suriyati

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Serakah Membawa Sengsara

Ringgo adalah seekor semut merah yang mempunyai perangai dan tabiat yang buruk. Dia selalu bersikap sombong dan angkuh kepada semua warga semut bahkan terkesan serakah. Dia tak sedikitpun mempunyai sifat semut yang saling bergotong royong, bahu membahu dan bersalaman kalau bertemu dengan temannya. Berbeda sekali sifatnya dengan si Binggo yang peramah, periang, dan selalu menolong teman yang membutuhkan bantuannya. Ringgo dan Binggo hidup bertetangga di sebuah lubang di pojok rumah Mbok Asih.

Ibarat kehidupan manusia, Ringgo dan keluarganya hidup berkecukupan tak kurang suatu apapun. Dia tipe pekerja keras yang menghalalkan segala cara, bahkan tak pernah mau berbagi kepada sesamanya. Sedangkan Binggo hidupnya sederhana, bahkan dimusim hujan, kadang tak punya makanan untuk disantap. Tetapi dia tak pernah mengeluh dan berharap bahwa semua reski sudah diatur sama yang Maha Pencipta.

Senja yang dingin karena baru saja hujan mengguyur bumi. Ringgo beranjak keluar dari sarang tempat tinggalnya dengan maksud ingin melihat suasana kampung yang sedang sepi dimusim hujan. Ringgo berjalan mengitari rumah Mbok Asih tapi tak menjumpai seekor semut pun yang berkeliaran. Ringgo berpikir mungkin karena becek dan disana sini air tergenang membuat bangsa semut enggan keluar dari sarangnya. Tiba – tiba Ringgo melihat seonggok roti yang baru saja dibuang Andi (anak Mbok Asih) di dekat pintu dapur. Hum… ini rejeki nomplok buatku, akan kuangkut ke sarangku sebagai bahan persediaan makanan di musim hujan yang tak tahu kapan akan berakhir, katanya sambil menghampiri roti tersebut. Belum sampai ditempat roti tersebut, tiba – tiba dari arah barat terdengar suara teriakan yang memanggil namanya.

“ Ringgo… mau ke mana dengan cuaca dingin seperti ini, ayo pulang, sebentar lagi hujan akan turun dan itu bahaya buat kita”, kata Binggo memperingatkan Ringgo.

Dasar Ringgo yang keras kepala dan serakah, tidak mau mengindahkan ajakan Binggo pulang dan menyahut dengan ketus, “Kamu pulang saja duluan, sebentar aku menyusul”. Ringgo tidak memberi tahu Binggo tentang roti yang dilihatnya karena dia mau menguasai roti tersebut dan tak ingin berbagi dengan temannya.

Binggo bergegas pulang ke sarangnya karena sebentar lagi hujan deras akan turun. Ringgo dengan susah payah menyeret roti tersebut akhirnya sampai juga disarangnya sebelum hujan turun.

Pagi cerah, dengan sinar mentari yang berkilau, mengintip malu – malu di balik dedaunan. Binggo berkunjung ke sarang Ringgo, bermaksud meminta makanan untuk anaknya yang lagi sakit dan sampai saat ini dia belum juga menemukan makanan yang bisa diberikan keanaknya.

“Tok… Tok… Tok… Ringgo, kamu ada di dalam ya? Tak ada jawaban. Binggo lalu mengulang mengetuk pintu, tetapi lama baru ada jawaban. Ringgo muncul seolah – olah dia baru bangun, padahal tadi di dalam dia berusaha menutupi makanannya dengan dedaunan supaya tak dilihat oleh Binggo.

“Huummm… ada apa Binggo”, maaf aku baru bangun katanya sambil berpura – pura menguap pertanda dia masih mengantuk.

“Ringgo maaf ya, aku mengganggumu karena tak tahu kamu masih tidur”, kata Binggo sambil mengutarakan maksud kedatangannya. Mendengar itu, Ringgo yang memang terkenal pelit pura – pura lemas dan mengelus perutnya untuk meyakinkan Binggo bahwa dia juga belum makan karena tak punya makanan persediaan. Kalau begitu aku pamit dulu ya, sekali lagi maaf telah mengganggu tidurmu, kata Binggo sambil berlalu dan bermaksud mencari makanan di tempat lain.

