Theresia Sumiyati

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Bu Renggo 10

Bu Renggo diam di tempat saat mendengar bunyi mobil diparkir di halaman. Pak Renggo membawa kunci rumah, maka ia tak perlu membukakan pintu. Akan tetapi yang sebenarnya ia masih jengkel karena tadi ia ditinggalkan begitu saja. Bahkan ia tidak diberi tahu ke mana Pak Renggo pergi.

Wedang jahe yang ada di depannya lebih menarik daripada suaminya, meskipun sama-sama bisa menghangatkan. Bu Renggo ingin bertahan untuk berdiam diri. Akan tetapi sepasang tangan yang tak biasa itu telah memutarbalikkan fakta. Ia mendapatkan kehangatan lain dari biasanya. Segera tubuhnya menjadi fit seketika, meskipun wedang jahe belum sempat diminum semuanya.

Bu Renggo membalikkan badan, memastikan bahwa pemilik tangan itu adalah orang yang sangat ditunggu-tunggu.

"Nah, katanya ada meeting?"

"Hehehe..."

"Kamu sengaja bikin ibumu senewen?"

Kris kembali tertawa tanpa menjawab pertanyaan ibunya.

"Ini Lita Bu." Krisna mengenalkan gadis yang dari tadi tersenyum melihat kehangatan ibu dan anak itu.

"Tante...," Lita menyambut hormat tangan Bu Renggo.

"Selamat datang di rumah Kris, mudah-mudahan suka," kata Bu Renggo sambil memberikan kursi kepada Lita. Lita tersenyum kemudian duduk di sampingnya.

Sementara Lita dan Bu Renggo ngobrol, Krisna dan Pak Renggo menyiapkan nasi gemuk yang tadi dibelinya. Di keluarga Renggo ini memang tidak ada gender dalam hal pekerjaan. Jadi tak heran laki-laki pun mau menyiapkan piring, sendok, bahkan mencucinya saat selesai makan.

"Makan yok," ajak Pak Renggo ketika semuanya sudah disiapkan.

"Ayo Lita, kita makan seadanya," kata Bu Renggo sambil menuju ke wastafel untuk cuci tangan. Lita, Krisna, Pak Renggo, juga melakukan hal yang sama. Kemudian mereka duduk mengelilingi meja makan, berdoa, dan menyantap sarapan pagi itu. Nasi gemuk, sambal telor campur teri, dan beberapa iris timun menjadikan suasana hangat di keluarga Renggo.

"Enak nian Pak nasi gemuknya," kata Krisna.

"Beli di warung bawah pohon itu ya Mas?" tanya Bu Renggo memastikan. Pak Renggo mengangguk saja, ia tak berani mengeluarkan suara takut nasi di mulutnya ikut keluar.

"Ayo Lita, jangan malu-malu," Bu Renggo menyemangati Lita yang masih canggung dengan dirinya.

"Iya Bu."

"Anggap saja di rumah sendiri," tambah Pak Renggo.

"Iya anggap di rumah sendiri, jadi habis makan cuci piring sendiri," ucap Krisna.

Terdengar suara cekikikan di antara mereka. Kegembiraan menyebar ke seluruh ruangan. Bu Renggo berharap dalam hati, Lita calon menantu yang diinginkan.

"Ta, kamu teman kuliah Kris?"

"Bukan Bu."

"Teman sekantor?"

"Bukan juga."

"Emm...saya tidak pernah kuliah Bu."

"Terus..., SMA saja?"

"Iya Bu," Lita menjawab dengan malu. Ia menunduk melihat wajah Bu Renggo yang memerah dan tak lagi ramah dengan dirinya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereeen cerpennya, Bunda. Salam literasi

18 Apr
Balas

Terima kasih Pak sudah menyempatkan baca tulisan saya.

18 Apr

Mantap surantap Mbak Tere... Lanjuuut... Bagaimana dengan Lita setelah pengakuannya? Tunggu besok ya.... Sukses selalu

19 Apr
Balas

Sabar menanti Pak

19 Apr

Cerpen yang keren Bunda. salam sukses

18 Apr
Balas

Terima kasih Bu sudah mampir.

18 Apr



search

New Post