SRI WAHJU P, S.Pd,M.Pd.

Kepala SMPN 2 Srono, Kab. Banyuwangi, Jawa Timur...

Selengkapnya
Navigasi Web
JERAMI MENJADI SAKSI
Ilustrasi By Swah Ju (Karya & Koleksi pribadi )

JERAMI MENJADI SAKSI

“ Kumohon padamu Bhe, kali ini pergilah dari hidupku !” ucap Arin lirih pada Bhe yang telah mengisi sebagian hatinya di enam tahun ini. Bhe hanya terdiam , seolah tak ada kata yang sanggup diucapkannya. Hanya jemarinya yang tak henti meremas dan menghempas-hempaskan jerami kuning dihadapannya.

“ Kau tahu Bhe, hatiku juga teriris dengan ucapanku tadi, tapi keputusan ini harus aku ambil, demi Kamu dan juga aku.” Pungkas Arin semakin sedih.

Sebenarnya ini adalah perpisahan “pahit” yang harus mereka maniskan dengan bumbu ikhlas dan pengertian . Pandangan Bhe semakin dalam menatap coklat bola mata Arin , bibirnya rapat tertutup seperti jerami yang diikat para petani dan ditumpuk dipinggiran pematang sawah . Sementara Arin merasa tidak sanggup menatap sorot mata Bhe yang tajam namun selalu sanggup meneduhkan jiwanya. Berkecamuk rasa dalam hati Arin antara “sanggup” dan “ketidakberdayaan”.

Bhe menggenggam jemari tangan Arin , sangat kentara bahwa jantung hati Bhe bergetar saat ini. Arin tak lagi kuasa menahan butiran bening yang jatuh, karena air mata juga menetes dari mata Bhe, lelaki yang selama ini dikenalnya tangguh, tegar , bahkan sedikit temperamental. Arin menunggu apa yang hendak diucapkan Bhe sebagai tanggapan atas apa yang sudah disampaikannya . Tapi sekian menit Bhe menggenggam jemari Arin tak juga ada kata yang terucap.

“Aku tidak sanggup tanpamu Arin, Kamu yang enam tahun ini sudah menjadi sumber inspirasi, hulu ide dalam karya-karyaku, dan kau balurkan juga kekuatan hingga aku bisa bangkit dari keterpurukan seperti saat ini !”, tetaplah di sini Ar, ijinkan aku untuk selalu mendekam dalam penjara hatimu !” Akhirnya kata-kata itu keluar dari mulut lelaki yang telah dipenjarakan hatinya didalam hati Arin.

Di tempat yang sama , enam tahun lalu , diantara tumpukan dan hamburan jerami-jerami kering , Arin dan Bhe berkomitment untuk menjalani kebersamaan yang naif. Sejak saat itu mereka saling mengisi , saling memberi, dan saling mendukung. Semuanya berjalan menghantarkan Arin dan Bhe pada kebermaknaan dan kebermanfaatan hidup. Episode demi episode Mereka lalui dalam bingkai kebersamaan yang indah. Meskipun Arin dan Bhe sama-sama mengerti bahwa kebersamaan itu salah.

Bhe menatap Arin dengan sorot mata yang makin nanar , dia berucap “ Kebersamaan kita memang salah Ar, tapi tolong jangan salahkan rasa sayang yang Allah hadirkan . Aku sayang Kamu apa adanya , dan Kamu menyayangiku dengan caramu yang elok. Rasa itu tidak salah Ar, rasa itu anugerah , hanya saja rasa itu hadir disaat yang tidak tepat .” Hati Arin makin tersayat mendengar semua yang diucapkan Bhe. Arin sangat menyadari bahwa cinta yang hadir dan tumbuh dihati Mereka itu tidak pernah salah, yang semestinya tidak terjadi adalah ketika Arin dan Bhe membiarkan rasa itu terus tumbuh dan menjadikannya energi dalam membangun karya demi karya Mereka berdua.

“Bhe, sedalam dan seluas apapun kita saling menyayangi , ini tidak boleh terjadi , Kita sama-sama terbingkai dalam kesucian ikatan bersama orang yang menjadi pasangan Kita.” Ucap Arin dengan air mata yang semakin deras.

Bhe mengenggam jemari Arin semakin erat . Mereka berdua hanyut dalam ketidakrelaan atas apa yang harus terjadi. Sungguh cinta hadir dihati mereka dan menjadi kekuatan yang dahsyat untuk mereka berkarya .

Seindah apapun kisah mereka , “cinta” Arin dan Bhe tidak bisa terpadu dalam satu bingkai untuk saat ini, dan Arin merasa sangat bijaksana dengan keputusannya meminta Bhe pergi menjauh dari kehidupannya. Bijaksana jugalah Bhe yang menerima keputusan Arin meskipun dengan sangat berat hati. Mereka lepas tali tanda kasih yang telah mengikat hati enam tahun lamanya , menyisipkannya disela jerami menguning kering yang menumpuk , membiarkannya terburai terbang bersama debu-debu rapuh , dan mereka pergi menuju arah yang berbeda menyimpan kisah manis didalam lembar perjalanan hidup.

Cinta memang tidak pernah salah memilih hati untuk dihinggapinya, yang terkadang salah adalah sang pemilik hati dalam menyikapinya. Satu kalimat dari Arin yang harus tercatat dalam kamus hidup :“ adakalanya bijaksana itu menyakitkan , tetapi percayalah bahwa rasa sakit itu akan menjadi senyum kelegaan, karena makna dari bijaksana itu mengambil keputusan yang tepat bukan hanya untuk diri sendiri , tapi juga untuk orang lain. Dan Jerami-jerami itu sudah menjadi saksi dari harmoni cinta dan kebijaksanaan .

( Swah-ju , 13-09-2020 )

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Luar biasa cerpennya bund. Salam sukses selalu.

13 Sep
Balas

Terima kasih . Jadi malu saya . Masih belajar dan ingij terus belajar

13 Sep

Mantul bu cerpennya, cerita enak dibaca

13 Sep
Balas

Sukses selalu, salam kenal bu

13 Sep
Balas

Salam kenal juga. Terima kasih sudah membaca hasil pembelajaran saya.

13 Sep



search

New Post