Secercah Sinar di Rumah Bu Guru
Secercah Sinar di Rumah Bu Guru
Namanya Gion. Seorang anak lelaki dengan mata bulat bagai bola pingpong, kulit coklat dan rambut tipis. Setiap hari ia berantem dengan ayah ibunya, seakan ia berada di daerah konflik. Setiap ibunya menyuruh untuk mengerjakan tugas dari gurunya selalu berakhir dengan ricuh. Seperti para demonstran yang selalu menuntut ini itu, jika tuntutannya tidak dipenuhi akan membuat keributan di mana-mana. Demikian juga dengan Gion. Ada-ada saja yang membuatnya tidak merasa nyaman jika disuruh mengerjakan tugas daring. Akhirnya ada kemarahan, ada tangisan, untung tak ada piring terbang dan batu melayang.
Orang tuanya mengusahakan agar kejadian itu tak terjadi secara terus-menerus. Karena hal itu membuatnya pusing, pekerjaan terbengkelai, tensi naik, dan masih banyak lagi hal negatif yang ditimbulkanya. Tetapi tetap saja tak ada kata sepakat antara Gion dan orang tuanya.
“Ma, Gion mau belajar di sekolah.” Itu yang selalu dikatakannya dengan mamanya. Ia tak mau mengerti bahwa sekolah ditutup karena ada wabah korona yang sedang merajalela di dunia. Ia tak mengerti jika semua orang harus menjaga jarak, semua murid harus belajar dari rumah, semua orang harus bekerja dari rumah. Ia tak peduli dengan BDR, PJJ, WFH. Hal itu tak bisa dimengerti olehnya. Yang ia tahu, belajar itu ya di sekolah. Kalau tugas di sekolah tidak selesai, barulah dikerjakan di rumah. Gion ingin sekolah di tempat yang dulu ia biasa bertemu dengan teman-temanya, dengan guru-gurunya. Ia tak mengerti, tak mengerti dan tak mengerti meskipun mamanya sudah memberitahunya berkali-kali.
Suatu hari orang tuanya menemui jalan buntu perihal anaknya . Dari pagi sampai petang tak ada niat Gion untuk menyentuh tugas belajar dari gurunya. Orang tuanya memberi usulan, yang sebenarnya itu adalah ancaman dengan nada halus. Supaya Gion belajar di rumah Bu Guru saja, sekalian tinggal di sana. Di luar dugaan orang tuanya, Gion melonjak gembira. Tanpa banyak cerita ia bergegas mandi dan mempersiapkan diri untuk menuju ke rumah gurunya. Orang tuanya geleng-geleng kepala, tak tahu apa yang ada di dalam pikiran anaknya.
Sepanjang jalan ke rumah Bu Guru, Gion bernyanyi-nyanyi. Wajahnya sangat cerah, secerah mentari di musim kemarau. Orang tuanya pun untuk sejenak darah tingginya tidak kumat. Ia berharap di tangan gurunya Gion mendapat pencerahan, dan semangat baru untuk menjalani masa pandemi ini. Masa yang sulit bukan hanya bagi Gion saja, tetapi juga bagi orang tuanya, gurunya, dan seluruh umat manusia di dunia ini.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar