Satu Hingga Lima Belas Menit
#TantanganGurusiana Hari ke-31
Satu Hingga Lima Belas Menit
Ahad pagi cerah, menyambut akhir bulan Mei, setelah satu Ahad Idul Fitri 1441 H.
Seperti biasanya, di desa kami ada acara makan ketupat, mereka membuat makanan tersebut untuk menyambut hari ketujuh setelah lebaran, mungkin sudah adat istiadat setiap tahunnya di daerah kami, entah di daerah lain, ibarat lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya.
Hari ini, saya mencoba mengirim karya lewat IG TV, meramu sebuah suara sumbang milik sendiri, baca puisi dari rumah, maklum masih belajar dan belajar, sehingga saya mencari puisi yang diminati. Akhirnya saya menemukan sebuah puisi karya Taufik Ismail yang berjudul "Dengan Puisi, Aku". Alhamdulillah, Saya membacanya kurang dari satu menit. Setelah itu, saya menggunggahnya ke IGTV, namun diluar dugaan,tidak bisa. bila mau menggunggahnya dibutuhkan waktu satu hingga lima belas menit.
Sehingga saya mulai mencari lagi puisi yang dapat dibaca lebih dari 1 menit. Dengan banyak memilah lagi saya menemukan satu puisi karya Taufik Ismail.
Entah mengapa saya memilih karya beliau, puisi tersebut berjudul "Kopi Menyiram Hutan" tahun 1988. Meski sudah lama waktunya, tetapi karya tersebut masih relevan untuk zaman sekarang. Saya masih mencoba memecahkan arti dan maksud dari puisi tersebut.
Taufik Ismail menurut sumber di Wikipedia mendapat Anugerah Seni dari Pemerintah (1970), Cultural Visit Award dari Pemerintah Australia (1977), South East Asia Write Award dari Kerajaan Thailand (1994), Penulisan Karya Sastra dari Pusat Bahasa (1994). Dua kali ia menjadi penyair tamu di Universitas Iowa, Amerika Serikat (1971-1972 dan 1991 -1992), lalu pengarang tamu di Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur (1993). Tahun 2003, Taufiq Ismail mendapat penghargaan doktor honoris causa dari Universitas Negeri Yogyakarta.
Taufiq sering membaca puisi di depan umum. Di luar negeri, ia telah baca puisi di berbagai festival dan acara sastra di 24 kota Asia, Australia, Amerika, Eropa, dan Afrika sejak 1970. Baginya, puisi baru ‘memperoleh tubuh yang lengkap’ jika setelah ditulis, dibaca di depan orang. Pada April 1993 ia membaca puisi tentang Syekh Yusuf dan Tuan Guru, para pejuang yang dibuang VOC ke Afrika Selatan tiga abad sebelumnya, di 3 tempat di Cape Town (1993), saat apartheid baru dibongkar. Pada Agustus 1994 membaca puisi tentang Laksamana Cheng Ho di masjid kampung kelahiran penjelajah samudra legendaris itu di Yunani, Tiongkok, yang dibacakan juga terjemahan Mandarinnya oleh Chan Maw Yoh.
Ternyata, banyak orang orang hebat yang ada di Indonesia, termasuk beliau.
Proses rekaman suara saya pun akhirnya selesai, meski jauh dari yang diinginkan, namun setidaknya saya mempunyai sedikit keberanian untuk membaca sebuah puisi dari rumah. Dengan waktu lebih dari satu menit hingga dua menit dalam pembacaan puisi tersebut.
Akhirnya, saya dapat mengunggah karya tersebut. Dan puji syukur, dapat masuk di IGTV.
Bagaimana dengan tayangan nya? Apakah banyak yang menyukainya?. Saya tidak berharap terlalu tinggi akan karya tersebut. Setidaknya saya dapat berekspresi dan menambah koleksi pribadi.
#TantanganGurusiana #hariketigapuluhsatu ____ Tegal, 31 Mei 2020
Salam Literasi
テグハ まうぁな Olankraden
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
mantap, tulisan yang penuh inspratif, salam.smg sukses
Aamiin. Alhamdulillah. Mantap euy. Salam kenal.