Surya Herdiansyah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

MENGUPAS KERUSAKAN DAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DI BUMN

MENGUPAS KERUSAKAN DAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DI BUMN

ALASAN PEMAAF UNTUK BUMN

A. Ketentuan Pidana

Ketentuan hukum pidana dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 diatur dari Pasal 97 sampai dengan Pasal 120 Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup secara tegas menetapkan bahwa tindak pidana lingkungan merupakan kejahatan. Kejahatan adalah rechtsdelicten, yaitu perbuatan-perbuatan yang meskipun tidak ditentukan dalam undang-undang sebagai perbuatan pidana, telah dirasakan sebagai onrecht, sebagai perbuatan yang bertentangan dengan tata hukum.

Pencemaran lingkungan hidup dalam Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (“UU PPLH”) adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Pada dasarnya setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan serta melakukan pemulihan lingkungan hidup. Penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilakukan dengan:

a. pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup kepada masyarakat;

b. pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;

c. penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan/atau

d. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sedangkan pemulihan fungsi lingkungan hidup dilakukan dengan tahapan[1]:

a. penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar;

b. remediasi (upaya pemulihan pencemaran lingkungan hidup untuk memperbaiki mutu lingkungan hidup);

c. rehabilitasi (upaya pemulihan untuk mengembalikan nilai, fungsi, dan manfaat lingkungan hidup termasuk upaya pencegahan kerusakan lahan, memberikan perlindungan, dan memperbaiki ekosistem);

d. restorasi (upaya pemulihan untuk menjadikan lingkungan hidup atau bagian-bagiannya berfungsi kembali sebagaimana semula); dan/atau

e. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Jadi, seharusnya perusahaan yang mengakibatkan pencemaran lingkungan melakukan penanggulangan pencemaran, yang salah satunya adalah memberikan informasi peringatan pencemaran kepada masyarakat. Adanya informasi peringatan dapat mencegah adanya masyarakat yang meminum air sungai yang sudah tercemar. Selain itu, perusahaan juga wajib melakukan pemulihan terhadap pencemaran yang terjadi pada sungai tersebut.

Dalam hal misalnya suatu badan usaha diindikasi telah melakukan pencemaran pada sebuah sungai yang mengalir sebagaimana contoh kasus di atas pada BAB II halaman 47 tulisan ini tentunya tindakan tersebut akan mengakibatkan kerusakan lingkungan yang merubah wujud fisik lingkungan tersebut baik langsung maupun tidak langsung atau bahkan dalam dalam keadaan tertentu atau melewati ambang batas kriteria baku mutu air sungai dapat menyebabkan warga yang menggunakan air sungai tersebut menderita sakit atau bahkan meninggal dunia dan hal tersebut juga berdampak bagi ekosistem lingkungan air sungai tersebut yang mengakibatkan matinya ikan-ikan di dalam kerambah milik petani atau sepsis makhluk hidu lainnya, dan hal ini sangat merugikan secara materiil bagi warga sekitar sungai dan masyarakat. Berdasarkan peristiwa tersebut ada beberapa ancaman pidana terhadap pencemar lingkungan menurut UU PPLH.

Jika badan usaha tersebut sengaja membuang limbah ke sungai maka diancam pidana berdasarkan Pasal 60 jo. Pasal 104 UU PPLH sebagai berikut:

Pasal 60 UU PPLH:

Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bah an ke media lingkungan hidup tanpa izin.

Pasal 104 UU PPLH:

Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Dumping (pembuangan) adalah kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau memasukkan limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu.

Selain pembuangan limbah, ada 2 (dua) alasan lain terkait tindak pidana pencemaran dan atau pengrusakan lingkungan yang dapat dikenakan kepada badan usaha, yaitu:

1. Jika pencemaran lingkungan tersebut terjadi karena perusahaan sengaja melakukan perbuatan (misalnya membuang limbah) yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, yang mana hal tersebut mengakibatkan orang mati maka diancam pidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp. 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 15.000.000.000,- (lima belas miliar rupiah).

2. Jika pencemaran lingkungan tersebut terjadi karena perusahaan lalai sehinggamengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, yang mana hal tersebut mengakibatkan orang mati, maka dipidana dengan pidana penjara paling singkat paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling sedikit Rp. 3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 9.000.000.000,- (sembilan miliar rupiah).

Jika tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada:[2]

a. badan usaha; dan/atau

b. orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut.

