Hari ini Tini sok-sokan menyibukkan diri untuk berusaha sebisanya membantu penerimaan calon murid kelas satu SD. Pagi sekali direncakan untuk datang hingga tidak sarapan, namun tetap saja kedahuluan kepala sekolahnya.

     Hingga pukul 12.00 lebih Tini belum juga bisa makan meski hanya sekedar satu atau dua sendok saja. sekotak nasi yang disiapkan untuk makan siang pun tak disentuhnya. Tini pun pulang dengan kepala nut-nutan.Melihat tumpukan cucian piring, ia pun bergegas membersihkan seraya memasak air untuk membuat secangkir kopi. Lima belas menit berlalu, semuanya beres, Tini pun menikmati kopi hangatnya. Tini berusaha membuka tutup mata agar bisa tertidur meski hanya sepuluh atau lima belas menit. Semua sia-sia, karena pusing masih melanda.

   Tini meminta suaminya untuk pergi ke tokonya Bu Tarjo. Ketika pesanan belanjaan Tini belum sampai selesai ada seorang lelaki mencari mie instan dan telur. Terpaksa Tini yang mengalah dengan maksud agar bisa tetap bercerita ngalor ngidul. " Ada totole, Bu?" Tanya lelaki itu dengan serius. Mbak Sum mengatakan apa itu totole yang kemudian dijelaskan jika totole itu semacam penyedap rasa. Karena mbak Sum mengatakan tidak ada, Tini yang dari tadi memendam senyumnya nyeletuk," Pak, totole memang Ndak ada, tapi kalau Thole ada." Tanpa disangka lelaki itu menjawab dengan senyum, Bu. Ini Tholenya." Seraya menunjukkan kepala botaknya. Kami pun terbahak-bahak seakan sudah akrab saja. Bu Tarjo yang terkenal pendiam pun menjawab dengan masih tertawa lepas" kalau njenengan bukan Thole lagi, Pak. Tapi Bapakne Thole." Hhhhhhhh totole totole