JANGAN ADA DUSTA ANTARA KAU, AKU DAN DIA tagur hari ke 20
Tidak ada yang salah bila aku menerima pinangan Uda Febri. Ia sudah berpisah secara resmi di pengadilan agama dua tahun lalu. Aku juga sudah tiga tahun ditinggal suami untuk selamanya. Jabatan Uda Febri di salah satu BUMN juga sangat menjanjikan. Pasti ia mampu membiayai ke dua putrinya, tanpa mengurangi hak ku sebagai istri nantinya, kalau aku bersedia menerima lamarannya. Anakku 2 orang juga sudah bekerja, tinggal yang bungsu saat ini sedang magang di kantor pemerintahan. Kalau mau aku tinggal memikirkan diri sendiri, tapi tidak semudah itu untuk memutuskan menikah yang kedua kali. Bagiku, menikah lagi setelah punya anak itu sangat rumit. Banyak hal yang harus dipertimbangkan.
Aku belum memberikan jawaban atas pinangan Uda. Aku minta waktu untuk istikharah, memohon petunjuk pada Yang Maha Mengetahui. Tiba tiba saja pemikiran itu muncul, aku ingin bertemu dengan ibu anak anak Uda Febri.
[ Da, kita harus bertemu bertiga, dengan istri pertama Uda. Kebetulan Rani pulang, ada loka karya di UIN IB]
Uda Febri langsung menelpon, untuk apa bertemu bertiga? Banyak hal yang harus dibicarakan menurutku. Sekalian aku menguji kesungguhan Uda Febri. Pabila ia bersungguh sungguh ingin menjadikan aku sebagai pelabuhan terakhirnya, permintaan ini akan ia penuhi, karena ini permintaan sederhana. Uda Febri setuju. Kami akan bertemu dua hari lagi , di hotel tempat aku menginap.
########
Tepat jam 10 pagi Uda bersama Uni Hilma sampai di penginapanku. Dulu waktu suamiku masih hidup, kami sering menginap di sini. Hotel ini kepercayaan kantor tempat suamiku bekerja. Saat harus training ke daerah, maka pilihan menginap hanya di sini. Manajer hotel masih mengenal ku dengan baik, malah aku diberi bonus kamar " sweet room", kamar yang dilengkapi ruang tamu. Jadi sangat nyaman untuk mengajak Uda Febri dan Uni Hilma berbicara.
Kupeluk wanita yang hampir sebaya dengan ku itu, walau terasa ia agak ragu ragu.
" Ayo silakan duduk"
Uda Febri tersenyum saja. Mereka berdua kelihatan sangat kaku, ya seperti mantan ketemu mantan he.he.
Kusuguhkan teh hangat yang sudah disediakan oleh petugas hotel. Kusajikan juga beberapa potong kue yang aku bawa dari Jakarta.
" Silahkan dicicip Da, Uni"
Uni Hilma mengangguk,
" Berapa hari di Padang Ran?" Uni bertanya
" Mungkin tiga atau empat hari Un, tergantung hasil loka karya nanti".
Uda Febri, tidak mau memulai pembicaraan .
" Rani mau membicarakan apa dengan Uni?" Uni Hilma mungkin tidak enak berlama lama saling diam dengan Uda .
" Uni, Rani mohon maaf, sudah mengganggu Uni. Mungkin Uda sudah berkabar ke Uni, tentang keinginan beliau untuk menikah lagi. Hal itu sudah Uda sampaikan ke Rani. Menurut Uni bagaimana?" . Kulihat matanya memerah, aku bisa memahami, pastilah ada perasaan tidak rela , apa lagi Uni Hilma punya dua orang putri dengan Uda.
" Terserah Uda saja, kami kan memang sudah berpisah. Uni tentu tidak punya hak untuk menyuruh dan melarang", kugenggam tangan Uni, suaranya mulai serak. Aku juga merasa bersalah. Uda Febri hanya memandang ku dengan penuh tanya.
" Uni, andai Rani menerima pinangan Uda Febri, kita harus jadi saudara. Hubungan Uni dan Uda tentu tidak bisa putus begitu saja. Ada dua orang putri yang harus tetap mendapatkan kasih sayang Ayah dan Ibunya. Demikian juga kalau Uni menikah, tetap saja anak anak tidak boleh kehilangan kasih sayang dan tanggung jawab kedua orang tuanya. "
Air mata Uni makin kelihatan. Sementara Uda Febri belum juga bersuara.
