DIBATARA (Part 8)
Tiara sudah menyiapkan dirinya untuk tidak larut dalam suasana sedih dalam menghadapi suasana tersebut. Ia mampu mengendalikan diri dan tidak lantas menjadi murung karena berpisah dengan ketiga sahabatnya. Pantang bagi Tiara terbawa perasaan. Banyak duka yang telah ia lalui dan semua itu yang membuat Tiara cukup tegar dalam menghadapi berbagai kondisi kehidupan seperti yang sedang ia alami saat ini. “Ketika datang masalah maka hadapi dengan sabar dan tawakal maka semua akan berlalu dan berakhir dengan indah." Begitu prinsip yang tertanam dalam diri Tiara.
Tiara kini mulai menjalani kehidupan dengan statusnya yang baru yakni sebagai mahasiswa fakultas ilmu pendidikan di salah satu perguruan tinggi swasta yang ada di Kota Rantauprapat. Meskipun sibuk menjalani kuliah, namun Tiara tetap menyempatkan diri untuk mengelola Taman Baca Mutiara.
Siang itu cahaya mentari memancar terang menyilaukan mata. Dua sosok pria berkacamata sedikit gelap melangkah dengan gagah menuju Taman Baca Mutiara. Dari jarak beberapa meter, keduanya memperhatikan taman baca tersebut terlihat sepi dan pintunya tampak tertutup. Tiara sedang tidak berada disana. Memang kini Taman Baca Mutiara hanya buka di hari libur saja. Tiara belum mendapatkan teman yang mau meluangkan waktunya untuk mendampingi anak-anak di taman baca tersebut.
Salah seorang pria tersebut bernama Fauzi. Ia datang bersama seorang temannya. Entah angin apa yang membawanya datang berkunjung. Sudah lama ia tidak menyambangi tempat itu. Yang ia ingat, terakhir kali ia menginjakkan kaki di tempat itu pada saat peresmian Taman Baca Mutiara. Hampir dua tahun ia tak bertemu Tiara. Fauzi sedikit ragu entah Tiara masih ingat dengannya atau tidak.
Nomor ponsel yang pernah Tiara berikan kepada Fauzi tidak lagi ia simpan. Terpaksa ia harus mencari informasi kepada warga sekitar tentang alamat tempat tinggal Tiara. Fauzi memanggil dua anak yang sedang melintas di depan taman baca. Ia menanyakan tentang keberadaan Tiara kepada kedua anak tersebut. Suatu kebetulan keduanya merupakan anak yang biasa aktif di Taman Baca Mutiara. Anak yang bernama Nabila memberikan alamat Tiara kepada Fauzi.
Tak sulit mencari alamat tempat tinggal Tiara. Warga sekitar tempat tinggalnya cukup mengenal sosok Tiara. Salah seorang warga yang mengantarkan Fauzi dan temannya memberitahu kepada Bu Muslimah bahwa ada dua anak muda yang bermaksud hendak menemui Tiara. Bu Muslimah menghentikan kegiatannya yang sedang melayani pembeli di warung. Setelah warga tersebut pamit pergi, ia melihat ke arah kedua anak muda yang sudah berdiri dihadapannya. Keduanya tersenyum dan lalu mengenalkan diri pada Bu Muslimah. Setelah Bu Muslimah mempersilahkan keduanya duduk, Fauzi lalu menjelaskan bahwa maksud kedatangannya hendak mengajak Tiara turut serta dalam kegiatan amal yang akan mereka selenggarakan dalam rangka memperingati 70 tahun usia Pak Haji Hisyam. Namun Bu Muslimah menjelaskan kepada Fauzi bahwa Tiara baru saja pergi ke kampus.
“Oh... sekarang Tiara sudah kuliah ya bu?” Tanya Fauzi.
“Ia. Baru tahun ini. Kalau ingin bertemu Tiara sebaiknya pagi hari, karena setahu ibu jadwal kuliahnya Tiara itu siang.” Jawab Bu Muslimah.
“Ia buk. Kalau begitu kami permisi pulang. Insya Allah besok pagi kami kemari lagi.”
“Sebelum pulang anak berdua makan dulu. Sekalian mencicipi masakan ibu!” Pinta Bu Muslimah pada Fauzi dan temannya. “Ayo, jangan sungkan-sungkan.” Lanjut Bu Muslimah. Fauzi dan temannya bertatap-tatapan, lalu keduanya serentak menganggukkan kepala tanda setuju.
