Taty Rahayu

Nama Taty Rahayuningsih, lahir di Banyumas 6 Januari 1969. Saat ini bekerja sebagai Pengawas Sekolah di Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor propinsi Jawa Barat. Ho...

Selengkapnya
Navigasi Web
SENJA DI SUKHUMVIT
8 Oktober 2020

SENJA DI SUKHUMVIT

Janni, adalah panggilan manis Senjani, dan Pras selalu memanggilnya Janni. Aku sendiri merasa sangat senang dengan panggilan Janni, terdengar mesra di telingga dan mekar bagi bunga di taman hati. Saat itu aku sedang mengikuti tugas belajar di University Bangkok beasiswa dari pemerintah. Pertemuanku dengan Pras tidak disengaja, waktu itu kami satu gerbong kereta menuju Phrom Phong dan mulai saat itu aku selalu menerima pesan singkat dari Pras melalui whatsapp, dan saat itu pula aku berharap bisa bertemu kembali. Ternyata Pras berada di Bangkok juga sedang mengikuti pelatihan dari tempatnya bekerja. Entahlah, sejak saat itu aku selalu merindukan canda Pras melalui whatsapp.

Dering ponsel menghentikan keasyikanku. Sebuah pesan kuketahui itu dari nadanya. Dengan semangat aku meraih ponselku kudapati nama Prasetya di sana. Rasanya mata yang sudah lowbat ini seperti terisi penuh hanya dengan melihat namanya saja dan tanpa kuperintah sebuah lengkungan dari telinga ke telinga terukir di wajahku. Entah sejak kapan aku begitu bahagia saat Pras menelepon ataupun sekedar men-wa-ku. Entahlah mungkin sejak pertemuan dalam perjalanan Phrom Phong. Sejak itulah kami menjadi teman akrab walaupun kami beda kepentingan. Aku kuliah di university Bangkok dan Pras mengikuti pelatihan dari tempatnya bekerja. Mungkin karena kami sama-sama dari Indonesia komunikasi jadi lebih akrab. Bisa dibilang Pras hampir tahu segala hal tentangku, hampir semuanya. Kecuali siapa diriku di sisi yang lain.

Sejak saat itu Pras mencoba untuk selalu dekat dengan diriku mulai sekedar bertanya tentang pelajaran ataupun tentang kegiatanku dalam sehari, aku merasa Pras ingin selalu dekat denganku, atau mungkin karena perasaanku yang terlalu berlebihan? Yang pasti Pras memposisikan diriku sudah seperti teman yang sudah sangat lama dikenal.

“Janni, nanti kita ketemu di MBK sepulang kau dari kampus. Aku gak terima jawaban tidak,” tulisnya dalam pesan whatsapp dan aku tersenyum membaca pesan itu. Secara otomatis tanganku mengetikkan kata “Oke,” di layar ponselku dengan senyum yang terus mengembang.

Aku sudah berdiri di depan lobi MBK tempat yang dipilih Pras. Halaman depan lobi sangat ramai dengan pengunjung, gemerlap lampunya pun mengalahkan sinar bulan purnama. Bunyi ponsel menyadarkan diriku, ku buka. Pesan singkat dari Pras “Janni aku di café Chocolate, ku tunggu kau di sana”. Kulangkahkan saja kakiku meninggalkan lobi MBK menerobos riuhnya pengunjung mall super mewah di Bangkok, ku lihat Pras sudah berada di dalam cafe dengan dekorasi bernuansa cokelat sesuai dengan namanya. Baru kali ini aku mampir kemari, selama hampir satu tahun di Bangkok, maklum bagiku berkumpul-kumpul tanpa tujuan yang jelas itu tidak berguna. Mataku menyapu setiap jengkal ruangan cafe. Tidak ada pengunjung lain selain aku dan Pras yang sedang duduk dengan manis di meja yang terletak di sudut ruangan.

Pras memesan dua Oliang dengan mango sticky khas Thai. Oliang adalah merupakan es kopi yang dicampur dengan kapulaga , jagung dan beras wijen merupakan minuman kesukaan Pras juga aku selama di Thailand. Ku lihat Pras sedikit gugup, tak biasanya ia begitu. Tapi jujur aku menikmati wajah Pras yang terkesan lehih cakep dengan kegugupannya. Aku terus menikmati wajah Pras dari sudut mataku dan sesekali aku merunduk malu takut beradu pandang.

“Janni, apakah kau ijinkan aku menyayangimu?” Suara Pras memecahkan ruang hatiku, sedikit terperanjat tapi aku mencoba menenangkan diri.

