Matur Nuwun, Ibu Tua
Melihatnya menumbuhkan berbagai rasa. Ibu tua, delapan puluhan tahun, berjalan menembus gerimis yang agak rapat. Dengan selendang lusuhnya beliau menggendong buntalan di punggung. Jarik dan kebaya lusuh yang menutupi tubuh kecil bungkuknya basah. Ciput rajutnya tak mampu menutupi kepala dari serbuan air hujan. Beliau berjalan sendiri menuju pasar.
Ini bukan kali pertamaku bertemu beliau. Setiap pertemuan selalu membawa rasa yang aku tidak bisa mendefinisikannya. Haru, sedih, salut, bangga berbaur menyatu.
Aku tidak akan menyalahkan putra-putrinya. Pasti beliau sendiri yang memaksa untuk terus bekerja. Bukan hanya karena uangnya, tapi aktivitasnya. Bertemu, berkumpul, bersenda gurau dengan teman-temannya di pasar. Itulah pastinya yang membuat beliau terus melakoni aktivitas itu.
Ibu tua, terima kasih atas pembelajaran yang kau berikan pagi ini. Semangatmu melecut hatiku yang sedang melow ini. Aku malu padamu. Baru sakit sedikit saja manjanya luar biasa. Ibu tua, semoga Allah memberkahimu dengan kesehatan dan keberkahan di seluruh sisa usiamu. Ibu tua, matur nuwun.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Moga kita bisa menua dengan bahagia ya bu..Keren dan salam literasi.