[email protected]

Belajar tidak mengenal usia. Lahir di Gombong Kebumen, 29 Juni 1971. Pernah bersekolah di SPGN Kebumen. Sekarang Pendidik di SDN Mardharjo, Musi Rawas, Sumater...

Selengkapnya
Navigasi Web
Golak, Makan Dua Habis Enam Belas

Golak, Makan Dua Habis Enam Belas

Saya ahli apa yah? Montir tidak mahir. Nyetir belum lihay. Nukang kadang-kadang. Itu pun motong kayu tidak siku-siku. Masang batu juga begitu. Memasak masakan moderen tidak bisa. Tapi kalau masak sederhana untuk konsumsi, masa nggak bisa? Saya anak desa pinggiran kota. Boleh juga disebut sebaliknya. Bukan berasal dari keluarga berada. Jarang beli makanan. Oleh karena itu cemilan dibuat sendiri. 

Pada waktu kecil dulu di tempat kami banyak dijual gaplek. Orang kampung bilang "krekel". Cara membacanya seperti mengucapkan kata "jengkel". Ubi dikupas, dicuci bersih, dipotong miring, lalu direndam beberapa malam. Setelah itu, ubi dijemur. Bila sudah kering, ubi tersebut mudah dipatahkan dan teksturnya jadi seperti kapur tulis. 

Waktu itu, Mamak kami membeli dua atau tiga kilo. Harganya murah. Tugas aku, meskipun laki-laki, adalah menumbuk dan mengayaknya. Jadilah tepung gaplek. Teksturnya kasar jika dibandingkan dengan tepung beras. Tepung itu oleh wanita perkasa yang melahirkan saya dan adik-adik saya itu, dibuatnya berbagai makanan. 

Ada makanan unik yang sangat cocok dimakan ketika hangat. Teman minum kopi atau teh hangat. Namanya "golak". Mengapa memakannya harus dalam keadaan hangat? Gorengan yang selalu dibuat berbentuk angka 8 ini jika sudah dingin alotnya bukan main. Begitulah sifat tepung gaplek. Ketika gorengan yang terbuat dari tepung gaplek masih hangat, teksturnya lembut, empuk dan cenderung renyah. Tetapi jika sudah dingin, ia akan mengeras.

Tahun 2000, istri saya hamil tua anak kedua. Ia memutuskan ingin melahirkan di tanah kelahirannya di pulau Jawa. Praktis, selama tiga bulan saya tinggal sendirian, di desa terpencil di Sumatera. Untuk membunuh sepi, saya ajak anak-anak kelas enam memasak "golak". Makanan yang sangat asing bagi mereka, bentuk maupun namanya. Saya minta mereka membeli tepung gaplek di rumah tetangga. Lalu saya ajak mereka membuatnya. Satu anak saya minta memarut setengah butir kelapa. Anak yang lainnya saya minta membuat bumbu. Cukup bawang putih empat siung ditambah garam kemudian digiling halus. Saya sendiri menyiapkan tampah bundar dan menyiapkan tepung gaplek yang mereka beli tadi. Tidak lebih dari satu kilo saja.

Parutan kelapa sudah siap. Bumbu bawang dan garam sudah selesai digiling. Giliran saya mencampur dan mengaduknya dengan merata. Setelah tercampur rata, saya meminta salah seorang anak mengambil termos. Saya tuang air panas pada tepung sedikit demi sedikit lalu "diuleni" menjadi adonan. Agar tidak lengket pada tampah, saya taburi tampah dengan tepung lainnya. Jika kekenyalannya sudah cukup, mulailah membentuk "golak". Ambil secomot, lalu giling dengan tangan. Setelah itu dibentuk menjadi angka delapan. Ini agak sulit jika tidak terbiasa. Untungnya dulu sering mambantu mamak membuat, mudah saja saya membentuknya.

Anak perempuan dusun yang duduk di kelas enam itu saya suruh mencoba. Mereka tertawa-tawa karena bentuk angkanya tidak sebagus buatan saya. Setelah selesai, kami menyalakan kompor dan menyiapkan minyak goreng pada wajan penggorengan. Satu demi satu golak saya goreng dalam minyak panas. Tidak perlu terlalu lama. Sebab, jika terlalu lama cepat hangus dan dapat meletus. Iya, pada beberapa bagian menggelembung dan meletus memercikkan minyak panas. 

"Ayo, kita makan sama-sama mumpung masih hangat!" ajak saya kepada mereka ketika golak sudah matang.

"Pak, kenap harus dibuat angka delapan?" tanya seorang anak penasaran.

"Mungkin, angka delapan itu angka ideal. Tidak kecil, juga tidak terlalu besar. Seperti kalian, senang bukan dapat nilai delapan?" tanya saya.

"O ya, kalian makan habis berapa?" tanya saya lagi.

"Satu, Pak!" jawab Irma.

"Dua, Pak!" jawab Cik Ida. 

"Kalau saya, habis enam belas!" kata saya sambil tertawa.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Haha..gak digenapi 17 pak biar jadi sejarah.

16 Nov
Balas

Hahaha, 8 untuk Anda!

16 Nov



search

New Post