Tacyna Kustanti

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Qodaran?  Alhamdulillah

Qodaran? Alhamdulillah

Qodaran? Alhamdulillah

Tak seperti biasanya, meskipun tidak puasa, aku tetap bergelayut manja di lengan suamiku. Teriakan histeris langit dan tangisannya yang mengharu biru semakin membuatku memeluk erat lengan suamiku, bahkan seluruh tubuhnya pun kubuat guling bernyawa. Hhhhhh.

Paranoid akan hujan deras disertai Guntur dan angin kencang tidak dapat kuhilangkan meskipun kasih sayang dan pengertian yang diberikan suamiku berlimpah ruah. Aku tahu, diam seakan tertidur pulasnya, memang dibuat-buat agar aku terbiasa dengan adanya hujan yang memang tiap tahun akan datang lha wong Indonesia ini kan hanya ada dua musim hehehe. “ Mas, say, kang, pak, sayangku.” Bisikku sambil berulang-ulang mempermainkan lubang hidung dan telinganya. Aku berusaha membuat suamiku bersedia menemaniku ngobrol agar dapat menghilangkan rasa takut yang dari tadi berusaha kuhilangkan, namun tak bisa. “ Mas, itu suara apa pletok-pletok di belakang kamar kita, itu?” tanyaku dengan tetap berusaha membuka kelopak matanya. “ayo dong, Mas. Kita intai, kali aja ada sesuatu yang gimana gitu.” Lanjutkan memaksa sambil berusaha membangunkan tubuhnya agar segera duduk dan kemudian beranjak menuruti kemauanku. Eeeeee, begitu berhasil duduk , “ piye ra plettko-plethok wong mau bengi udan deres.” Jawabnya malas daaaaaaan dlosor direbahkannya tubuhnya di sampingku, tak menggubris perasaan risauku.

Aku mencoba meraih ponsel dan kunyalahkan datanya, calng cling bertubi-tubi membuat suamiku menutup telinga dan mulutnya yang bersungut-sungut kemudian membalikkan badan membelakangiku. Aku pura-pura tak menghiraukannya, kubuka satu demi satu pesan dalam kotak whatshap di ponselku. Dan aku terpaku pada japrian teman SMP-ku tentang Hikmah Pagi. Kupretheli satu persatu tiap kata dan kupastikan tak ada yang kata yang terlewati.

Aku sengaja meninggalkan perempuan sepuh itu. Pisang telah kuletakkan di mobil. Mesin mobilpun kunyalakan..., agak menjauh dari perempuan sepuh itu. Kumasukkan beberapa lembar uang sepuluh ribuan yang masih baru kedalam amplop, cukup dibagi satu-satu untuk anak TPA yang katanya berjumlah limapuluhan tadi.

Penutup lem amplop kubuka lalu kurapatkan kembali.

"Ini mbah, sudah saya tukar, sudah pas nggih...!"

Perempuan sepuh itu, menerima amplop masih dengan tangan ndredheg, gemetar. Tanpa menunggu jawaban, aku segera pergi meninggalkannya.

Esoknya aku mampir lagi, tapi tempatnya kosong, berikutnya aku mampir lagi. Eh masih kosong juga?

Penasaran kutanyakan pada ibu pedagang sebelahnya.

"Mbahe kok nggak jualan Mbak?"

"Oh nggak! Beliau..., jualan kalau panen pisang saja!

Sampeyan to yang kemarin ngasih amplop?

Walah, Mbahe nangis _nggugluk...., jare bejo, dan dapat qodaran."

Barangkali yang dimaksudkan adalah lailatul qodar.

Malam yang konon lebih baik dari 1000 bulan. Saat para malaikat turun dari langit, ke 'langit hati' kita. Menyelesaikan segala urusan.

Ada sesuatu menghujam, kecewa karena kodrat seorang wanita sehingga tak dapat ikut berlomba meraih Rahmat-Nya yang diturunkan melalui para malaikat berhasil meneteskan air mataku. Kulirik suamiku yang berpura-pura terpejam, kubiarkan senyum tipis karena memperhatikan kegethuanku (asyik) berbincang dengan ponselku. Kubuka status dan di sana kulihat status Bu Eka mengenai plasma penderita covid-19 yang sudah sembuh dapat dijadikan vaksin bagi penderita covid-19. “ Bu, minta screanshotannya dong.” Pintaku dan tanpa menunggu lama kuperoleh screanshotan itu. “Mas, mas , alhamdulillah lailatur qodar itu datang, pelangi sore kemarin benar-benar tanda dari Yang Maha Kuasa, lailatul qodar benar-benar nyata, Mas.” Teriakku sambil menggoyang-goyang tubuh suamiku. “ ada pa toh, Yang. Seperti ada gunung meletus aja.” Gerutu suamiku seraya mengucek-ngucek matanya agar bisa lebih terang membaca screanshotan yang kuarahkan padanya. “ googling ae lho, biar jelas.” Saran suamiku tak kujawab dan lansung ku- googling, lhaaaaa, kuperoleh alamat link https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20200429141847-199-498496/plus-minus-terapi-plasma-darah-obati-pasien-corona

Kubaca dengan pemahaman kata demi kata yang ada dalam link dengan keras karena suamiku juga berminat. Semoga plasma darah dari penderita covid-19 yang sudah sembuh dapat menjadi pertanda berakhirnya pandemi yang ada. Dunia ada pagi ada malam, ada putih ada hitam. Jadi, aku pribadi bersyukur dan menganggap penelitian ini merupakan lailaitur qodar yang benar-benar nyata. Pelangi yang tersenyum manis kemarin sore menandakan begitu banyak Rahmat Allah yang diberikan kepada seluruh manusia. Tinggal bagaimana kita memanfaatkan bekal akal yang diberikan-Nya kepada kita. Alhamdulillah sungguh banyak lailatul Qadar yang kudapat di Ramadhan masa pandemi ini. Manfaat bunga Kenop dan penelitian plasma darah merupakan Rahmat yang diturunkan Allah kepada manusia untuk melawan pandemi. Semoga pandemi segera berakhir sebagai hari kemenangan seluruh umat manusia. Amin.

Mojokerto, 21 Mei 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Qodaran, Alhamdulillah. Semoga Covid-19 cepat bersahabat dengan kita. Sahabat yang senantiasa melindungi dan menjaga.

21 May
Balas

Amin Amin Amin Amin Ya Robbal Alamin.itu yang saat ini kita harapkan bersama niih bu.sembanuwun hadirnya Bu

21 May

Qodaran, Alhamdulillah. Tulisan yang keren Bu. Salam Literasi

21 May
Balas

Alhamdulillah. Sembanuwun Bu Ninik. Salam

21 May



search

New Post