Teti Taryani

Guru Bahasa Indonesia SMKN 1 Kota Tasikmalaya yang terus belajar dan belajar menulis. Berusaha menulis dengan hati dan berharap agar tulisannya bermanfaat....

Selengkapnya
Navigasi Web
Di Tepi Senja (1)

Di Tepi Senja (1)

(cerpen dua bagian)

Kusambangi gerobak yang baru kugunakan selama setahun. Benda yang sangat berharga bagi keluargaku teronggok di samping rumah hanya bertutup terpal. Hujan, panas, debu, dan cipratan air becek sisa genangan hujan menghasilkan lukisan abstrak pada terpal. Roda yang tidak tertutup terpal memberi karat pada logam peleknya.

Dengan berbekal harapan yang tetap kupelihara, kubersihkan segala kotoran yang menempel. Bekas minyak yang masuk ke dalam selal-sela sambungan partisi gerobak menyisakan kotoran serupa lilin kehitaman. Peraturan di masa pandemi membuat pedagang tak bisa bergerak banyak. Rezeki yang biasa cukup untuk keperluan keluarga, benar-benar surut.

Menjadi pedagang gorengan yang awalnya menjanjikan tak lama membuatku ikut lesu. Beberapa tahun ke belakang pekerjaan ini kujalani dengan penuh semangat. Barang dagangan laris manis, menyebabkan langkah pulang selalu berderap. Di masa pandemi, goreng-gorengan yang laku tidak lebih dari seperempatnya. Jangankan untung, modal pun tidak pernah kembali. Hingga akhirnya berhenti sama sekali. Aku hanya duduk mencangklong di teras rumah.

Pernah suasana berangsur membaik. Roda kubersihkan dan aku kembali beroperasi. Pelanggan terjangkit rasa kangen pada gorengan buatanku. Omzet penjualan langsung meningkat tajam. Aku bersorak dan berterima kasih atas karunia-Nya.

Belum selesai rasa syukur dipanjatkan, kurang dari sebulan pandemi berubah posisi. Karena masyarakat agak lalai dan terlena dengan kehidupan yang disangkanya sudah normal kembali, jumlah penderita penyakit pandemi merangkak naik hingga mencapai level gila-gilaan. Beberapa bahkan meninggal dunia.

Situasi itu menyebabkan kegiatan belajar dilaksanakan secara daring lagi. Anak-anak sekolah menghilang dari jalanan. Lalu lintas lancar jaya. Namun sayang, separuh Kota Tasikmalaya berubah drastis. Pusat kuliner di Jalan Pasar Mambo dengan gerobak serta meja-kursi yang berdebu terasa horor dan menyeramkan.

Kini, setelah lebih dari setahun, setelah sama sekali tidak menggunakan gerobak itu, hatiku berdenyut kencang karena situasi kembali normal. Geliat usaha mulai menampakkan tarian eksotis. Denyut ekonomi kembali ke kondisi normal.

**

Bersambung …

Tasikmalaya, 17-3-2022

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren, lanjut eniin... Barokalloh

18 Mar
Balas

Keren cerpennya.

18 Mar
Balas



search

New Post