PERJALANAN UMRAH PART 4 RAUDAH
PERJALANAN UMRAH PART 4
RAUDAH
( Tantangan Menulis Gurusiana hari ke-22)
Sejak pukul 3 pagi di hari rabu, tanggal 16 Januari 2019 itu kami sudah berada di dalam Masjid Nabawi. Sepagi itu masjid belum penuh, namun sudah mulai ramai. Kami masuk pintu masjid bernomor 16, dan pintu tersebut adalah pintu terdekat dari hotel tempat kami menginap. Udara dingin pagi itu tidak menyurutkan langkah kami bertiga untuk sesegera mungkin tunaikan ibadah malam. Dari hotel kami sudah berwudhu, berharap kuat menahan diri untuk tidak batal wudhu hingga sholat subuh. Kami masih mengambil posisi sholat di sebelah kanan dari arah kami masuk. Aku mengambil tempat duduk paling pinggir.
Kami mulai sibuk dengan ibadah kami masing-masing. Mengawali sholat sunah dengan sholat tahyatul masjid dua rakaat, sholat tahajud dua rakaat empat kali salam, dan sholat witir tiga rakaat, dilanjutkan zikir dan doa -doa panjang.
Aku membaca doa- doa yang sudah kutulis di aplikasi note HP ku, mulai doa mohon ampunan untukku sendiri dilanjutkan mohon ampunan atas dosa -dosa orang tuaku, suamiku, anak- anakku hingga saudara- saudaraku serta teman -temanku.
Doa selanjutnya adalah doa- doa permohonan, mulai permohonan untuk diri sendiri, permohonan minta kesehatan, minta rizki yang barokah, minta dimudahkan urusan dalam pekerjaan, urusan sebagai ibu rumah tangga dan semua yang menyangkut keinginan pribadi, lalu permohonan untuk orang lain. Permohonan untuk suami, anak- anakku, saudaraku semua, dan sahabat serta teman- teman baik yang kutulis namanya maupun yang tidak kutulis namanya.
Air mata bercucuran, basah wajahku, apalagi saat kusebut nama kedua orang tuaku serta mbakku Kustimah yang telah berpulang.
Doa- doa pun usai sudah, azan pertama subuh berkumandang. Hal ini sudah kuketahui, bahwa akan ada azan di waktu subuh dua kali. Bapak dan Ibu Rusdi, tetangga kami, sudah menyampaikannya padaku, sekaligus memberikan informasi penting lainnya. Aku bersyukur memiliki para tetangga yang selalu peduli kepada keluarga kami.
Menunggu azan subuh kedua, aku sholat tasbih, ternyata waktu subuh belum juga tiba, rasa kantuk sudah mulai mengganggu. Kami berempat selalu saling berbisik bisik memberitahukan hal apa yang sedang kami lakukan.
" Aku sholat tasbih dulu ya, " kata Mba Titi kepada kami.
Aku bertanya tentang caranya, begitulah terus yang terjadi, kami saling berbagi ilmu dalam setiap ibadah yang akan kami lakukan. Kemudian biasanya kami buka goegle untuk mendapatkan informasi tambahan,atau kujadikan PR untuk kutanyakan kepada Uztad jika mendapati informasi yang masih meragukan.
Azan subuh kedua berkumandang. Kami siap - siap untuk sholat kobliyah subuh dua rakaat. Sholat subuh dua rakaat kami ikuti dengan mata berat karena kantuk, namun kami bisa menahannya karena imam melagukan suratan dengan alunan suara yang merdu dan indah iramanya. Surat yang panjang tersebut tidak kuketahui nama suratnya.
Puji syukur, subuh usai, dan aku beserta tiga kakakku sukses menjaga wudhu sejak pukul 3 pagi hari itu. Semua jamaah sholat subuh berdiri kala ada panggilan sholat jenazah. Ini adalah sholat subuh pertama berjamaah dan juga sholat jenazah yang pertama juga. Aku tidak punya bekal pengetahuan yang cukup untuk sholat jenazah. Yang kutahu bahwa, takbir pertama membaca Alfateah, takbir kedua sholawat nabi, sedang takbir ketiga dan keempat kurang paham. Maka aku hanya mengikut imam saja. Setelah sekian kali ikut shalat jenazah, ada pertanyaan yang muncul, mengapa pada takbir keempat, begitu baru takbir lantas ditutup dengan salam? Sepertinya pada takbir keempat tersebut imam tidak membaca doa apapun.
Kami tinggalkan masjid Nabawi untuk kembali ke hotel. Dari masjid kami langsung menuju restoran hotel untuk sarapan pagi. Kami sudah membaca WA Grup Sari Ramada, yang menginfokan usai sarapan pagi, yaitu pukul 7.30 semua jamaah Sari Ramada agar segera berkumpul di ruang M, untuk melakukan ibadah di Raudoh. Mendengar kata Raudoh, hatiku bergetar hebat. Terbayang nasihat dan saran Bu Rusdi.
" Bu Sus, usahakan bisa sholat dua rakaat di Raudah, dan agar bisa berdoa tanpa diusik atau diusir oleh para laskar, berdoanya sambil sujud saja. Karena waktu di raudoh tersebut sangat dibatasi. " demikian pesan Bu Rusdi padaku.
Aku mengangguk dengan hikmat pertanda aku akan mengingatnya dan menurut seperti apa yamg Bu Rusdi pesankan.
" Mengapa harus berdoa sambil sujud Bu? "tanyaku kemudian.
" Agar tidak diusir Bu oleh para laskar Bu, agar bergantian dengan yang lain. Kalau seseorang dalam posisi sujud, dia pikir kita sedang sholat, karena laskar akan melihat kita sholat, dan tentu dia tidak bisa mengusir orang yang sholat."
Jawaban Bu Rusdi makin membuatku penasaran, sebegitu sulitkah kita beribadah di Raudah.
Bu Rusdi juga memberi informasi tambahan, bahwa Raudah berkarpet warna hijau. Sebelumnya aku juga sudah mencari informasi tentang Raudah dari vidio yang kulihat di youtobe.
Rupanya tidak mudah mengumpulkan anggota rombongan Sari Ramada. Kami baru kumpul sekitar pukul 8.30. Ibu pembimbing kami, adalah perempuan Indonesia yang masih sangat muda, dan beliau sudah bermukim lama di Madinah. Dengan sabar beliau mengantar kami menuju Raudah. Dengan sabar pula Beliau menjelaskan berbagai hal dan melindungi kami dari himpitan dan rintangan sejak kami menuju pintu 25 hingga tembus pada antrian panjang Raudah.
Kami tertahan pada tahap pertama, lalu kami gunakan waktu tersebut untuk sholat dukha sesuai intruksi atau komando dari Mba Maslina.
Sholat dua rakaat usai, rombongan bergerak maju lagi, dan tertahan lagi sebelum sampai di Raudah. Kami dimohon duduk berbaris dengan tertib. Layaknya siswa sekolah yang diminta baris oleh gurunya, kami pun menurut. Begitulah, baru beberapa langkah, kami duduk, berbaris, berdiri lalu duduk lagi. Suara - suara gaduh sudah kami dengar sejak memasuki wilayah luar Raudah. Kami berbaris cukup lama pada posisi sudah berada terdepan dari barisan rombongan yang lainnya. Aku duduk dengan susah payah karena himpitan beratus manusia. Sambil duduk mataku sesekali terpejam ,mulutku komat kamit berzikir. Segala doa kupanjatkan, mulai istigfar, hingga doa minta dilancarkan segala urusan di Raudah. Sementara di antara mereka ada yang asyik mengobrol, dan bercanda, namun aku tetap fokus dan diam, entah mengapa jantungku berdebar- debar kencang, ada rasa kawatir, gugup, penasaran, tak sabar, namun pasrah pada keadaan. Tentang Raudah ini sangat mengusik keingintahuanku.
" Ayo maju, terus maju perlahan," begitu aba-aba dari Mba Maslina.
Maka rombongan kami saling bergandengan perlahan melangkah, memcari celah menuju Raudah, kami saling berdesakan, langkah kaki berat tertahan, aku terus betistigfar ketakutan. Beberapa kali terjadi dorongan dari belakang, terhuyung badanku, untung masih bisa bertahan. Dan terus berulang beberapa kali, istigfar dan takbir saling bersahutan sambil masing- masing mempertahankan diri.
Aku betul- betul tidak tahu, bahwa rombonganku sudah sampai di karpet hijau Raudah jika aku tidak berusaha mencari tahu. Dalam himpitan manusia itu aku mencoba melihat ke bawah, pas dikakiku terlihat karpet hijau tersebut.
" Ya, Rabb.. Ini sudah sampai Raudah? Jeritku spontan.
" Ya Bu, ayo sholat, usahkan bisa sholat, " begitu kudengar instruksi.
Maka beberapa teman memberiku ruang untuk sholat dengan maksud bergantian. Aku pun sholat dalam lindungan tangan teman satu rombongan. Mereka bergandengan tangan membuat pagar pengaman agar aku dan beberapa orang yang sholat tidak terinjak - injak oleh orang- orang di luar rombongan yang merangsek masuk.
Aku ingat kembali pesan Bu Rusdi agar aku berdoa dalam posisi sujud. Tapi hal itu sangat riskan, karena dorongan orang makin kuat, sedangkan kami juga harus bergantian sholat. Maka setelah sholat, aku berdiri dan membuat pagar pengaman, dan mempersilakan teman satu rombongan yang belum sholat untuk sholat. Di saat itulah aku berusaha berdoa sebisanya, seingatnya dalam kepanikan dan air mata yang mengalir begitu derasnya. Aku terus berusaha berdoa sebisaku, namun aku harus rela keluar dari sana begitu para laskar menghardik kami agar keluar untuk memberi kesempatan pada rombongan betikutnya.
Aku menangis tersedu, tak tahan, terbawa emosi, rasa tidak puas untuk bisa berdoa dengan khusuk dan tenang. Kami dan beberapa teman satu rombongan menangis tertahan, perasaan sedih memenuhi dada ini.
Maslina, pembimbing kami bisa ikut merasakan apa yang kami rasakan, maka beliau perlahan membawa kami kembali, hingga sampai ujung karpet hijau tersebut. Kami menginjak karpet pada ujungnya saja. Mencoba untuk mengulang dan melanjutkan doa - doa. Meski terus diusir, akhirnya sedikit terobati.
Suasana semakin kacau, maka Mas lina mengajak kami segera keluar dari Raudah, dengan kalimat penguatan agar kami yakin doa -doa kami Allah ijabah. Aamiin.
Berat rasanya meninggalkan Raudoh.
" Mba, besok kalau memungkinkan kita kembali ya Mba, " Aku menyampaikan keinginanku ini kepada ketiga Mbakku.
Mereka setuju, bahwa kami akan mencari waktu untuk ke Raudah berempat jika punya waktu yang cocok. Namun hingga kami ke Mekah, kami tidak sempat kembali ke Raudah.
Kami memutuskan tidak kembali ke hotel sepulang dari Raudoh karena waktu sudah lewat jam sebelas siang, kami berdua putuskan tetap di Nabawi hingga sholat Dzuhur tiba. Menunggu sholat dzuhur tiba, kami membaca Al qur'an. Di Masjid Nabawi kita sangat mudah menemukan Al qur'an. Hampir di setiap tiang mesjid , Al qur'an diletakkan melingkar. Al qur'an juga ditata rapi di rak- rak besi berwarna kuning keemasan di setiap lorong dan sudut ruangan.
Sambil terkantuk- kantuk kami terus menghabiskan waktu dengan mengaji, berzikir dan sesekali mengamati para tamu Allah dan Rasulullah . Berbagai bentuk wajah dan warna kulit serta busana yang dikenakan, memberi ciri khas dari mana mereka berasal. Diam- diam aku mengagumi beberapa wanita cantik, berhidung mancung, bersih dan berbusana sangat elegan. Mereka biasanya berasal dari Bahrain, Katar dan Turki atau dari Timur Tengah. Mereka yang dari India lebih mudah kami kenali, hidung mancungnya biasanya terselip anting atau giwang kecil. Dan gaya bicaranya yang cepat dengan goyangan kepala sungguh menarik. Kami yang dari Indonesia lebih mudah lagi dikenali. Dari postur tubuh yang kecil, dari warna kulit, busana yang kami kenakan , serta kerudung dan mukena. Beberapa orang Indonesia berbusana batik ,bahkan bermukena dengan corak batik juga.
Kadang kami lupa sedang berada di luar negeri karena kemanapun kaki melangkah kami mendengar percakapan berbahasa Indonesia. Para laskar pun pandai berbahasa Indonesia. Masya Allah, bahagia dan senang jika berada di antara orang setanah air.
Melalui Wa Group Sari Ramada, kami para ibu akan diajak jalan- jalan ke Saidah Bani Sakipah yaitu Balai pertemuan tempat Abu Bakar dinobatkan sebagai Kalifah kedua pengganti Rasullullah setelah wafat. Kami akan ke tempat tersebut ba'da Ashar.
Bersama Mas Hadi kami sampai di Saidah Bani Sakipah, yaitu Balai pertemuan yang digunakan untuk menobatkan Shahabat Rasul yaitu Abu Bakar menjadi Khalifah.
Mas Hadi banyak menyampaikan sejarah perjuangan Rasul hingga wafat di Medinah. Bahwa Rasullullah berdakwah di Mekah hingga dua belas tahun, di Medinah sepuluh tahun, memasuki tahun kesebelas Rasul wafat.
Yang pertama kali menyatakan bahwa Rasul wafat adalah Abu Bakar sedangkan Umar Bin Khotob yang selalu di samping Rasulullah saat sakit selalu mengatakan bahwa Rasul belum wafat. Barulah setelah Abu Bakar datang dan melihat sendiri kondisi Rasul, maka Abu Bakar berani menyampaikan kenyataan, bahwa Radul telah wafat. Rasul wafat di pangkuan istrinya yang bernama Aisyah.
Tiga orang yang bertugas mengurus jenazah Rasulullah adalah Ali bin Abi Tholib,Abdullah Bin Abas, serta Zaid Bin Sabid.
Setelah kepergian Rasul maka kaum Anshor dan Muhajirin mulai berunding siapa yang paling pantas menggantikan Rasul sebagai khalifah. Melalui berbagai perundingan maka disepakati bahwa Abu Bakar terpilih sebagai khalifah.
Pemilihan jatuh kepada Abu Bakar dengan pertimbangan antara lain, Abu Bakar yang selalu menggantikan Rasul menjadi iman di saat Rasul berhalangan. Abu Bakar juga yang mendampingi Rasul hijrah dari Mekah ke Madinah.
Khalifah selanjutnya adalah Umar bin Khotob, Usman, dan Ali bin Abi Tholib. Demikian yang bisa aku rangkum dari kisah Rasulullah yang aku simak dari Mas Jumdan Hadi.
Kami kembali ke hotel, memilih jalan masing- masing. Karena perjalanan melalui beberapa pedagang kaki lima sehingga ada yang melihat-lihat dulu dagangan di sepanjang jalan tersebut.
Berempat kami masuk lewat lobby depan hotel. Biasanya kami keluar dan masuk hotel melalui pintu samping. Setelah mengambil foto di hotel, kami berniat naik ke kamar kami di lantai enam. Ternyata kami berempat tidak menemukan kamar kami dengan mudah. Kami salah memilih lif. Seharusnya kami naik lif yang ada di kanan kami tapi naik pada lif di sebelah kiri kami. Seperti orang hilang di negeri asing, kami berputar putar mencari kamar kami. Jika ingat hal ini kami tertawa sendiri. Akhirnya kami putuskan turun kembali ke loby hotel dan keluar mencari jalan samping yang biasa kami lalui.
Rupanya maghrib tinggal beberapa menit lagi. Sambil sedikit berlari kami kembali turun untuk mencapai mesjid dengan sesegera mungkin karena azan sudah berkumandang.
Kami terpaksa terpisah, sholat pada tempat yang berbeda, karena mencari tempat yang lega untuk kami berempat sudah tidak mungkin lagi.
Sungguh hari ini penuh dengan perjuangan. Pagi berjuang di Raudoh, jalan - jalan ke Balai pulang tersesat, magrib terlambat,tempat sulit didapat. Badanku penat sekali, rasanya ingin segera mandi dan merebahkan diri.
Berdasarkan pengalaman hari ini, kami niatkan tetap di masjid hingga isa tiba.
Alhamdulillah hingga isa tiba kami masih bertahan di sana. Pulang ke hotel , kami segera menuju restoran untuk makan malam. Kembali ke kamar hotel setelah kenyang, dan kami mandi bergantian, kemudian menghimpun tenaga untuk esok hari lagi. Karena besok siang kami akan jalan di sekitar Madinah salah satunya ke Masjid quba. Alhamdulillah hari ini kami lalui dengan banyak pengalaman yang berkesan. Rabb... Nikmat ini luar biasa.
Minggu, 9 Februari 2020
Pukul 20.30
Susmiyati
SMP Yadika 8
JITU: Jujur, Inovatif, Taqwa, Unggul
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar