emak menimba air. Tumben sekali kau jam segini belum bangun....."

"Sebentar Mak....." ucapku lirih.

Aku yakin Emak tak mendengar. Mulutku seolah tertutup lakban hitam.

"Adzkaaa...... Adzkaaaaaa......."

Aku mencoba bangkit. Memaksakan mengangkat kepala yang seperti tertimbun batu besar. Tak sanggup. Aku seperti sedang menaiki komedi putar. Tubuhku roboh kembali ke atas dipan.

"Adzkaaaa ya Allah........." tiba-tiba Emak muncul di dalam kamar bertepatan kedua mataku tertutup rapat kembali hingga aku tak lagi mengingat apa yang telah terjadi.

##

Aku terbaring lemah di atas dipan. Ada segelas teh manis hangat yang baru saja Emak buatkan. Kedua mataku menyusuri seluruh isi ruangan kamar. Tak ada siapa-siapa. Emak pergi usai meletakkan ubi goreng di samping gelas teh hangat.

"Bangunlah nak... kau harus bangkit... bantu Emak di dapur," sayup terdengar suara di telinga kananku.

Kembali kususuri isi ruangan. Kosong.

"Buat apa kau hanya rebahan di atas? Berdirilah. Buang rasa malasmu!" Suara itu muncul.di telinga kiri semakin keras.

Aku mengacak rambut kepala yang tidak gatal. Suara-suara lain terdengar bersahutan satu sama lain. Semua berkeinginan aku bangun dari dipan. Sayangnya, jangankan untuk bangun, menggerakkan kedua kaki saja aku teramat kesulitan.

"Suara dari siapa ini?" Tanya hatiku

"Siapa mereka sebenarnya?"

"Mengapa mereka berteriak?"

Ku pejamkan kedua mata. Berharap akan muncul memori kejadian-kejadian sebelumnya. Kosong. Jari tanganku meremas kepala. Pusing.

Tiba-tiba muncul sesosok lelaki tua di hadapanku. Berpakaian lusuh. Di beberapa bagian malah ada yang berlubang. Ia mendekat. Semakin mendekat. Aku ingin teriak. Tak bisa. Mulut tertutup rapat.

Kupanjatkan bacaan dzikir dalam hati. Istigfar, tasbih, tahmid, tahlil dan semua bacaan yang aku bisa.

"Siapa lelaki tua ini?" ucapku dalam hati

Lelaki tua menggapai kepalaku. Beberapa kali mengusap-usap layaknya kasih sayang seorang ayah kepada anak. Hatiku masih melantunkan bacaan dzikir. Ketenangan itu yang kuharapkan.

"Nak, jangan lupa kerjakan salat yaa... Hanya 5 waktu. Syukur-syukur sih bisa diiringi salat sunah." Suara seraknya terdengar di telingaku

Aku ingin mengangguk. Sebagai tanda setuju atas ucapannya. Tidak bisa. Mulut masih kaku dan kelu.

"Hanya salat kelak yang bisa membawamu kepada kebahagiaan. Percayalah!"

Kuanggukan kepala. Masih belum bisa.

"Pakailah sajadah Kakek berwarna hijau yang ada di lemari. Jangan biarkan sajadah itu menjadi usang dan rusak karena tak pernah digunakan."

Kuanggukan kepala. Kali ini bisa. Anehnya, lelaki tua tersebut hilang entah kemana.

##

"Emak emang ini sajadah punya siapa?" tanyaku pada Emak usai mengambil sajadah berwana hijau dari lemari sebagaimana petunjuk seorang kakek.

"Laaaah... dapat dari mana kamu ini Adzka?"

Emak mengambil sajadah itu

"Emak ditanya malah nanya. Dapat dari lemari lah Mak....!"

"Ya Allah..... Hampir sepuluh tahun Emak nyariin tuh sajadah. Kenapa Emak ngga ngeliat yaa?"

"Emang ini sajadah siapa Mak? Kaya penting banget yaaa....?"

"Sangat penting. Sajadah ini adalah peninggalan Kakek buyutmu. Asal kau tahu Nak, ayahmu adalah generasi ke empat yang mewarisi sajadah tersebut."

"Masya Allah..."

"Sebenarnya, sebelum ayahmu meninggal, ia akan memberikan sajadah tersebut kepadamu. Sayang, hingga ayahmu meninggal, sajadah ini tak diketemukan."

"Subhaanallah....."

"Pakailah sajadah ini untuk salat yaa Nak, jangan biarkan sajadah itu menjadi usang dan rusak karena tak pernah digunakan." ucap Emak sambil meninggalkan kamar.

Sajadah itu pun terlepas dari tangan Adzka.

 

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post