Meracik Makna dalam Puisi "Cinta di Secangkir Kopi"

Taufik sentana

//Mata dendam melompat dari bibir cangkirmu

hingga kopi hitammu tumpah. Sedang matamu nanar menatap saat cinta merayap dari tumpahannya, merayap tanpa beban, menyusup ke serat serat kayu meja//

//Dan di tepinya amarah menggelantung. Tampak orang orang lewat menyimpan penat. Engkau masih menatap cinta yang merayap di sekangkir kopimu yang tumpah tadi//

//Sebelum senja berhias,

apakah yang mengisi cangkirmu?

Bersiaplah, sebelum harap dan takut menyergapmu: menjadi minuman yang lain//

(sumber:portalsatuaceh, taufik sentana,18/02/19)

Pengantar:

Pada umumnya puisi bisa memberikan makna secara langsung, dan bahkan bebas dimaknai sendiri oleh si pembaca. Hanya saja sebagai karya sastra dengan struktur dan prosedur otonom, maka sah saja bila puisi tersebut ditafsirkan dari berbagai sudut, terutama dari sudut pandang penulisnya.

Pembahasan:

Satu:

Latar belakang puisi ini berdasarkan pandangan umum bahwa, khususnya di Aceh sangat mudah menjumpai warung kopi. Dari sudut budaya global, minum kopi atau kongkow di warung merupakan bagian ritus yang penting, bahkan sangat penting. Sehingga memilih diksi "secangkir kopi" merupakan pilihan kebudayaan terkini. Artinya, selalu muncul di benak penulis untuk meracik puisi dengan nuansa warung kopi dan segenap sejarahnya (bandingkan dengan puisi sejenis di media ini, "perjanjian di warung kopi, misalnya, dan beberapa karya penyair lainnya yang seirama).

Dua:

Proses kreatif dalam penulisan puisi di atas tidak melewati tahapan yang rumit, dan selesai dalam waktu yang tidak lama. Dari segi struktur umum, puisi ini bersifat modern dengan tanpa ikatan ritme, rima, batasan bait, tanda baca dan seterusnya.

Walaupun demikian penulis memilih diksi dengan ketat. Diantaranya, "Mata dendam", "cinta", "serat kayu meja tua", "amarah", "senja", "orang lewat", juga "takut dan harap".

Kata kata tadi dipilih dengan maksud membentuk sugesti tertentu, misal, bercampurnya kesenangan dan kecemasan yang diselipkan kehati-hatian dalam benak si pembaca. Atau minimal, memantik rasa ingin tahu dan respon khusus.

Tiga:

Kandungan Makna dalam puisi "Cinta di Secangkir Kopi", dapat kita telusuri dari bait-baitnya yang menyusun sintaksis. Disini penulis ingin menyampaikan pesannya secara pelan-pelan, dan tidak bermaksud menyembunyikan maknanya. Maka kata kata yang penulis pilih adalah kata kata yang memang lazim kita dengar.

Jadi secangkir kopi yang hitam, bisa bermakna kehidupan kita, sangat singkat, meneguknya hanya seaat, kita mungkin bisa membuatnya "lama", tergandung maksud batin kita.

Sejatinya, hidup kita yang singkat ini dapat memproses jalan cinta (kebaikan dan ketaatan fitrawi), dengan tanpa dendam dan amarah, misalnya.

Sehingga, saat senja tiba dan usia kita menua, semua pengertian dan pengalaman telah teramu dalam cangkir hakikat hidup, diantaranya dengan bersiap menuju maut, yang bisa membuat kita berharap atau takut.

Demikianlah sekelumit makna dari penulis tentang puisi "Cinta di Secangkir Kopi". Semoga apresiasi ini menjadi awal yang baik dalam tradisi kesusastraan kita. Minimal, kegiatan seperti ini dapat menghibur diri sendiri, yang kiranya berimbas juga pada kepuasan pembaca dalam menikmati puisi di atas.

Terima kasih.

Taufik sentana

Bergiat dalam Program Menulis Kreatif. Sangat tertarik dengan studi ringan atas proses kreatif dalam puisi.