" Sebenarnya menerima Uda Febri bukanlah hal mudah. Menolak nya juga tidak gampang. Uda Lelaki yang baik, taat, punya rasa sosial yang tinggi, dan tidak perlu kuatir kekurangan materi bersama nya" aku sengaja menyanjung Uda, ingin melihat reaksi Uni Hilma.
" Kalau menurutkan hati sendiri, Rani ingin menerima Uda sebagai suami"
Uni Hilma terisak, Uda Febri juga matanya memerah. Mungkin di hati mereka masih ada rasa.
" Uni, bagi Rani menikah kembali tidak bisa diputuskan begitu saja. Banyak hal harus dipertimbangkan. Rani juga punya tiga orang anak, dua laki laki satu perempuan. Rani tidak mau melukai hati mereka"
Uda Febri menatap ku.
" Kembali lah bersatu, demi anak anak. Rani juga yakin, masih ada rasa cinta di hati Uda dan Uni"
" Nggak papa Rani, kan Uda sudah melamar Rani. Uni nggak masalah"
" Sesuai rencana kita saja Ran", Uda Febri bersuara.
" Uda dan Uni harus mendengarkan penjelasan Rani dulu. Tidak ada hal yang membahagiakan anak anak, selain melihat ayah dan ibunya bisa bersama kembali. Bagi Uda, bersama Uni dan anak anak adalah yang terbaik. Andaikan kita menikah, anak anak Uda terluka hatinya. Anak anak Rani juga, mungkin anak Rani akan menganggap Rani tidak setia pada almarhum ayahnya."
Uni Hilma masih terisak.
" Da, andai kita menikah, kita tidak mungkin lagi punya anak. Kalau Rani meninggal duluan siapa yang akan merawat Uda di hari tua? Anak anak Uda pasti tidak tulus lagi untuk merawat Uda. Karena dia kecewa dengan pernikahan kita. Nggak mungkin Uda dirawat oleh anak anak Rani, karena dia juga nggak rela ibunya menikah lagi"
Uda Febri terbelalak,
" Pembahasan nya tidak usah jauh jauh Rani, hari tua gimana takdir saja"
" Bukan begitu Da,kita harus berfikir jauh ke depan. Hidup kita bukan untuk kita sendiri. Terimakasih Uda sudah menyimpan rasa begitu lama pada Rani. Begitulah hidup Uda, tidak semua yang kita impikan bisa kita wujudkan. " Uda dan Uni menatap ku lekat, bak seorang dosen, aku melanjutkan.
" Hidup ini seperti menjalankan puasa Da, saat puasa kita harus menahan hawa nafsu, menahan marah, menahan pandangan, menahan keinginan untuk tidak makan dan minum di siang hari. Apakah keinginan kita hilang saat puasa? Tidak, keinginan untuk makan itu ada, bahkan kita merencanakan ta'jil buat berbuka saat magrib datang. Begitu juga hidup, setelah kita menikah , tidak serta merta membuat pasangan kita adalah yang paling baik. Justru kadang, makin lama usia pernikahan makin kelihatan kekurangan pasangan kita. Kadang malah kita digoda, kelihatan orang lain lebih menyenangkan dari yang kita miliki. Namun kita harus bersabar, harus mengendalikan diri. Kita kembali pada tujuan pernikahan , membentuk keluarga yang bahagia, sakinah mawadah warahmah. Di sini diperlukan saling memahami, saling memaafkan, saling berjiwa besar saling menghargai dan saling menyayangi. Sikap ini harus senantiasa dipelihara"
Uda Febri tertunduk, Uni Hilma masih menangis.
" Apapun penyebab perpisahan Uda dan Uni, lupakanlah. Mulailah kembali dari nol. Saling memaafkan secara tulus. Tidak ada yang lebih baik, selain bersama kembali. Ini yang terbaik untuk saat ini dan hari tua nanti."
Uni Hilma memegang tangan ku, ia kembali terisak.
" Uni harus percaya pada Rani, ini bukan basa basi, Rani tidak kan pernah main belakang Uni. Tapi kalau Unii tidak mau kembali pada Uda, maka Rani akan menerima lamaran Uda Febri"
Mataku juga basah. Penuh perjuangan untuk menolak lelaki yang telah tiga puluh empat tahun menyimpan rasa padaku. Aku bener bener memikirkan hari tuanya. Aku tidak mau ia diabaikan oleh anak kandungnya di usia senja. Biarlah rasa ini diterbangkan angin ke mana saja, asal tidak membuat jarak antara ia dan anaknya.
Cinta memang tidak bisa diduga
Sulit diterima saat sudah memilih, namun rasa suci itu masih bersemayam di hati yang lain.
21 Syawal 1441 H
13 Juni 2020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar