Aku Tak Mau Mengakuinya
Dengan langkah lunglai karena perutnya yang sudah membuncit, Sumini memenuhi panggilan kepala sekolah baru yang sejak awal pertemuan sangat ditakutinya. Tangannya mulai dingin, jantung berdegup kencang namun tetap berusaha tenang duduk di kursi tamu kantor meskipun dengan kepala menunduk.
Dengan bijaksana dan santun Ibu Kepala Sekolah baru itu pun, menyarankan pada Sumini agar mengakui segala tuduhan seluruh temannya. Dalih untuk memperoleh pahala dari Allah diutarakan Ibu Kepala Sekolah yang ditakutinya tersebut. Ibu Sam’ah nama kepala sekolah itu pun melanjutkan membujuk Sumi agar ikhlas dengan apa yang terjadi, beliau percaya pada Sumi karena sudah tahu dengan pengambilan data tiap hari tingkah laku Sumi meskipun Sumi sendiri tidak mengetahuinya. Tuhan tidak akan membuat hidup Sumi menderita dengan ikhlas mengakui tuduhan semua personil sekolah, buat apa mencari kebenaran di hadapan manusia, Tuhan Maha Segalanya. Dan beberapa paparan lain untuk membuat Sumi segera mengakui apa yang tidak dilakukannya.
Isak tangis Sumi mulai meronta, menatap penuh belas kasih kepada Bu Sam’ah agar tidak memaksa dirinya mengakui apa yang tidak pernah ia lakukan.
“ Manusia Setan! Tidak tau diuntung. Ditulung malah menthung. Kurang ajar. Jangan percaya dia , Bu. Kelihatannya kalem tapi hatinya jahat seperti Serigala berbulu domba!” Teriak Bu Sensi tiba-tiba. Sumi terkesiap dan semakin tak bisa berkata apa-apa. Keringat dingin berkucuran. Ia berusaha mengangkat pantatnya untuk berlari sejauh mungkin, namun buru-buru Bu Sam’ah menarik dan menggenggam tangan Sumi kuat-kuat seraya mengelus-ngelus punggungnya. Kabut putih berdiri tegar di pandangan Sumi, semakin lama semakin tebal apalagi begitu banyak tuduhan jahat yang tak pernah dilakukannya terus menggerus kekohokan hati Sumi untuk bertahan dilontarkan Bu Sensi.
Ada gesekan hangat di tangan Sumi, tangan yang selalu menggenggam telapak kecil tangannya untuk tetap bersabar. Istigfar, Sum, istigfar Arek Ayu. Sakne bobotane. Istigfar, Arek Ayu.” Suara itu seperti sering didengar Sumi. Dibukalah kelopak matanya pelan dan ragu, raut wajah penuh kasih milik Bu Sam’ah memberikan senyum manis dan penuh penyesalan. Pelan dan penuh kasih Bu Sam’ah menyarankan Sumi untuk bangun pelan-pelan. Dengan bantuan Bu Atur, Sumi bangun dan beranjak pulang.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Oalah mimpi.. Hahaha.. paragraf e dijadikan 3 mbak.. biar jd pentigraf.
Niku pun tiga oaragraf e perasaan mbak. Ku pingsan Ra mimpi mbak
Bagus pentigrafnya BuSaya suka
Alhamdulillah.sembanuwun Bu
Sumi mimpi?
Nyata Bu. Pingsan hehehhe
sepertinya begitu bu, di bangunin tu
sepertinya begitu bu, di bangunin tu
sepertinya begitu bu, di bangunin tu
Ooh mimpi ya..keren ceritanya..
Mboten Bu. Nyata bukan mimpi tapi pingsan bu.semvanuwun Hadirnya
Slaam kenal Bu
Pentigrafnya keren
Alhamdulillah.awalnya takut Bu. Kok ramai pentigraf di MGI jd pingin.sembanuwun Bu