syafrianti

Tinggal di Payakumbuh, mengajar di MTsN 5 Lima Puluh Kota, mengampu Mata Pelajaran IPA...

Selengkapnya
Navigasi Web
Sepeda Berkeranjang

Sepeda Berkeranjang

Hari semakin senja, Ana duduk termenung di depan rumahnya. Tiba-tia Ana dikagetkan dengan suara ibu

“Ana… melamun aja, ayo masuk, sebentar lagi magrib” ucap ibu sambil berlalu menuju kamar mandi

“iya bu” ucap Ana lesu menyusul ibu ke kamar mandi.

Mereka berwuduk bersama dalam kamar mandi sederhananya. Ibu mengambil air dengan menarik katrol dan Ana siap menunggu dengan ember besar di depannya. Di ruang tamu sederhana mereka, ayah sudah menunggu mereka. Seperti biasa mereka selalu berwuduk sebelum berangkat kesurau untuk melaksanakan sholat magrib berjamaah.

Lepas isya barulah Ana bersama kedua orang tuanya pulang. Mereka langsung menuju meja makan. Disana sudah tersedia pepes ikan asin, rebus daun singkong beserta bakar petai kesukaan ayah. Tidak lupa kerupuk sebagai pelengkap lauk mereka.

Begitu lahapnya ayah dan ibu makan, sedangkan Ana menghayal entah kemana. Nasi di piring tidak kunjung berangkat ke dalam mulut Ana. Tidak disadati Ana, ternyata ibu melihat hal tersebut.

“Anaaa.. ayo disuap nasinya, nanti nangis dia kalau kamu cuekin terus”, ucap ibu sambil tersenyum mellihat Ana.

“eeehh iiya bu” ucap Ana tersipu

“ada apa Nak?, kenapa kamu melamun?, apa kamu tidak suka masakan ibu?” ucap ayah sambil memandang putri kecilnya

“tidak ayah, tidak ada apa-apa, masakan ibu suuuuper enak kok” ucapnya sambil menyuap nasi yang ada di depannya.

Ibu dan ayah tersenyum dan geleng-geleng kepala melihat tingkah anaknya ini. Setalah makan Ana membereskan semua piring dan gelas kotor dan langsung mencucinya, sedangkan ibu menyimpan sisa makan dan menutup kembali.

Di ruang tamu terdengar suara ayah memanggil Ana,

“Ana, ayo kesini sebentar nak” ucap ayah kepada Ana

“iya yah” jawab Ana sambil berlari menuju ayah

“ayo duduk di sini nak” ucap ayah sambil menunjuk kursi kayu yang ada di hadapannya.

“Nak, sudah dua hari ini ayah perhatikan kamu melamun terus, ada apa nak?” ucap ayah lemah lembut kepada anak semaata wayangnya

“enggak ada apa-apa yah” ucap Ana santai seolah-olah tidak ada masalah

“juju raja, ayah dan ibu tau kamu itu bohong, nggak usah sembunyikan kalau kamu ada masalah” ucap ibu

“mana mungkin bu anak kelas 5 SD punya masalah, apa lagi anak ibu yang super rajin ini, tentu pelajaran tidak ada yang begitu bermasalah” ucap ana sambil tertawa riang

“tawamu itu enggak seperti biasanya, kamu ada keinginan?” ucap ibu menyelidik

“aah ibu, enggak” Ana mulai was-was karena dia memang mengiinginkan sesuatu, namun dia tidak mau memberatkan kedua orang tuanya.

“Ya sudah, kalau memang tidak ada, kamu ada tugas dari sekolah?” Tanya ibu

“udah Ana selesaikan tadi bu” ucapnya sambil tersenyum, takut ibu dan ayah curuga lagi.

***

Jam 5 pagi Ana sudah selesaai melaksanakan sholat subuh, sedaangkan ayah dan ibu belum pulang dari surau. Ana langsung mengambil alquran dan membacanya sampai ibunya datang. Setiap pagi ana selalu membantu ibunya membuat sarapan. seperti biasa nasi goring kesukaan keluarga kecilny, simple dengan lauk sisa semalam. Mereka bertiga begitu lahap menyantap sarapan pagi itu.

Setelah sarapan Ana langsung pamit dan menuju sekolahnya dengan berjalan kaki. Sedangkan ayah dan ibu berangkat menuju sayah dan ladangnya. Ana berjalan sendiri sedangkan teman-temannya sudah menggunakan sepeda. Ana menatap teman-temannya itu begitu asyik dan riang mereka berangkat bersama-sama. Ana kembali sedih, dia sangat berkeinginan mempunyai sepeda seperti teman-temannya, sepeda yang punya keranjang di depannya.

Ana menghela napas panjang, dan bergumam dalam hati

“andai aku punye tabngan yang banyak, tentu aku bias beli sepeda, kasih tau ayah dan ibu, tidak mungkin, nanti ayah dan ibu sedih tidak bias membelikannya sepeda jika beliau tidak punya uang”

Sampai di sekolah, Ana berjumpa Toni dan Nina,

“Ana, kamu tidak mau membeli sepeda?” Tanya Nina

“Mau lah, tapii saya tidak berani kasih tau orang tua ku, nanti mereka tidak punya uang” ucap Ana lesu

“kalai kamu punya sepeda kita bias berangkat sama-sama lho, nggak capek lagi jalan kaki” timpa Toni

“kalian saja yang berangkat bersama, aku tidak punya uang tuk membelinya” ucap Ana sambil berlalu dengan air mata berlinang.

Ana menuju kelasnya, duduk dan membisu. Sementara teman-temannya asyik bercerita tentang sepeda barunya. Cerita yang sangat menyawat hati Ana.

Ana membiarkan temannya berangkan pulang duluan, karena dia tidak mau sedih melihat mereka bercengkrama sambil mengayuh sepeda. Dipertigaan desa, mereka berjumpa dengan ayah dan ibu Ana, dan menyapa dan terus berlalu. Tidak sempat ayah dan ibu bertanya tentang Ana kepada mereka, padahal biasanya mereka selalu pergi dan pulang sekolah bersama. Ayah dan ibu saling pandang, dan seperti saling paham apa yang ada dalam benak masing-masing.

Ayah dan ibu duduk di beranda depan sambil menunggu Ana pulang, tidak lama setelah itu barulah Nampak anak gadis kecilnya muncul berjalan kaki masih. Ana langsung menghampiri ayah dan ibu dengan rasa heran.

“assalamu’laikum ayah, ibu” ucap Ana sambil menyalami kedua orang tuanya

“wa’alaikumsalam” ucap ibu dan ayah serentak

“lho kok ayah dan ibu cepat pulang” Tanya Ana heran

“kamu tidak suka ayah dan ibu cepat pulang?” ucap ibu sambil mencubit pipi chabi anaknya

“bukan begitu buuu” ucap Ana lagi

“Ana, ayah masih bertanya-tanya tentang perubahan dirimu nak?”

“perubahan apa yah?” ucap Ana

“kemana kamu sering melamun” ucap ibu

“apa kamu ingin sepeda seperti teman-temanmu?” Tanya ibu lagi

“eeengggak bu” jawab Ana gugup

“jujur saja nak, tadi teman-temanmu berjumpa dengan ayah dan ibu, mereka semuanya pakai sepeda, ayah rasa kamu juga kepengen” timpa ayah

Ana hanya menunduk dan tidak mau menjawab, walau dalam hatinya menjawab iya, namun dia tidak mau membuat orang tuanya susah.

“nak, kalau kamu kepengen sepeda, bapak janji dulu ya, sampai padi kita panen, karena uang ayah dan ibu memang belum cukup untuk membeli sepeda” ucap ayah

“tttttidak yah, Ana nggak mau sepeda kok” ucap Ana terbata.

“sudahlah, ayah dan ibu tau kok, bagaimana rasanya ditinggal teman-teman dan berjalan sendiri ke sekolah.”. ayah janji, dua minggu lagi, insyaallah ayah belikan” ucap ayah berlalu

Ibu lalu merangkul anaknya masuk rumah. Mereka membersihkan badan, sholat zuhur. Setelah itu ibu masak telur dadar, goreng sambal dan mereka makan dengan lahapnya.

Dua minggu ayahpun menepati janjiinya. Ana diajak kepsar untuk memilih sepeda yang dia mau. Sepeda yang ada keranjang di depannya. Itulah sepeda yang diimpikan ana. Sungguh Ana memang anak yang baik hatinya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren ri

29 Jun
Balas

Terimakasih uni

02 Jul

Terimakasih uni

02 Jul



search

New Post