BAPAK
Gurusiana Hari Ke-121
Aku dan istriku tak juga berhasil membujuk bapak agar mau tinggal bersama kami. Sengaja kuminta istriku untuk membantu membujuknya. Selaku menantu kesayangan keluarga, biasanya bapak menurut pada kata-kata istriku. Sungguh, aku sangat mengandalkannya. Entah mengapa, usaha istriku kali ini pun kandas sudah. Bapak tetap pada pendiriannya, tak mau ikut tinggal di rumahku.
Aku yang sulung sudah sepantasnya mengurus bapak. Satu-satunya adikku, Tanti, tinggal jauh di seberang bersama suami yang memang dipindahtugaskan ke Jambi. Aku sangat mengkhawatirkan bapak karena beberapa hari ini, setelah seratus hari kepergian ibu, bapak terlihat sering duduk termenung. Bapak sering tidur dengan mendekap baju atau jarik milik ibu. Aku tahu, pasti banyak kenangan tentang ibu yang masih melekat dalam pikiran bapak. Karena itulah, sengaja aku sering menginap untuk menemani bapak. Sambil sesekali kubujuk juga agar beliau mau tinggal bersamaku.
Sebenarnya tempat tinggalku, meskipun berbeda kota, tidaklah terlalu jauh jaraknya. Dengan menggunakan motor kecepatan sedang, aku bisa menempuh perjalanan kurang dari setengah jam untuk tiba di rumah bapak. Pernah juga kuajukan usul, agar aku beserta istri dan ketiga anakku tinggal di rumah bapak. Untuk sementara, rumahku bisa dikontrakkan. Namun bapak menolak mentah-mentah usulku ini. Katanya, dengan ada anak-anak, bapak tak bisa menikmati masa tua dengan tenang. Bapak akan ikut terus memikirkan segala hal tentang anak-anakku.
“Biarlah bapak tenang dulu, Nang! Gak apa-apa sendirian juga. Bapak udah biasa mandiri,” begitu kata bapak.
“Tapi bagaimana kalau Bapak ada keperluan mendadak? Perlu pengobatan atau perawatan?” kuutarakan kekhawatiranku dengan sungguh-sungguh.
“Di sini, bapak punya tetangga yang sudah seperti saudara. Mereka bisa dimintai tolong. Kau tak perlu terlalu khawatir. Kasihan anak istrimu. Kamu di sini terus.”
“Saya lebih khawatir dengan bapak. Masa sendirian di rumah yang cukup besar ini. Apa Bik Minah bisa diandalkan?”
Aku teringat pada Bik Minah yang beberapa kali membantu ibu. Malah tepatnya, ibu yang membantu Bik Minah. Janda yang tak punya sanak saudara itu baru saja kehilangan putranya karena jatuh dari pohon kelapa. Untuk pengurusan segala macamnya, ibulah yang melakukannya. Saat Bik Minah tak bisa membayar uang kontrakan, ibulah yang mengulurkan tangan. Penghasilannya dari menjahit kaos borongan, tak sepadan dengan tenaga yang dikeluarkannya. Oleh karena itulah, jika ibu memerlukan bantuan, Bik Minah selalu bersedia.
Setelah ibu tiada, hanya seminggu dua kali saja Bik Minah membantu membersihkan rumah. Selain itu dia jarang datang, mungkin agak sungkan karena penghuni rumah hanyalah bapak seorang.
“Pulanglah, Nang. Bapak masih kuat. Masih sehat. Soal makan bukan masalah. Yang bersih-bersih rumah, sudah ada. Kasihan istri dan anakmu,”
“Tapi sekarang ini kan Bapak sedang kurang sehat. Suhu tubuh Bapak tadi agak tinggi. Nanti kalau tak ada saya, bagaimana?”
“Haduh, kamu kayak sama anak kecil saja. Bapakmu ini pensiunan TNI. Sudah biasa hidup mandiri. Sudah sana, pulang saja!”
Karena tak ada lagi yang bisa kuupayakan, akhirnya aku pun pulang. Tak lupa kuisi dulu lemari es dengan persediaan makanan dan minuman untuk beberapa hari ke depan.
Kesibukan di kantor membuatku lupa. Dua hari ini aku tak menghubungi bapak. Syukurlah, ternyata bapak baik-baik saja. Setiap akhir pekan aku selalu menyempatkan menemaninya.