Ringgo menutup pintu dan kembali ke kamarnya melihat tumpukan roti yang kemarin diangkutnya. “Enak saja si Binggo, mau meminta makanan secara gratis, memangnya tidak capek mengangkut makanan”, katanya sambil mengomel.

Binggo yang tak tahu harus kemana lagi mencari makanan untuk anaknya, tiba – tiba melihat sepotong kue bolu kesukaan anaknya, tergeletak di depan rumah Mbok Asih. Dia lalu bergegas menuju kue bolu tersebut, tatapi langkahnya terhenti karena dari arah samping rumah si Bleki (ayam jago Lek Agus) berlari menghampiri kue bolu tersebut. Binggo bersembunyi dibalik dedaunan dan mengawasi Bleki yang makan kue bolu dengan lahapnya. Binggo berharap semoga Bleki menyisakan sedikit kue tersebut untuknya. Rupanya doa Binggo terkabul, Bleki meninggalkan kue bolunya dan berlari ke teras belakang karena melihat Mbok Asih sedang membersihkan beras. Terimakasih Bleki karena telah menyisakan kue itu untukku, katanya lalu bergegas mengambil kue sisa Bleki dan membawanya ke sarangnya.

Keesokan harinya hujan turun dengan derasnya. Binggo mengintip keluar sarangnya untuk memastikan kalau tidak akan terjadi banjir yang akan menghanyutkan sarangnya. Melihat hujan yang tak ada tanda – tanda untuk berhenti dan air sudah tergenang dimana – mana, Binggo berpikir untuk mengungsi. Dia teringat sebuah lubang dekat pondasi teras belakang. Dia lalu membopong anaknya yang masih sakit menuju lubang pengungsian. Setelah dirasa sudah aman, Binggo bermaksud beristrahat disamping anaknya, tiba – tiba dia teringat akan Ringgo disarangnya. Binggo khawatir terjadi apa terhadap Ringgo, dia pamit pada anaknya untuk melihat keadaan Ringgo disarannya. Begitu sampai di sarang Ringgo, alangkah terkejutnya melihat Ringgo yang berjuang melawan arus banjir yang menyeret sarangnya. “Ringgo… tangkap ini dan naiklah, supaya kamu bisa menyeberang sampai disini, di tempat yang lebih tinggi”, teriak Binggo mengulurkan sebatang lidi kepada Ringgo sebagai jembatan untuk menyeberang menyelamatkan diri.

“Tidak Binggo… aku disini saja menunggu sampai air surut, kasihan makananku ini yang dengan susah payah aku kumpulkan kalau akan terseret air banjir”, kata Ringgo tidak menghiraukan kecemasan Binggo. Dia hanya berpikir untuk menyelamatkan makanannya tanpa menghiarukan keselamatan dirinya.

“Ringgo… makanan bisa dicari kalau air sudah surut, yang penting kamu selamat dulu”, kata Binggo terlihat semakin cemas memperhatikan Ringgo yang akan hanyut terbawa arus air banjir.

Binggo bermaksud lari mencari pertolongan, tiba – tiba ia melihat gelombang air yang menggulung dari seberang jalan karena ada mobil yang melewati digenangan air tersebut, Ringgo…!!! Teriak histeris Binggo memanggil Ringgo yang telah hanyut entah kemana bersama tumpukan makanannya. Binggo terkulai lemas dan menyesal karena tak bisa menyelamatkan Ringgo yang keras kelapa dan tak mau mendengarkan nasehatnya.

#SemogaBermanfaat

#StayAtHome

#TantanganGurusiana

#TantanganMenulis H-113

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Ringgo, Ringgo. Mengapa begitu?

07 Jul
Balas

He he he,, Ringgo hanyut dan Binggo menyesal karena tak bisa menolong... Salam literasi, trimakasih sudah berkunjung..

08 Jul

Itulah akibat tidak mau berbagi

07 Jul
Balas

iya sih, Ringgo tidak mau mendengar Binggo, akhirnya hanyut deh,,, salam literasi... Trimakasih sudah berkunjung

08 Jul



search

New Post