Berjuang melawanTumor otak
Berawal dari suamiku pingsan dalam pesawat menuju Jakarta. Kamis pagi, 17 Maret 2016 jam 6 pagi aku mengantar suamiku ke bandara Sultan Syarif Kasim II. di bandara suamiku sudah ditunggu oleh dua orang staffnya yang ikut berangkat bersama beliau. Kulepas suamiku dengan mencium tangannya lalu aku pergi menuju sekolah tempat aku mengajar.
Tepat jam sepuluh pagi handphoneku berdering. Kulihat tertera nama salah satu staff suamiku yang sama – sama berangkat pagi tadi. Kuangkat handphoneku. “Hallo Vera, sudah sampai ya” aku menjawab panggilan handphoneku. “sudah bu” jawaban dari seberang. “ bu, Vera sekarang lagi bersama dokter bandara. “Bapak pingsan bu” dengan suara berat Vera menyampaikannya. Seketika sekujur tubuhku terasa lemas. “Ya Allah selamatkan suamiku, kuatkan aku” itulah doa yang keluar dari mulutku. Dengan sisa tenagaku, aku berusaha tenang. Aku bilang, “Vera tolong bawa bapak ke rumah sakit terdekat, ibu segera berangkat ke Jakarta”.
Jam 13.15 Wib aku terbang menuju Jakarta. Lebih kurang jam 16.00 Wib aku sampai di rumah sakit tempat suamiku dirujuk. Sesampai di rumah sakit apa yang kulihat, suamiku terbaring ditempat tidur di lorong rumah sakit. Lalu aku bertanya pada staff suamiku, “ kok bapak nggak dapat penangan dokter”? tanpa menunggu jawaban aku pergi menemui dokter yang bertugas di UGD saat itu, “ suami saya sampai sekarang kok belum dapat penangan dokter ya, sudah empat jam suami saya dibiarkan’ kataku dengan nada kecewa. “ICCUnya lagi penuh bu, belum ada tempat.” jawab dokter dengan lembut. Dengan setengah berteriak aku berkata, “ suami saya keadaannya darurat dokter”. Kemudian dokter itu memanggil salah satu perawat untuk menyiapkan tempat untuk suamiku. “ Dibentak dulu baru kalian bergerak, jeleknya pelayanan kalian” gumamku.
Sesaat setelah berada di ruang UGD, dokter memeriksa keadaan suamiku dan menyuruh perawat memasang infus. Tiga puluh menit setelah pasang infus suamiku membuka matanya dan melihat sekeliling ruangan. Lalu suamiku memegang tanganku dan berkata, “ Susi mana, kok tak datang?, Saya sudah tunggu dari tadi.” Sontak aku kaget lalu kupegang tangannya, kuusap dahinya dan ku membungkukkan badanku lalu aku berbisik, “ ini Susi bang, Isteri abang. Suamiku tersenyum dan akupun berusaha membalas senyumnya walaupun mataku berkaca – kaca dan suaraku serak menahan tangis. Inilah kali pertama suamiku tidak mengenaliku saat aku berada disampingnya.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Terharu bacanya...