Selanjutnya aku mendapat tugas tambahan dari kantor. Otomatis hal ini sangat menyita waktu dan mengurangi intensitas komunikasiku dengan bapak. Syukurlah istriku bisa membantu menggantikanku untuk berkomunikasi dengan bapak.
“Mas, bapak agak meriang lagi. Katanya sih, udah ke dokter. Mudah-mudahan hanya sakit biasa, ya?” kata istriku seakan hendak menenangkanku.
“Kasihan Bapak. Ya, udah, besok aku ke sana. Hari ini biar kuselesaikan dulu tugas lemburku.”
Selepas magrib, aku baru bisa pulang ke rumah setelah menyelesaikan pekerjaan tambahanku. Rencananya, aku mau terus menengok bapak. Baru saja kuhentikan motor, kudengar istriku menangis.
“Mas, Bapak, Mas! Tadi Mang Sarkin telepon. Katanya kita harus cepet datang ke rumah Bapak sekarang juga. Saat kutanya ada apa, Mang Sarkin cuma bilang, pokoknya Mas harus ke rumah Bapak sekarang juga.”
Pikiranku tak karuan. Bapak tak bisa dihubungi. Begitu juga Mang Sarkin. Aku mengingat-ingat, tiga hari yang lalu Bapak mengeluh sakit dada dan aku menyarankan agar diperiksa dokter. Cepat-cepat kukeluarkan mobil biar istri dan anak-anakku bisa ikut sekalian. Kukendarai dengan kecepatan tinggi. Untunglah jalanan agak lengang. Rasa bersalah mulai menyerang perasaan dan pikiranku. Kesibukan membuatku melupakan bapak. Jangankan dijenguk, ditelepon pun tidak. Ha! anak macam apa aku ini? Orang tua tinggal satu saja tak becus mengurus!
Saat tiba, hatiku benar-benar terguncang. Ya, Allah, kulihat rumah terang-benderang dan beberapa tetangga tengah berkumpul di sana. Bahkan beberapa purnawirawan, teman-teman bapak, berdiri di depan pintu. Tanganku gemetar. Istriku langsung meraung tanpa bisa dicegah. Dia menangis sambil memanggill-manggil bapak. Dia berlari masuk ke rumah, menembus kerumunan orang.
“Bapaak…! Ya Allah, maafkan kami. Kami lalai mengurus orang tua,” ratap istriku di sela-sela tangisnya.
Cepat-cepat aku menjejeri langkah istriku. Kutahan bahunya yang berguncang. Aku tak malu lagi. Butir-butir air mata pun mulai berjatuhan mengingat bapak pergi tanpa didampingi aku, anaknya.
Istriku menembus kerumunan. Terbayang bapak terbujur kaku hanya diurus oleh tetangga.
“Eh eh eh… ada apa ini?” tanya Pak RW dengan wajah terheran-heran.
Cepat-cepat kukeringkan air mataku. Demikian pula istriku. Kami terpaku melihat Bapak telah siap di depan meja untuk melaksanakan ijab kabul dengan Bik Minah.
Dari Kumcer Lama karya Teti Taryani
Tasikmalaya, 14052020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Cerpennya keren bu, alur ceritanya menarik, endingnya bikin senyum, sukses ya bu
Makasih kehadiran dan krisannya, Bun! Salam hangat!
Aduuuh bapak bisaaa ajaaa. Paten tikungan alurnya bu
Haha... Bapak memang hebat, Bundaa.
Wah, keren endingnya Bund. Terus Bundanya berposisi sebagai suami, hehehe. Sukses selalu dan barakallahu fiik
Makasih udah berkenan hadir, Bunda Vivi. Amin Ya Rabbalalamin. Demikian pula semoga Bunda sehat selalu
Selalu asyik membaca tulisan Bunda. Salam sehat Bunda. Siap menunggu tulisan berikutnya
Makasiih Bunsay. Salam semangat menulis!
Semangat berkarya!
Siap, Bun. Insya Allah masih semangat!
Bapak bikin kejutan ya Bun..keren.
Haha, Iya, Bun. Bapak bisa aja ya?
Bapak bikin kejutan ya Bun..keren.
Wah.... Nggak ketebak endingnya ya bund.. Hehehe. Mantap bund
Terima kasih, Bun. Alhamdulillah narsumnkeren webinar3 berkenan hadir. Barakallah, Bun.
Wow akhir yang keren bunsay...asik juga akhirnya tidak bisa ditebak
Makasih, Bun. Mudah-mudahan bisa menghibur
Tiwas tegang Bu, ealahh nikahan rupanya
Haha... Iya, ternyata begitu, ya, Bun. Bapak, sih!
Bapak bisa ae
Iyya, bapak bikin heboh aja!
Endingnya mantap. Salam kenal dari jember-jatim
Terima kasih sudah berkunjung, Bun. Salam kenal saya daari Tasikmalaya.
Salam literasi
Salam literasi, Pak. Terima kasih sudah berkunjung
Salam literasi
Mantap bu, ceritanya bagus
Alhamdulillah. Makasiih, Bunsay
Saya udah nebak tuh ada tokoh lain bik minah. Dan bapak maksa tidak mau ikut. Hehe..keren ceritanya bu...
Bunda memang keren. Udah ketebak dari awal yaa... Makasih atas kehadirannya, Bun!
Keeren bunda, sy kira ada kematian.
Alhamdulillah. Syukurlah yang ada malah kebahagiaan
cerpennya mengharu biru...saat bapak meninggal, hanya tetangga yg mengurusi..sedih rasanya
Pak Eko, ternyata Bapak tidak meninggal. Bapak tengah bersiap membangun hidup baru hehe...
Hah kena jebakan Batman nih, kereeeen menewen bu cerita n penilisnya. Barokallah
Makasiiih, Bun! Maafkan daku kalau bikin Dinda terjebak. Sehat selalu, yaa
HHaha tadi ttuh ada kepikiran sama bu minah saja... .eh terjebak juga. Keten bun jebakan betmen nih
Makasiih Bun. Haha... TetTerny ada jebakannya, ya..
WOW terbukti ending karya Mbuq itu sesuatu TOPnya no 1, candunya super jituSemangat terus berkarya Mbuq, ajari saya untuk bisa membuat cerpen sehebat cerpen MbuBarokallohu
Makasiiih Teh Yiyis. Ini hanya cerpen lamaku, Teh
Semangat berkarya bu, sukses
Insya Allah, Bun. Sukses juga untuk Bunda Karmini
Alhamdulillah...happy ending nee...Kereeen...
Alhamdulillah, akhirnya Bapak bahagia ya, Bun!
Siasat perang rupanya masih jitu utk mendapatkan Bik Minah. Penolakan itu berujung perkawinan.. hehehe
Iya, Bun. Ditambah dengan siasat pengalihan isu. Bapak keren ya
Hahaha...gak mau ditengokin anak ternyata mau pedekate sama bik Minah ya. Mantul ceritanya bu.
Iya,ternyata Bapak pandai bersiasat ya, Bun!
Keren Bun. Akhir cerita yang bahagia. Happy ending. Salam kenal.
Terima kasih atas kehadirannya, Bun. Salam kenal
Keren.. Baguuus
Alhamdulillah. Makasiih, Bun!
Udah terharu bacanya ujung ujungnya tersenyum, hebat bu,sakam kenal
Iya, kondisi Bapak bikin terharu. Alhamdulillah, beliau bahagia
Waaahhh... Keren twist ending ny, Bu. Kirain tdi jga meninggal... :) Sedikit saran, Bu. Sebaiknya pada kategori pilih cerpcerpen, Bu. Semoga berkenan :) Salam Literasi. Jika tidak keberatan, mampir juga ke tulisan sy ya Bu, di tunggu krisannya... :)
Wah, niat saya juga cerpen, Bun. Haha... Gak tahunya jariku menyenggol opini. Makasih banget koreksinya, Bun! Jazakillah
Wah, endingnya bikin senyum Bu, keren ceritanya Bu. Semoga sehat & sukses selalu Bu.
Terima kasih krisannya, Bun. Amin Ya Rabbalalamin. Semoga Bunda sehat juga
Ya Ampuuunnn... Tegang saya membaca, pas diakhir langsung senyum. Keren. Sukses membuat pembaca jadi terkecoh.
Haha... Swmua gegara Bapak ya,Bun!
ha..ha... endingnya buat saya tersenyum bu... mantap bu.... mantul... Ternyata Bapak masih.... he..he..
Iya, Bapak masih semangat, Bun!
Hehehe..tertipu pemirsa .. Mantul bu
Maafkan Bunsay. Gegara Bapak, jadi banyak yang terpeleset. Salam hangat, Bun!
Wow keren bu alurnya mantap, Ending nya keren kira in Bapak sudah.....pergi tau-taunya bapak masih....kuat..haha haha.
Haha... Bapak pandai bersiasat ya, Bun!