Theresia Sumiyati

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Bu Renggo 8

#hari08

Bu Renggo #08

Pagi itu semilir angin menyelinap dari balik jendela, membagi kesegaran kepada semua insan. Mentari pagi pun menyembul memberi kehidupan bagi semua makhluk. Rutinitas pagi segera tergambar.

Kokok ayam, kicau burung, tangis bayi, air mengalir, menandai geliat kehidupan pada tanggal 10 bulan ini.

Pak Renggo segera keluar kamar, setelah bertegur sapa dengan Yang Maha Kuasa. Dibiarkannya Bu Renggo yang masih terlelap terbuai mimpi. Ia berharap ketika bangun nanti, ada senyum di bibir istrinya. Pak Renggo membuka pintu samping. Didapatinya beberapa aglonema mulai menampakkan tunasnya.

"Pasti istriku senang sekali," katanya dalam hati. Ia berencana akan memisahkan anak-anak aglonema itu ke dalam pot yang baru. Dicarinya persediaan pot yang dibelinya beberapa bulan yang lalu. Waktu itu aglonema dan pot bunga sempat naik daun, sehingga harganya lebih tinggi daripada harga cabai. Belum berhasil ia menemukan barang itu ada suara panggilan dari ponselnya. Volume deringnya memang dibuat keras, sehingga tetap kedengaran meskipun dia ada di luar rumah.

Ia tersenyum melihat nama seseorang yang menelponnya.

"Halo, Pak."

"Hai, pagi-pagi sudah telepon. Ada apa?"

"Ini Pak, tentang rencana kemarin."

"Heh...terus? Bukannya sudah dibatalkan?"

"Iya Pak. Hari ini kembali saya batalkan."

"Maksudnya?"

"Maksudnya pembatalan yang kemarin, saya batalkan?"

"Kamu membingungkan."

"Ah, biasa saja sih," terdengar suara cekikikan dari si penelepon.

"Apakah itu berarti ... jadi?"

"Tepat sekali."

"Hahaha...," suara Pak Renggo menggema di ruang tengah. Sampai-sampai kucing yang mengendap di meja makan terkejut.

Pak Renggo menyudahi percakapannya dengan muka berseri-seri. Ia segera bergegas mandi. Dilupakannya aglonema dan pot bunga. "Ini lebih penting," gumamnya. Ia menghidupkan kran, kemudian jebar-jebur membasahi dirinya. Ia pun menyenandungkan Indonesia Pusaka kesayangannya, sekaligus satu-satunya lagu yang ia bisa. Sebenarnya sih Pak Renggo ingin menyanyikan lagu Tanpa Batas Waktu, tetapi sampai saat ini belum bisa. Ia memang perlu "hukuman" baru bisa menyanyikan sebuah lagu. Kalau dulu ia berhasil menyanyi karena dihukum Bu guru. Nah kalau sekarang gak mungkin lagi hal itu terjadi. Maka ia cukup puas dengan satu lagu yang ia kuasai.

"Mas, mau ke mana?" Pak Renggo dikejutkan suara istrinya. Dia pikir masih di kamar ternyata ia sudah di depan pintu kamar mandi.

"Mau pergi sebentar."

"Ke mana?"

"Tadi ada yang nelpon, pengin ditemui?"

"Siapa?"

Bu Renggo masuk ke kamar mandi sebelum pertanyaan itu terjawab. Ada kebutuhan penting, sangat mendesak, dan tidak bisa ditunda. Pak Renggo menggunakan kesempatan yang sempit itu sebaik-baiknya. Ia segera memakai pakaian yang pantas, menyambar kunci mobil, mengantongi HP, kemudian berteriak sambil keluar rumah.

"Bu, aku pergi dulu." Ia mengunci pintu dari luar.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereeen cerpennya, Bunda. Salam literasi

15 Apr
Balas

Terima kasih. Salam kembali.

16 Apr

Keren, sukses selalu

20 Apr
Balas

Wauw kereen bun penuh humkr jadi ketawa sndiri nih ...lucu ada kucing kaget, ada hukuman dari B.guru seneeng bacanya lanjut ditunggu..

16 Apr
Balas

Asyik. Terima kasih Bu

17 Apr



search

New Post