Sepertinya tak ada tanda-tanda yang membuat saya punya kelebihan. Yang saya sadari adalah banyak kekurangan. Terutama tentang fisik saya. Badanku kecil pendek seperti anak SD.

Tetapi saya tidak menyesali keadaan ini. Karena semua adalah anugerah Tuhan. Seluruh anggota badanku lengkap. Saya bisa bekerja setiap hari. Bukankah itu suatu anugerah yang perlu disyukuri.

Saya senang, murid-muridku tak mempermasalahkan fisikku. Mereka tetap menganggap ku sebagai gurunya. Meskipun kadang mereka tetap mengajak bermain seolah saya temannya.

Saya senang bermain musik. Kesenangan yang juga dimiliki oleh keluargaku. Kami memiliki pemain keyboard, gitar, clarinet, dan biola. Semua adalah kakak, anak, serta ponakan saya. Jadi kalau kami berkumpul, bisa mengadakan konser kecil-kecilan.

Kesenangan saya dalam bermusik, saya bawa ke kelas. Ketika mengajak muridku bernyanyi, saya memainkannya dengan keyboard ataupun gitar. Wajah mereka berseri, hatinya gembira. Sebuah awal yang baik untuk melakukan kegiatan bagi mereka.

Sesekali saya juga membawa alat musik ritmis. Rebana, tamborin, tri angel, pernah saya bawa ke kelas. Saya ajak mereka bernyanyi menggunakan alat musik tersebut. Dengan memegang alatnya saja mereka senang. Apalagi disuruh memainkannya.

Pernah juga saya membawa satu set alat musik angklung. Alat musik dari bambu ini sangat asing bagi anak-anak Jambi. Mereka sangat antusias untuk memegang dan memainkannya. Suasana sangat riuh. Meskipun yang terjadi adalah konser tanpa harmoni, saya berhasil mengalirkan energi positifnya.

Puji syukur tak terhingga kepada Tuhan. Tuhan mengurangi jatah fisik saya, tetapi memberi kelebihan yang mungkin tak dimiliki oleh orang lain.

Sebaik-baiknya orang adalah dia yang memberi manfaat kepada orang lain. Saya juga ingin melakukannya. Mungkin tak sebanyak bintang di langit, ataupun pasir di laut. Tetapi tetesan embun pun bisa menyegarkan.