“Janni, kau ijinkan aku menyayangimu?”. Pras mengulang kalimatnya lagi dengan sedikit lebih keras, tangannya mengenggam tanganku, bibirku tak mampu berucap, tapi kepalaku menunduk menyembunyikan air mata yang hampir jatuh.

“Pras, kau terlalu cepat dengan kata-katamu”

“Cinta datangnya tak mengenal waktu Janni”

“Pras, kau belum tahu seutuhnya tentang aku” Jawab Janni mencoba melepaskan genggaman tangan dari Pras.

“Untuk menyayangi tak perlu harus tahu seutuhnya, Janni” Jawab Pras mencoba meyakinkan perasaan Janni. Di dalam hatinya Janni pun menyetujui tapi bayangan masa lalu kembali melintas di kedua bola matanya yang indah.

“Tapi Kau baru sebulan mengenalku Pras”

“Sudah ku katakan Janni, cinta tak mengenal waktu”. Janni terdiam, lidahnya kaku tak mampu bergerak.

“Pras, kau belum tahu siapa diriku, aku tak ingin membebani kamu”

“Aku tahu dirimu yang sesungguhnya Janni”. Janni sedikit terkejut mulutnya yang belum sempat bersuara ditutup dengan telapak tangan Pras.

“Tak perlu kau tanyakan dari siapa aku tahu Janni. Aku tulus menyayangimu”. Jawab Pras dan kedua matanya membuang ke langit-langit café yang gemerlap dengan cat serba coklat dan lampu beraneka warna.

“Jangan kau jawab sekarang, bila hatimu belum yakin akan ketulusanku” Pras menatap wajah Janni lekat-lekat. “Hayo kita pulang, dan kau tak perlu mengingat masa suram lalumu, aku tulus menyayangimu Janni”.

Janni dan Pras meninggalkan café Chocolate, pengunjung Mall MBK pun sudah mulai sepi, meraka berdua menyusuri jalan menuju stasiun Phrom Phong, keduanya diam dan hati mereka sibuk dengan perasaannya masing-masing.

Malam itu adalah malam terakhir Pras berada di Bangkok, hari ini Pras akan kembali ke Indonesia dengan menggunakan penerbangan sore melalui bandara Suvarnabhumi. Tiga bulan kebersamaan Janni dan Pras di Thailand ternyata belum cukup bagi Janni menyelami hati Prasetya. Janni sendiri tak bisa memungkiri hatinya bahwa lelaki yang selalu membuat puisi dan setiap pagi mengirimkanya melalu Whatsapp telah melumerkan hatinya dari kepedihan dikhianai laki-laki.

Kini Pras, telah benar-benar pulang ke Indonesia, Janni merasakan jiwanya ada yang hilang. Ingin rasanya Janni menyusul Pras tapi tak mungkin, ia masih tiga tahun lagi menyelesaikan kuliahnya di Bangkaok. Janni masih betah duduk di stasiun Sukhumvit, di bangku yang sama waktu berdua dengan Pras sambil menikmati king mango tea minuman favoritnya selama di Thailand, waktu itu hari mulai senja dan sinarnya meredup karena lampu kota menghalanginya.

Janni teringat amplop unggu bergambar bunga tulip yang diberika Pras saat itu, dan hingga kini belum pernah dibuka apa lagi dibacanya. Perlahan Janni mengambil amplop tersebut dari dalam tasnya. Lalu lalang dan gemuruh bunyi mesin kereta api super cepat tak menganggu hatinya. Disobeknya ujung amplop dengan perlahan dan diambilnya isinya.

Senjani……

Ketika rindu itu adalah kamu

Pada kata yang mewakili rasa ku sampaikan

Lalu kau bilang tak percaya

Ketika ku katakan melalui kalimat

Kau jawab tak mungkin

Aku katakan dengan dua bibirku

Kau pun hanya tersenyum

Dengan apa lagi harus ku sampaikan??

Sedangkan angin cemburu pada ketulusan yang ku berikan padamu

Atau mungkin aku harus diam

Sedang kumparan waktu menggumpulkan seribu rindu.

Prasetya

Dan saat itulah menjadi Senja terindah yang pernah Janni alami selama di Bangkok dalam sepanjang hidupnya. Pras, tunggu aku di perbatasan senja, guman Janni lirih sambil menghapus air matanya yang mulai jatuh.

@ps_8_Okt_2020_pkl.23.03'’

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Karya yang terbaik Bunda. Salam dan Bahagia

31 Jul
Balas



search

New Post