SURVEY KARAKTER BAGAI PUNGGUK MERINDU BULAN
"Survey karakter" bahan lama kemasan baru, lama karena subtansinya tidak baru, tapi dengan istilah kekinian. barangkali itu istilah yang agak tepat untuk wacana yang dipromosikan oleh pendidikan hari ini. Satu upaya pemerintah untuk memetakan dan melihat bagaimana karakter anak bangsa ini. Lewat sejumlah pertanyaan, siswa diminta untuk menjawabnya, sehingga akan diperoleh gambaran karakter anak dari hasil jawaban. Saya pikir usaha ini sangat harus diapresiasi. Apapun dan bagaimanapun tingkat keberhasilan test ini, yang jelas pemerintah sadar betapa pentingnya membangun karakter bangsa. Namun, sepertinya pemerintah sedikit lupa tentang prosesnya, atau kurang greget dalam menggali metode dan sistem agar anak berkarakter, tapi langsung ke pengukuran. Mestinya ya diproses dulu baru dinilai. Porsi proses harus lebih besar muatannya daripada penilaian. Apalagi karakter, sulit menilainya, apalagi kalau alat testnya cuma sejumlah pertanyaan tertulis, bisa jadi ya kamuflase saja. Kenapa?, Ya karena jawabannya bisa dimanipulasi dan dikreasi sesuai keinginan sendiri. Walhasil, gak sesuai fakta.
Karakter itu sebuah jiwa, bukan sebuah pikiran. Testnya ya gak tepat dong kalau pake test pikiran. Bagi saya, test menjawab soal-soal bernuansa karakter itu, tetap saja test pikiran, bukan test kejiwaan. Karena pada saat test dijawab, pikiran yang lebih banyak bekerja daripada jiwa. Test jiwa itu gak bisa instan kayak test pilihan ganda atau essay, test jiwa itu harus dihadapkan pada kenyataan yang tanpa sadar sifat dan watak seseorang akan tampak aslinya. Saya gak bermaksud ingin bilang kalau test survey karakter itu bakal sia-sia, tapi saya ingin menekankan bahwa ada hal yang lebih penting dari survey karakter itu. Usahanya dulu dong baru nilainya. Maksudnya?
Begini, untuk membentuk anak yang berkarakter dan berkepribadian luhur, usaha apa yang sudah dilakukan ?.. sistem seperti apa yang sudah dibangun?, Bagaimana bentuk kurikulumnya?, Apakah pembelajaran karakternya terpola apa tidak?, Apakah iklim dan lingkungannya mendukung atau tidak?...
Saya ambil satu contoh, saya sering saksikan kalau di sekolah sekolah ada kegiatan keagamaan yang diwajibkan pada anak-anak. Misalnya aja shalat berjamaah di masjid. Tapi, sayangnya para gurunya gak ke masjid. Paling hanya ada beberapa dan itupun guru PAI nya. Nah, inikan proses yang kurang baik, iklim yang kurang mendukung, karena gak ada contoh keteladanan di situ. Padahal, pendidikan karakter itu, ya.. keteladanan, proses pembiasaan, bukan sesuatu yang instan. Bahkan, bisa jadi hasil pendidikan karakter itu, bukan sekarang, tapi 10 atau 20 tahun kemudian.
Nah, sementara sekarang ini, kalau kita lihat porsi waktu belajar di sekolah, lebih banyak intrakurikulum nya kan? Dari awal masuk sampai bel keluar kelas, hampir semuanya intra kurikulum dan sangat sedikit hidden kurikulumnya. Saya sedikit ingin mengkritisi aplikasi kurikulum 13, yang katanya memprioritaskan sikap spiritual dan sosial. Tapi, setelah saya coba sedikit memahami, porsinya sangat kecil, toh kemampuan pengetahuan (K3) nya yang tetap lebih dominan. Jadi ya kayak pungguk merindukan bulan kan..
Yok sedikit kembali ke sejarah perjalanan bagaimana nabi Muhammad Saw mengajarkan karakter pada sahabat-sahabatnya. Nabilah yang terlebih dahulu mempraktekkannya barulah beliau contohkan kepada yang lain. Firman Allah, "Dan sungguh pada diri Rasulullah (Muhammad) teladan yang baik bagimu". Bagaimana Rasulullah mengajarkan keberanian dalam berperang, kesabaran, kegigihan, kedermawanan, toleran, saling bekerjasama, dan lainnya. Semua itu dengan keteladanan. Dan perlu dicatat, bahwa ujian karakter mereka itu, bukan dalam tulisan, tapi kehidupan.
Nah, sekali lagi, saya bukan bermaksud menafikan upaya pemerintah ini, tapi ada yang lebih penting untuk dirumuskan oleh para ahli, tentang kurikulum karakter, dan keteladanan. Tanpa keteladanan, jadilah apa yang sering kita dengar "guru kencing berdiri, murid kencing berlari".
Allahu A'lam
Sys, 12 okt 20
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
MasyaAllah. The real writing... Bener-bener fakta. Pendidikan karakter itu dilihat dr prakteknya, bukan via test. Keren pak. Setuju sekali.
Jazakillah ibu, semoga kita bisa menjadi guru yang baik dan bermanfaat bagi anak anak kita . Aamiin