Keduanya tak menyangka warung yang terlihat kecil dan sederhana itu menyimpan menu lezat yang jarang mereka temui. Teman Fauzi bahkan meminta agar nasinya ditambahkan lagi. Fauzi hanya senyum-senyum melihat temannya tersebut. Sebenarnya ia juga sangat menyukai makanan yang dihidangkan Bu Muslimah, namun perutnya masih terasa kenyang karena sebelum berangkat menemui Tiara ia sudah lebih dulu makan di rumah.
“Gimana kira-kira rasanya? Kalian suka tidak?” Tanya Bu Muslimah setelah Fauzi dan temannya selesai menyantap hidangan. Gimana gak suka buk, semuanya ludes dibuat Fakhri.” Balas Fauzi menanggapi pertanyaan Bu Muslimah. Teman Fauzi tersebut hanya tersipu malu.
“Terimakasih banyak bu atas sajiannya. Lain kali kami makan disini lagi ya! Tapi kami tidak mau yang gratis. Kami inikan sudah punya penghasilan.” Ucap Fakhri sebelum mereka berdua berpamitan untuk pulang pada Bu Muslimah. Anggukan dan senyum Bu Muslimah menutup rihlah mereka ke rumah Tiara di hari itu.
Menjelang matahari terbenam, Tiara baru sampai di rumah dengan menumpang becak mesin. Setelah meletakkan tas dan membuka sepatu, Tiara lalu bergegas membantu ibunya menutup warung. Mbak Yus yang turut membantu Bu Muslimah membereskan perlengkapan warung menyinggung tentang kedatangan dua orang pria yang mencari Tiara siang tadi.
“Yang paling tampan dan paling ngebet ketemu Tiara kalau tak salah namanya Fauzi, benarkan Bu Mus?” Ucap Mbak Yus dengan nada berseloroh.
Mulanya Tiara tidak menghiraukan ucapan Mbak Yus. Namun ketika Mbak Yus menyebutkan nama Fauzi ia langsung terheran dan merasa penasaran.
“Apa benar mbak?” Tanya Tiara memastikan info tersebut pada Mbak Yus.
“Kalau kamu tidak percaya, tanya sendiri pada ibumu!” balas Mbak Yus yang membuat Tiara semakin penasaran.
“Ia. Tadi siang Fauzi dan temannya datang mencari kamu. Bahkan mereka sempat makan di warung kok.” Ucap Bu Muslimah meyakinkan Tiara.
“Mereka mo apa mencari Taiara, Bu?”
“Kalau ibu tak salah, katanya sih mau ngajak kerjasama dengan kamu dalam kegiatan amal gitu. Karena ibu gak paham yang begituan, ibu malas menanyanya lebih jauh.”
“Dia ada titip pesan gak, bu?”
“Oh...iya. Hampir ibu lupa! Ia bilang, besok pagi ia mo datang lagi kemari tuk jumpai kamu!”
Tiara tidak lagi melanjutkan pembicaraannya. Berhubung semua pekerjaan di warung sudah beres, Tiara dan Bu Muslimah kembali ke rumah dan Mbak Yus pun pamit untuk kembali ke rumahnya.
Kini Bu Muslimah banyak menjalani aktivitas kesehariannya di warung kuliner miliknya. Meski lelah seharian melayani pembeli, namun ia selalu bangun lebih awal di malam harinya. Usai menunaikan Salat Tahajud dilanjutkan dengan Salat Subuh barulah ia bergegas ke dapur untuk mempersiapkan menu masakan yang akan disajikan pada pembeli keesokan harinya.
Tiara juga tak mau kalah dari ibunya. Menjelang waktu subuh tiba, Tiara biasanya terbangun dan melakukan apa yang biasa dicontohkan Bu Muslimah padanya. Seperti kata pepatah “buah jatuh tak jauh dari pohonnya”.
Ruang dapur kini telah menjadi tempat favorit bagi Bu Muslimah dan Tiara. Secara rutin keduanya memulai aktivitas pagi di tempat tersebut. Berbagai tema obrolan turut menghiasi aktivitas mereka. Sambil memasak keduanya tak jarang menceritakan isi pikiran satu sama lain. Melalui obrolan tersebut, keduanya menjadi semakin dekat dan saling mengerti. Bu Muslimah memang tidak hanya sebagai ibu bagi Tiara, ia juga sebagai sahabat dan juga teman curhat Tiara.
BERSAMBUNG....
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar