Darting

Beberapa hari ini Gion ngambek. Ia tak mau mengerjakan tugas sekolah. Mamanya membujuk dengan berbagai macam rayuan. Dari model gombal sampai rayuan maut. Semua tak digubrisnya. Masalah baru timbul di dalam keluarga Gion.

Gion sudah bosan di rumah. Berbulan-bulan ia terkurung di dalam bangunan segi empat itu. Hari-harinya hanya diwarnai dengan layar hp dan layar TV. Ia dilarang main layangan di lapangan sebelah rumah. Apalagi main sepak bola di lapangan kelurahan. Yang boleh dilakukan hanyalah main ular tangga bersama kakak perempuannya. Berkali-kali ia dengar teriakan mamanya untuk cuci tangan pakai sabun. Betapa hidupnya sangat membosankan.

Ia rindu dengan sekolahnya. Ingin berlari-lari di halaman yang luas itu. Ingin jajan di kantin Ce Dewi. Ingin duduk di atas pohon depan sekolah. Ia ingin melihat senyum Bu Guru, sambil memamerkan sepatu barunya. Ia ingin memberi kabar gembira kepada kawan-kawannya bahwa sekarang sudah bisa mengucapkan r. Banyak sekali keinginannya. Namun tak satu pun terpenuhi. Ia mau menangis, tapi pasti akhirnya dimarahi mamanya. Pasti terdengar suara yang melengking tinggi sambil ngomel-ngomel, "Laki-laki jangan menangis." Seakan-akan air mata hanya milik anak perempuan saja.

Tak ada yang bisa dilakukan Gion untuk menyampaikan protesnya selain ngambek. Segala tugas sekolah tak dikerjakannya. Ibu gurunya berkali-kali menanyakan tugas yang diberikannya. Namun semua dibiarkannya. Hal inilah yang membuat mama Gion kumat sakitnya. Darting, darah tinggi. Tensinya hampir tiap pagi naik, berbanding terbalik dengan gaji suaminya yang hampir tiap bulan turun.

Oh... mama Gion berharap esok pagi ada hal yang bisa membuatnya darting berhenti.