Hari Ini Bukan Kemarin
Hari Ini Bukan Kemarin
Runi berlari-lari kecil. Tas ranselnya terasa berat di punggungnya. Tangan kirinya menenteng botol minum berwarna oranye, hadiah ulang tahun dari papanya. Sedang tangan kanannya melambai-lambai ke arah teman-temannya. Mulutnya tak berhenti menyenandungkan lagu yang baru diajarkan oleh Bu Sun. Lagu dengan judul “Hari Sudah Siang” memang cocok sekali dinyanyikan saat mau pulang sekolah. Bu Sun memang pintar bermain musik. Tak heran setiap awal pelajaran setelah doa bersama, Bu Sun selalu membuka pelajaran dengan menyanyi. Demikian juga saat pulang sekolah, selalu diakhiri dengan nyanyian sebelum doa penutup.
Setelah keluar dari kelas, mata Runi segera mencari-cari sosok yang gagah perkasa. Seorang laki-laki berjaket hijau yang sudah sangat dipercaya oleh orang tuanya. Senyumnya mengembang melihat sepasang tangan yang melambai kepadanya. Ia segera berlari ke arahnya, lalu menyapanya dengan ramah. Dialah Bang Go, orang yang setia mengantar dan menjemputnya datang dan pulang sekolah. Runi disambut senyum lebar oleh Bang Go. Hubungan mereka bukan seperti pelanggan dengan tukang ojek. Tetapi layaknya seorang anak dengan bapaknya.
Setelah sampai di parkiran, Runi segera nemplok di motor ojek itu. Bang Go segera menjalankan motornya dengan perlahan. Keramaian jalan saat pulang sekolah membuatnya sangat berhati-hati menjalankan motornya. Bukan lantaran ia dibayar mahal oleh orang tua Runi, tetapi terlebih atas tanggung jawabnya sebagai tukang ojek yang sudah dipercaya. Kalau ia melakukan dengan sembarangan pastilah kepercayaan itu akan hilang. Dengan hilangnya kepercayaan, hilang jugalah ladang perolehannya sebagai sarana menghidupi keluarganya.
Sepanjang jalan Runi menyanyi tiada henti. Bang Go mendengarkan saja suara Runi yang kadang melengking memekakkan telinga. Wajahnya tersenyum saat Runi menyanyi dengan nada yang pas. Angan Bang Go terseret pada peristiwa beberapa tahun yang lalu. Ia gagal menimang anak perempuannya karena suatu hal yang di luar kuasanya. Tuhan mengambilnya lagi sebelum anaknya berusia 1 bulan. Kepedihan tak terkira saat itu. Apalagi isterinya, ia sangat terpukul. Berhari-hari bahkan sampai berganti bulan ia masih menangis dan meratap.
“Bang, lampu merah. Berhenti!” Suara Runi mengagetkannya. Hampir saja ia menerobos lampu lalu lintas itu. Untung si kecil Runi cerdas mengingatkannya.
“Duh, maaf ya Run. Hampir saja Bang Go melanggarnya. Terima kasih ya Run, sudah mengingatkan.”
“Iya Bang. Hati-hati ya. Runi takut jatuh.”
“Iya Run. Bang Go berjanji akan berhati-hati.”
Bang Go melanjutkan perjalanannya saat lampu hijau menyala. Ia lebih waspada agar tak terjadi sesuatu yang tidak baik. Ia buang jauh-jauh lamunannya tentang masa yang telah lalu. Ia katakan pada dirinya sendiri, “Aku hidup hari ini, bukan pada masa lampau.” Berbekal kalimat itu ia mengantarkan Runi dengan selamat sampai di pintu gerbang rumahnya. Di sana telah menunggu wanita yang dihormatinya yaitu Mama Runi.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Keren ibu cantik... Salam santun
Terima kasih. Salam kembali
Keren Bu Theresia. Salam literasi.
Terima kasih, salam kembali.
Keren bunda, sukses selalu untuk Bunda
Terima kasih Ibu. Salam kembali.