Lorong Tembok
Sekelompok remaja berkumpul menikmati makan malam. Candaan mereka ringan. Suasana semakin riuh, seriuh suara kerupuk yang renyah di mulut mereka. Hampir setiap malam tempat itu selalu diramaikan oleh kedatangan mereka. Kendaraan mereka beragam. Sepeda motor dari berbagai merk, ada juga yang bermobil. Suatu pemandangan yang sudah biasa terjadi hampir satu tahun terakhir ini. Tepatnya sejak ibu pemilik warung itu pulang dari naik haji, tempat itu selalu ramai, bahkan sampai hampir larut malam.
Entah apa yang istimewa di tempat. Setiap malam selalu dipadati oleh para pencari makan malam yamg praktis. “Nasi Amak” itulah nama tempatnya.
Suatu ketika aku ingin menjamu anak-anak teman anakku. Mereka berkunjung ke rumahku. Meskipun anakku tak serumah lagi denganku. Ia telah berpisah denganku sejak memutuskan ingin tinnggal di asrama. Dulu mereka sering berkumpul, bercanda, belajar, atau sekedar duduk-duduk bersama. Waktu itu sudah jam 07.00 malam. Sudah tiba saatnya mereka makan malam. Hal itulah yang mendorongku untuk membelikan makan malam kepada mereka.
“Jul, enak makanannya?” tanya suamiku kepada Julio saat mereka sedang makan.
“Enak, Pak.” Katanya singkat sambil masih menyuapkan sesendok nasi ke mulutnya.
“Tapi masih ada yang lebih enak, murah lagi, bisa gratis!” katanya bersemangat.
“Apa iya, di mana itu?” kata suamiku ingin tahu.
“Itu Pak, di lorong Tembok.”
“Lorong Tembok yang mana, sepertinya Bapak belum pernah dengar nama itu?”
“Itu Pak, warung Bu Erna. Anaknya laki-laki 3, degil semua,” kata Julio dengan logat Jambinya.
“Haaa…………………..,” kami berdua tertawa karena tahu tempat yang dimaksud. Teman-teman Julio pun ikut tertawa.
Warung Bu Erna, lorong Tembok, adalah rumahnya. Di situ ia tinggal bersama ibu dan dua adik laki-lakinya. Di rumahnya apapun yang dimasak oleh Bu Erna mamanya, selalu terasa enak. Apalagi kalau ditambah dengan acara rebutan dengan kedua adiknya. yang sama-sama nakal seperti dirinya. Hemmmm…….serasa makan di restoran bintang lima.
Kami melanjutkan cerita dan canda yang terus mengalir. Rasa gembira mewarnai pertemuan kami malam itu, meski tanpa kehadiran anakku, teman mereka. Entah disadari atau tidak anak itu sangat membanggakan masakan mamanya, apa pun itu. Sebuah penghargaan yang patut dilakukan oleh setiap anak terhadap orang tuanya. Sebuah kebahagiaan yang tak terukur dari seorang ibu, jika hasil jerih payahnya diterima.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Salam kembali. Terima kasih sudah mampir ke beranda saya.
Anak yg baik..hasil didikan ibunya ..jd ingat tetep enak di rumah sendiri..memang di rumah sendirilah arahnya he..he.., salam hormat bu
Saatnya kembali Pak.
Salam literasi buk