Syamsul Bahri

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Keberartian Cinta Seorang Ayah

Dunia pendidikan termasuk dunia parenting dihebohkan dengan pembunuhan seorang bocah 5 tahun oleh seorang pelajar putri masih SMP di Jakarta. Saya tidak ingin menjudge pelajar ini, sebab munculnya suatu kasus adalah multi faktor, dan multi penyebab.

Sebagai seorang ayah, saya hanya mampu merefleksi, betapa anak-anak sangat membutuhkan cinta, kasih sayang, perhatian, kedekatan emosional seorang ayah.

Konon kabarnya remaja putri ini terinspirasi oleh film horor best seller dalam box office Amerika, judulnya Chucky, yaitu boneka kejam yang suka menghabisi manusia. Selain itu,termotivasi juga oleh the Slender Man, karakter kartun kurus yang suka menculik anak kecil, dan pembunuhan berantai para remaja.

Anak remaja yang sedang mencari identitas diri, akan mengidentifikasikan dirinya dengan tokoh-tokoh yang dianggapnya idola. Mungkin idola remaja ini adalah Chucky dan Slender Man, sehingga dia menjadi gadis yang maniak film horor. Tidak sekadar suka menonton, tapi merealisasikan tontonan itu di dunia nyata. Menyiksa seorang bocah, membunuhnya, memasukkan ke lemari, merasa puas setelah membunuh, kemudian menyerahkan diri ke Polsek setempat.

Berdasarkan keterangan polisi, barang bukti yang dikumpulkan, ada 14 lembar kertas berisi gambar sekaligus tulisan, dan satu papan tulis. Tulisan yang disertai gambar tersebut mendeskripsikan bahwa hubungannya dengan sang ayah kurang dekat. Cinta seorang ayah kurang dia peroleh. Konon kabarnya ayah dan ibunya sudah bercerai. Di antara redaksi tulisannya seperti ini:

”If you not want death. I will make you go to grave"

”My dad is my crush, I want to leave my dad or my dad is death"

"Keep calm daddy bondage and give me torture"

Seorang anak tidak sekadar butuh belanja, makan, minum, dan pakaian tercukupi. Anak juga butuh perhatian, kasih sayang dan cinta dari ayahnya.

Terkadang saya sendiri merasa, karena kesibukkan mencari nafkah, membuat ayah tak punya kesempatan mendidik anak-anaknya sendiri. Padahal saya tahu bahwa peran ayah dalam mendidik anak tidak tergantikan oleh peran ibu. Kita kenal tokoh hebat dalam Islam, seperti Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam, Nabi Ibrahim As, Lukmanul Hakim, Imran, dan para sahabat lainnya sangat berperan dalam pembentukkan kepribadian anak-anaknya. Ini saya bagaimana? Ampuni saya ya Rabb.

Situasi akan bertambah rumit, jika si ibu sebagai partner mendidik anak juga ikut bekerja sebagai wanita karir atau pengusaha yang sibuk dengan bisnisnya, sehingga urusan pendidikan anak dipasrahkan sepenuhnya kepada lembaga pendidikan. Saya bukan menentang wanita bekerja, toh Islam membolehkan wanita bekerja, namun harus bisa memenej waktu secara ketat.

Masalahnya, jika kita lihat di negara fatherless, country banyak permasalahan pendidikan yang terjadi karena ketiadaan peran ayah dalam pengasuhan dan pendidikan anak. Ketika anak bermasalah, yang dimintai pertanggung jawaban oleh Allah bukanlah ibunya, tapi ayahnya. Peran ayah sangat urgen dalam realisasi ayat "Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka."

Hakekatnya, kewajiban utama seorang ayah bukanlah mencari nafkah, melainkan ia sanggup berdaya membangun kapasitas dirinya sebagai sang pemimpin dalam keluarganya. Surga Neraka atas dirinya, istrinya dan anak-anak ada dipundaknya. Peran ayah dalam pengasuhan adalah kualitas, dan peran ibu dalam pengasuhan adalah kuantitas.

Tugas ayah mencari nafkah adalah kewajiban, agar kebutuhan hidup keluarga terpenuhi. Terutama untuk mendukung kebutuhan jasmani, aktivitas ibadah secara baik. Karena tujuan utama kita diciptakan Allah di dunia ini adalah untuk beribadah kepadaNya

Ada beberapa sebab, kenapa sang ayah harus terlibat aktif dalam pengasuhan anak. Salah satunya yang terpenting yaitu, ayahlah yang utama dalam mendidik aqidah. Karena untuk mengajarkan tentang keimanan ini tidak bisa dengan kecerewetan sang ibu. Tapi butuh maskulinitas sang ayah yang mampu menjadi raja tega. Sang ayahlah yang membuat visi misi dalam mendidik keluarga, sedangkan sang ibu adalah pelaksana pendidikan. Jika bukan oleh ayah, maka yang dididik adalah akhlaq. Namun akhlak ini hanyalah buah keimanan. Jika aqidahnya tidak kuat, maka akhlak akan rapuh.

Kembali ke gadis tadi. Secara kasat mata dari pemberitaan media, seorang muslimah berjilbab. Mungkin beribadah normal sebagaimana layaknya seorang muslimah. Bahkan menurut keterangan polisi gadis ini termasuk remaja cerdas dan berprestasi serta pandai berbahasa Inggris. Ternyata itu semua belum cukup untuk menjadikan seorang muslimah menjadi muslimah shalihah, tangguh, dan istiqamah. Dia butuh sosok, perhatian, kasih sayang, dan cinta seorang ayah untuk mengantarkannya menjadi seorang muslimah shalihah nan sejati.

Pesan saya pada diri saya sendiri, dan pada semua ayah. Ikutlah terlibat dalam pendidikan anak-anakmu. Sebelum semuanya terlambat.

Sungayang, 12 Maret 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post