Jika tuntutan pidana diajukan kepada pemberi perintah atau pemimpin tindak pidana dalam huruf (b) di atas, ancaman pidana yang dijatuhkan berupa pidana penjara dan denda diperberat dengan sepertiga.

Jika tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada badan usaha sebagaimana dalam huruf (a) di atas, sanksi pidana dijatuhkan kepada badan usaha yang diwakili oleh pengurus yang berwenang mewakili di dalam dan di luar pengadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan selaku pelaku fungsional.

Prinsipnya, setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup wajib membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu.

Selain diharuskan membayar ganti rugi, pencemar dan/atau perusak lingkungan hidup dapat pula dibebani oleh hakim untuk melakukan tindakan hukum tertentu, misalnya perintah untuk:

a. memasang atau memperbaiki unit pengolahan limbah sehingga limbah sesuai dengan baku mutu lingkungan hidup yang ditentukan;

b. memulihkan fungsi lingkungan hidup; dan/atau

c. menghilangkan atau memusnahkan penyebab timbulnya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

Mengenai kerugian yang diderita warga misalnya ada ikan di kerambah yang mati, masyarakat bisa mengajukan gugatan secara perdata melalui perwakilan kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri dan/atau untuk kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

Gugatan dapat dilakukan jika memenuhi syarat yaitu adanya terdapat kesamaan fakta atau peristiwa, dasar hukum, serta jenis tuntutan di antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya.

Jadi warga masyarakat dapat melakukan gugatan perwakilan kelompok dengan tujuan untuk meminta ganti rugi atas ikan di kerambah yang mati karena pencemaran lingkungan. Di samping itu badan usaha juga dapat dipidana karena pencemaran tersebut mengakibatkan orang meninggal dunia.

Berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: PER-028/A/JA/10/2014, Tanggal 1 Oktober 2014 Tentang Pedoman Penanganan Perkara Pidana Dengan Subjek Hukum Korporasi pada poin (2) dan (3) Sub Bab huruf D. Tuntutan Pidana, BAB IV Penuntutan yaitu:

Ayat (2) terhadap korporasi hanya dapat dituntut pidana denda dan pidana tambahan dan/atau tindakan tata tertib;

Ayat (3) tuntutan pidana tambahan atau tindakan tata tertib sebagaimana dimaksud pada angka 2, dikenakan terhadap korporasi dan pengurus korporasi berdasarkan ketentuan yang menjadi dasar pemidanaan antara lain berupa:

a) Pembayaran uang pengganti kerugian keuangan negara;

b) Perampasan atau penghapusan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana;

c) Perbaikan kerusakan akibat dari tindak pidana;

d) Kewajiban mengerjakan apa yang dilakukan tanpa hak;

e) Penempatan perusahaan dibawah pengampuan untuk jangka waktu tertentu;

f) Penutupan atau pembekuan sebagian atau seluruhnya kegiatan perusahaan untuk waktu tertentu;

g) Pencabutan sebagian atau seluruh hak-hak tertentu;

h) Pencabutan izin usaha;

i) Perampasan barang bukti atau harta kekayaan/ aset korporasi dan/atau;

j) Tindakan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bahwa berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: PER-028/A/JA/10/2014, Tanggal 1 Oktober 2014 tersebut diatas interpretasi dari pearaturan tersebut bahwa Kejaksaan Republik Indonesia dalam melakukan penuntutan terhadap badan usaha atau korporasi pelaku tindak pidana pencemaran dana tau pengrusakan lingkungan masih menerapkan ancaman pidana denda dan/atau pidana tambahan dan/atau tindakan tata tertib.

Berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 36/KMA/SK/II/2013 Tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup, Tanggal 22 Februari 2013 sebagimana pada BAB V PEDOMAN PENANGANAN PERKARA PIDANA LINGKUNGAN Sub Bab huruf (A) Pelaku Tindak Pidana Lingkungan Hidup angka (2) Badan Usaha (sesuai dengan Pasal 116 Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup) dinyatakan Tindak pidana lingkungan hidup akibat dari berbagai kegiatan pembangunan (pertambangan, kehutanan, perkebunan, perindustrian, perikanan dan lainnya), kegiatankegiatan illegal dibidang pertambangan, industri, kehutanan, dan perkebunan serta tindak pidana pelanggaran tata ruang yang dilakukan oleh badan usaha atau korporasi, diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU sektoral dan UU Tata Ruang.

Penulis adalah alumni SAGUSABU Binjai 1

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post