Perjuangku Untuk Pulang ke Rumah
Cuaca sejak pagi sangat bagus. Semua orang menjalankan aktifitas dengan baik dan juga semangat. Senin ceria dalam melaksanakan kegiatan. Saya juga merasakan hal yang sama.
Kegiatan PBM hari ke tujuh terlaksana dengan baik. Guru dan siswa saling semangat untuk mengajar. Walaupun mengajarnya tidak sebebas dulu lagi tetapi PBM tetap harus dilaksanakan. Bebas maksud di sini adalah tidak bisa melakukan kreatifitas antara guru dan siswa. Kami harus tetap jaga jarak serta waktu juga dibatasi. Tetapi hal itu tidak menjadi masalah.
Kembali kita bicara cuaca tadi. Tiba-tiba, setelah salat Zuhur langit terlihat mendung dan langsung gelap. Saya mulai merasa kurang nyaman. Perasaan tidak enak karena dua hari sebelumnya rumah kebanjiran. Walaupun begitu kegiatan tambahan setelah mengajar tetap saya ikuti. Sosialisasi pembelajaran terbaru untuk belajar daring.
Langit yang mendung mulai menjatuhkan tetesan airnya. Semakin lama semakin deras. Saya tetap berusaha tidak menampakan kegelisahan di depan teman-teman. Di sela kegiatan, saya sempatkan untuk membereskan barang-barang. Dalam benak hanya ada kata cepat pulang.
Saat acara ditutup, saya langsung izin pada kepala sekolah untuk cepat pulang. Hujan semakin lebat. Barang saya tinggal di sekolah, yang dibawa pulang hanya HP dan dompet saja. Pasang mantel segera dan saya pun mulai bergerak keluar.
Sampai di gerbang perumahan Griya Elok, saya lihat air sudah mulai tinggi. Saya coba untuk melewatinya karena orang lain yang mengendarai motor juga begitu. Alhamdulillah dapat terlewati.
Motor terus bergerak maju. Menjelang Arai Pinang air juga sudah mulai tinggi. Tidak satupun motor berani menempuhnya. Saya juga takut. Saya ikuti pengendara lain yang membelokkan motornya menuju pegambiran permai. Akhirnya semakin dekat ke rumah.
Tiba dekat kantor camat, ternyata ada air tergenang lagi dan juga tidak bisa dilewati motor. Akhirnya pasrah hanya sampai di sana. Dalam kepasrahan di tengah hujan yang semakin deras, saya coba menghubungi anak. Berharap dijemput dan ada yang mendorong motor.
Agar semakin dekat ke rumah, saya angsur sedikit lagi berjalan. Anak-anak yang mandi-mandi memberikan info kalau arah Berlian tidak banjir. Ternyata sama saja, bahkan lebih deras. "Jangan dilewati, Bu. Berbahaya, airnya sangat deras," pesan pak tukang yang sedang bekerja di sana.
Saya kembali pasrah dengan bermaksud menunggu hujan reda. Dari kejauhan saya melihat seorang anak laki-laki bermantel biru sedang berjalan di derasnya air. "Secara kenal," gumam saya.
Dia anak bujang satu-satunya. Sambil tersenyum dia mulai mendekat. Akhirnya kami bergerak menuju rumah. Putar-putar mencari jalan yang tidak terkena banjir. Mana yang bisa ditempuh kami lewati. Saya tidak cemas lagi.
Akhirnya kami sampai juga di rumah. Jalan depan rumah tinggi airnya biasa saja. Namun untuk sampai ke rumah butuh berjuang. Biasanya hanya ditempuh paling lama 15 menit tetapi sekarang menjadi 1 jam lebih.
Benar kata orang kalau hidup itu harus berjuang. Untuk mencapai kesuksesan butuh hambatan yang menghalangi. Maka lewatilah halangan itu agar terbuka jalan di depannya. Satu hal yang tidak akan pernah bisa jika kita tidak pernah mencobanya.
Padang, 11 Januari 2021
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar