Suwarni Azis

Guru di SMA Islam Hidayatullah, Semarang, Jawa Tengah. Penulis nasional soal AKM di SIAP Pusmenjar....

Selengkapnya
Navigasi Web

Dilema Guru Saat Membuat Nilai Rapor

Penilaian akhir Semester sudah selesai dan saatnya guru mengoreksi dan membuat nilai rapor. Sementara itu, rapor semester ini agak berbeda dengan tahun lalu. Semua diambil dari tes online dan dari tugas-tugas yang dikerjakan secara online. Sebagai guru, mungkin tantangan kali ini lebih sulit daripada sebelumnya. Nilai anak-anak mungkin tidak seperti saat kalau diperoleh di pembelajaran offline. Bisa jadi nilai lebih baik atau lebih jelek.

Dalam sebuah kasus, saat pandemi seperti ini, banyak anak yang tidak mengerjakan tugas, dengan lasan yang macam-macam. Hal ini sepertinya bagi siswa biasa, tetap bagi guru sungguh menjadi sebuah permasalahan. Guru tidak punya nilai untuk dijadikan rapot. Atau punya tetapi tidak memenuhi ketuntasan. Semuanya terjadi karena anak-anak tidak bertanggung jawab atas tugas yang sudah diberikan. Sementara, orang tua kadang tidak ikut memantau anaknya apakah sudah mengerjakan ulangan/ tugas atau belum.

Ini terjadi tidak hanya pada jenjang anak SD, tetapi juga sama pada jenjang di atasnya yaitu SMP dan SMA. Pada anak SD anak-anak tidak semua paham dengan tugas-tugas yang diberikan oleh guru. Kendalanya tidak hanya pada penguasaan teknologi, tetapi juga pada penguasaan materi. Orang tua juga kadang terkendala dengan penguasaan teknologi dan materi tidak begitu paham. Orang tua kadang tidak paham tugas apa saja yang diberikan loeh gurunya. Begitu juga pada anak SMP dan SMA. Pada anak usia SMP dan SMA lebih mandiri sehingga orang tua lebih menaruh kepercayaan yang tinggi pada anak. Anak sudah dianggap mandiri dan bertanggung jawab atas tugas-tugas yang diberikan oleh gurunya. Namun, pada kenyataannya di lapangan tidak sepenuhnya seperti itu. Banyak anak yang tidak bisa mandiri dan bertanggung jawab pada tugas dan kewajibannya.

Kenyataan di lapangan, anak-anak banyak yang tidak mengerjakan tugasdengan alsan yang beragam. Selain itu, saat PJJ anak kurang serius mengikuti pelajaran karena interaksi antara guru kurang maksimal. Hasil capaian kognitif pun tidak bisa maksimal. Guru pun harus rajin menagih tugas-tugasnya pada anak lewat ketua kelas atau wali kelas. Dengan cara ini diharapkan anak-anak dapat mengumpulkan tugas agar bisa diolah untuk menjadi nilai rapot. Semoga ke depannya PJJ sudah bisa diganti dengan pembelajaran offline tatap muka sehingga kognitif dan karakter siswa dapat dipantau dengan maksimal. Guru pun tidak mengalami dilema dalam membuat nilai.

#TantanganGurusiana#HariKe-280

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Semoha dineri kesehatan selalu

13 Dec
Balas

Aamiin

14 Dec



search

New Post