Ketika Cinta Diuji dengan Nafkah
Perempuan ada yang teguh memegang cinta, ada juga yang gampang mengeluh jika nafkahnya kurang, hingga cinta berkurang. Apapun masalahnya, cinta selalu diuji dengan kekurangan, terutama dengan nafkah.
Banyak curhatan wanita tentang nafkah, misalnya:
“Suamiku nafkahnya selalu kurang. Malas kerja. Tidak bertanggung jawab. Aku capek. Aku mau cerai saja.”
“Aku ingin bekerja, tapi suamiku gajinya tidak naik-naik. Keenakan dia, mentang-mentang aku bisa cari uang. Sebenarnya aku capek, tidak tahan, mendingan pisah saja.”
“Aku tidak mau jika suami pegang ATM, kawatir habis beli ini dan itu, tapi ya isi ATM selalu segitu-segitu terus, tidak pernah naik-naik. Padahal aku ingin beli ini dan itu. Aku tidak kuat, aku ingin ke pengadilan agama.
Astagfirullah...! tunggu dulu emak-emak hebat. Hindari terlalu cepat ingin berpisah. Jika kita mau bernustalgia ke masa lalu, tatkala menerima lamaran suami, kan tidak karena harta, tidak karena kekayaan, bukan karena dia sudah memiliki pangkat dan berpenghasilan bukan? Bahkan katika itu, sempat terbersit dalam hati “Andai dia belum punya apa-apa, tak mengapa. Masalah harta, bisa diusahakan bersama, diperjuangkan berdua. Mau saja dia melamar saya sudah alhmadulillah. Di antara banyak wanita saya yang dipilih jadi istrinya, betapa beruntungnya aku, tatkala ada di belahan dunia lain, banyak wanita yang tidak bersuami, hidup lajang dengan seabrek beban hidup, tambah lagi ditinggalkan kedua orang tua, karena meninggal saat perang.
Haripun berlalu, bulan pun berganti. Setahun dua tahun berumah tangga, Istri mulai dihinggapi banyak kecemasan. Dari kecemasan suami tergoda wanita lain, sampai kecemasan finansial. Apalagi melihat lingkungan sekitar, ekonomi orang lain meningkat pesat. Semuanya mau diborong, mulai perabotan rumah tangga, sampai aneka asesoris perempuan, sampai barang-barang mewah. Jika dibandingkan dengan keluarga sendiri, berjalan amat pelan, jika pun berjalan, namun terkesan amat lambat.
Kemudian mulai membuka kamus perbandingan antara diri dan keluarga lain. Akhirnya muncul pikiran negatif “Jika begini terus, ekonomi pas-pasan, kadang juga tidak cukup, kira-kira kapan bisa beli kenderaan? Kapan bisa memiliki rumah? Anak-anak nanti bagaimana, apakah dapat masuk sekolah unggul tidak ya?, kapan pula bisa refresing seperti orang-orang, makan di restoran mewah, belum lagi harga fashion mermerek semua. Aku benar-benar tidak beruntung punya suami aneh seperti ini.”
Astaghfirullah... Mak.
Begitulah salah satu gangguan pikiran negatif di benak seorang istri. Lebih mengkawatirkan keadaan diri, anak-anak, dan kesejahteraan. Akibatnya, muncul kekecewaan pada suami. Kecewa tersebut dipendam dalam hati terdalam. Kadang juga muncul ke permukaan dalam bentuk sinis, malas melayani suami, dan kadang marah-marah tidak karuan.
Padahal, punya suami kurang dalam harta adalah qodho. Takdir yang harus diterima. Ujian yang harus dihadapi. Sebagaimana yang mendapat suami kaya raya, juga ujian. Misal berpotensi selingkuh atau poligami. Ya kan?
Jadi tetep berpikir jernih. Penyikapannya, kembali pada sikap kita terhadap qodho:
Menerima suami apa adanya. Lebih baik berdua mencari solusi, memperjuangkan ekonomi keluarga. Sebab membangun rumahtangga adalah perjuangan menuju tujuan abadi yaitu syurga Allah.
Memang, nafkah adalah kewajiban suami. Tetapi saat suami "lemah", istri bisa ambil bagian menjadi solusi. Sembari terus menularkan solusi itu agar diambil-alih suami, sampai hilang kelemahannya. Dimampukan oleh Allah Swt. Bukankah hidup ini tak selalu ideal?
Berumah tangga itu bermesra dengan pasangan. Berjuang untuk melanggengkan bahtera rumahtangga. Mewujudkan ketahanan keluarga. Menciptakan bahagia bersama. Menuju jannah sebenarnya.
Maka, pelajaran berharga sebelum menikah adalah keimanan terhadap qadha Allah. Segala ketetapan Allah, tidak dapat diganggu gugat. Semuanya ujian sekaligus tantangan yang harus dihadapi dengan kekuatan hati, akal, dan keterampilan memenej emosi, ridha dengan suami, dan berterima kasih atas setiap pemberian, walau menurut emak tidak berharga.
Batusangkar, 08 Maret 2020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar