“Kita terpasung pada banyaknya jumlah angka yang ternyata bisa kita buat sendiri. Ini terjadi tak hanya pada dunia tulisan juga pada dunia politik sebagai alat mendulang simpati” Sengaja saya mengutip komnetar dari seorang rekan yang ada di sebuah blog. Sebenarnya saya “mengerti” maksud dari yang disampaikannya, namun karena “alasan tertentu” saya tidak menyampaikannya disini.

Mungkin kita tidak akan terlepas dari simbul dan angka, kadang kita terjebak dalam urutan angka tersebut. Seseorang (dapat) dikatakan sangat pandai jika yang bersangkutan memperoleh nilai maksimal pada ujian yang diberikanya. Begitu juga sebaliknya dimana jika seseorang tersebut tidak dapat mengerjakan soal ujian yang diberikannya, akan diberikan nilai yang rendah, dan (dapat) dikatakan sebagai orang yang tidak pandai.

Bagaimanapun saat ini angka angka dan simbul tersebut memudahkan kita untuk menilai dan memberikan penilaian, begitu juga untuk menghimpun dan menghitung sesuatu, kita membutuhkan deretan angka.

Kadang kita dapat terhipnotis dengan angka yang super cemerlang yang kita anggap sangat istimewa, meskipun kita belum tentu tahu bagaimana orang tersebut mendapatkan angka yang diinginkannya. Deretan angka tersbut juga mampu untuk mendongkrak popularitas seseorang.

Tehnologi dibuat untuk memudahkan dan mempercepat sebuah proses, kita sering “tertipu” dengan kecanggihan tehnologi yang “kita anggap” sangat akura untuk mengukur, namun kita lupa bahwa tehnologi tersebut dibuat oleh manusia, dimana pada dasarnya manusia lebih hebat daripada tehnologi.