Tiara Ali

Guru SMPN 5 Tanjungpandan, Kabupaten Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. IG: @tiaraaali ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Kedanan marang awakku

Kedanan marang awakku

#TantanganGurusianaHarike85

#TantanganMenulis90Hari

Iyaaa aku merasa cantik.

Sehingga aku haruslah mencari pasangan yang tepat.

Sudah berapa kali lelaki datang ke rumah ingin melamarku di hadapan ayah.

Tapi tidak ada satupun yang membuat hatiku bergetar.

Orang-orang bilang aku mematok standar terlalu tinggi. Hingga besar kemungkinan akan sulit bagiku menemukan pasangan hidup.

Aku tidak pernah hirau atas tuturan tetangga kiri dan kanan. Bagiku mencari pasangan yang tepat dengan standar yang sudah aku tetapkan adalah prioritasku.

Aku bekerja sebagai Manager pemasaran di perusahaan yang bergerak pada bidang kecantikan. Tampil atraktif, menarik dan fashionable merupakan modal selain kecerdasan dan cara membawa diri.

Aku bisa berlari dengan menggunakan highheels berukuran tujuh sentimeter dan rok di atas lutut.

Separuh gajiku aku gunakan untuk merawat diri dan membiayai kehidupanku yang kata orang hedon, namun menurutku tidak.

Aku bahagia seperti ini. Aku cantik dan hanya orang yang mempunyai standar bagus yang pantas menjadi pasanganku.

Sejujurnya di kantor, ada beberapa orang yang menyukaiku. Aku mengerti akan hal itu. Tidak pernah aku peduli akan hal itu. Para lelaki itu begitu biasa saja bagiku.

Aku berharap akan ada orang yang sudah dipersiapkan untuk ku suatu saat nanti.

Dari beberapa lelaki itu, ada satu yang sangat membuatku risih. Namanya Irfan. Dia selalu tersenyum ke arahku. Wajahnya hitam, kurus dan hanya karyawan rendahan. Aku bahkan tidak rela dia menyukaiku.

Suatu hari, dia mengungkapkan perasaannya kepadaku. Tak kusangka hari itu adalah awal dari kehancuranku.

Dia sudah membawa seikat bunga mawar dan satu buah cincin emas.

Dia menembakku di depan para staf lainnya.

Sungguh tidak tahu malu.

Aku bahkan tidak pernah menoleh ke arahnya. Tidakkah seharusnya dia sadar jika aku tidak tertarik dengannya sama sekali?

"Mikayla, maukah kamu menjadi istriku? Aku memberanikan diri melamarmu tepat di hadapan karyawan sebagai bukti betapa aku memujamu, tolong terima cincin ini" ucap Irfan sembari berlutut di hadapanku.

"Ciyeeee" ucap karyawan lain.

Teman-temanku tampak tertawa melihat ulah Irfan. Aku begitu malu.

"Tidakkah kamu menyadari jika aku tidak menyukaimu sama sekali?" Kataku di hadapan para karyawan.

Wajah Irfan tampak tidak berubah, dia tetap saja memintaku untuk menerimanya.

Aku langsung meradang, betapa tidak tahu diri lelaki ini.

Cacian, hinaan, sumpah serapah langsung keluar dari mulutku.

Aku begitu emosi kepada lelaki tidak tahu diri ini.

"Kamu sama sekali bukanlah tipeku, cuihhh" Hingga puncaknya aku meludah ke lantai tepat di hadapan Irfan.

Semua orang terdiam melihat perlakuanku terhadap Irfan. Aku berharap segera pergi dari hidupku dan belajar untuk tahu diri.

Benar saja, harapanku terkabul. Wajahnya berubah. Dia menutup kotak yang berisi cincin. Dia juga mengeluarkan sapu tangan. Diambilnya cairan ludahku dihadapannya. Kemudian bersiap-siap pergi.

"Kamu akan menyesal akan apa yang sudah kamu ucapkan" katanya menahan emosi dan malu. Dia berlalu begitu saja.

Selang beberapa hari, aku mendapati Irfan resign dari pekerjaan sebagai staf di perusahaan. Perasaan lega muncul di dalam hatiku.

Akhirnya aku bisa tenang di kantor ucapku dalam hati.

Malam itu, aku merasa seluruh tubuhku terasa panas.

Aku berteriak-teriak di dalam kamar.

Seluruh keluargaku masuk ke dalan kamarku.

Tubuhku terasa semakin terbakar.

Namun di tengah rasa panas itu, hanya dengan membayangkan wajah Irfan membuat panasku merasa berkurang.

"IRFAN....!!!" aku berteriak memanggil nama itu.

Keluargaku kalang kabut.

Mereka bingung akan apa yang terjadi.

"IRFAN...IRFAAAAN...IRFAAAANNNN" aku tidak bisa berhenti memanggil nama itu.

Wajah Irfan semakin terbayang yang membuatku hampir gila.

Aku tarik rambutku agar aku berhenti memanggil nama itu.

Namun semakin aku merasa sakit, maka semakin aku ingin berteriak memanggil nama Irfan. Perlahan aku mulai melupakan nama orang lain,aku tidak mengenali orang lain bahkan keluargaku.

Berhari-hari aku lalui. Tanpa makan dan minum. Setiap aku ingin berkata,yang keluar hanyalah nama Irfan. Tubuhku mulai kurus kering, mataku memerah karena tidak tidur berapa hari. Aku berteriak setiap hari memanggil nama Irfan.

Berkali-kali aku menjambak rambutku karena rasah sakit hang aku derita.

Akhirnya Ibuku menyadari ada yang salah dan mencari tahu keberadaan Irfan.

Ibuku menghubungi nomor Irfan dan memohon agar Irfan bisa ke rumah dan memaafkan kesalahanku. Namun bukan kata iya yang didapat ibuku, Irfan langsung tertawa sambil berkata "kedanan marang awakku" kemudian langsung menutup gawainya.

Aku berteriak histeris lagiiii... semakin hari suaraku semakin serak. Hingga hari ketujuh. Tidak aku temukan tenaga yang tersisa. Satu kesalahanku yang sangat aku sesali adalah, tidak menolak lelaki dengan cara baik-baik. Seluruh perempuan berhak menolak lelaki namun salahku adalah menghina, bukan menolak secara baik-baik.

Hari ketujuh, Ibuku mendatangkan seorang kiayi dari desa nenek. Begitu melihat wajah sang kiayi aku langsung berlari dan berniat mencekik kiayi tersebut. Mataku semakin merah. Emosiku menggila. Aku membenci setiap ayat yang keluar dari mulut sang kiayi.

Menyadari ada sesuatu hal yang tak beres, sang kiayi melantunkan ayar suci Alqur'an

Tubuhku terasa terbakar, teriakanku semakin dahsyat.

Aku sangat membenci kiayi ini.

Aku terjatuh, berteriak lagi sambil menutup kedua telingaku. Sang kiayi tidak berhenti melantunkan ayat suci Alqur'an dari siang hingga menjelang adzan magrib. Setelah sekian lama dia melantunkan ayat suci, kemudian tiba-tiba sang kiayi langsung menyentuh punggungku.

"Aaaaahhhhhhhhhhhhhhhhh!!!!" Teriakan terakhir kali hingga akhirnya aku pingsan.

Jam 09.00 malam aku terbangun.

Aku tersadar, wajah pertama kali yang aku lihat adalah wajah ibuku. Aku langsung menangis.

"Ibuu.. ayah" kataku sambil menangis tersedu-sedu.

"Tidak apa-apa nak, kamu sudah sembuh sekarang, jin nya sudah keluar" ucap sang kiayi.

Kiayi mengatakan bahwa aku sudah di guna-guna oleh orang yang sakit hati terhadapku. Aku langsung menyadari siapa orang itu.

Ku tatap wajahku di cermin di samping tempat tidurku. Wajah cekung, mata merah, rambut yang sudah hampir habis karena aku cambak sendiri, tubuh kurus kering.

Sangat menyedihkan.

Sebelum kiayi pulang, beliau berpesan.

" seorang perempuan berhak menolak lelaki, namun tolak lah menggunakan kata yang baik. Semoga ini menjadi pengalaman ananda dan jangan pernah jauh dari Gusti Allah.' Ucap sang kiayi.

Aku menangis lagi, meratapi nasibku. Perasaan menyesal membuncah di dalam benakku. Namun sekarang aku selamat. Aku masih diberikan kesempatan untuk merubah semuanya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Wow. Cerita yg luar biasa keren kk

31 Jan
Balas

cerita yang penuh hikmah, sangat keren, sukses selalu

31 Jan
Balas

Cerita yang menarik dan kita ambil hikmahnya. Sebagai wanita kita diberikan kehalusan budi pekerti. Semoga bila ada yang tidak berkenan dapat kita gunakan bahasa yang halus untuk menolaknya..Bagus sekali sayang, pembelajaran ini.

31 Jan
Balas

Mantap ceritanya..lanjut bun..salam literasi...

31 Jan
Balas

Wah kedanan, kedlarung tresna bu..sukses tulisannya

31 Jan
Balas

Banyak hikmah yang bisa diambil dari cerita ini

01 Feb
Balas

Tuntutan ceritanya sangat bagus, bu..Salam literasi.

02 Feb
Balas

Alhamdulillah . . . akhirnya bisa diselamatkan dan sadar akan kesalahannya. Benar sekali Bund, perempuan berhak menolak,asalkan dengan etika yang baik dan sopan.Semoga cerita ini jadi pelajaran buat semua. Mantab surantab Cerpennya Bund. Sukses selalu buat Bunda Tiara Ali

01 Feb
Balas

Ya Allah...kena guna-guna ternyata... keren cerpennya bun

31 Jan
Balas

masyaallah, mantap ekali ceritanya b., Tidak dipungkiri, hal itu memang ada di dunia nyata. bnyak pesan moral bisa diambil dr cerita bu Tiara, sukses selalu

31 Jan
Balas



search

New Post