Tiara Dyas Kusuma

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Jaya Si ABK Di Kelasku

Jaya Si ABK Di Kelasku

Jaya Si ABK Di Kelasku

Tahun ini adalah tahun pertamaku mengulang amanah mengajarku di kelas satu, iya kelas satu. Dimana yang terbayang dipikiranku adalah bertemu mereka anak- anak kecil yang manis, sederhana dan pasti akan terasa menyenangkan belajar dan bermain bersama mereka. Tak sabar aku menunggu waktu untuk pertama kalinya bertemu dengan mereka, bercanda, dan mengajari mereka serta memberikan ilmuku untuk mereka.

Hari yang ku tunggu telah tiba, pagi yang cerah melihat semua murid-murid bersemangat kembali ke sekolah. Menyapaku dengan senyum dan salam rasanya kangen setelah libur semester lalu. Sambil menatapi pandangan pagi itu tak sabar aku menuju kelas yang diamanahkan untukku.

Di depan kelas sudah banyak kulihat mereka dengan banyak ekspresi, ada yang senang, semangat, ada yang masih rewel dengan orangtuanya, ada juga yang hanya diam entah dia takut atau bingung. Ku sapa mereka pagi itu dengan senyum dan salam, alhamdulillah mereka menjawab salam dan senyumku. Bahkan beberapa diantara mereka ada yang sudah tahu namaku, dan menyapaku ,” ustadzah Tiara,” begitu sapanya memanggilku. Hari pertama bertemu mereka di pagi itu, aku merasa senang dan yakin bahwa hari-hari selanjutnya akan selalu menyenangkan, Bismillah...

Waktu terus berjalan hingga tak terasa satu bulan terlewati bersama mereka. Awal yang manis aku mengira akan selalu manis, ternyata tidak begitu.

Aku tersadar kalau ternyata aku memiliki satu murid ABK, panggil saja dia “Jaya”, nama lengkapnya Sanjaya Tanoe Gunawan . Awal mula aku mengetahuinya ketika ia mulai terlihat lebih aktif dari teman-teman yang lain bahkan sedikit mengganggu fokus belajar teman lainnya.

Hari demi hari aku hadapi sendiri problemaku di kelas tentang Jaya, namun ternyata berjalannya waktu satu demi satu walimurid menghubungiku dengan keluhan tentang “ Jaya “. Ku coba selesaikan sendiri dengan memberikan penjelasan “ iya, Ibu. Insyaallah kejadian ini tidak terulang kembali dan saya sebagai wali kelas akan berusaha mengkondisikan kelas dengan baik, anak- anak nyaman, senang, dan semangat setiap harinya belajar di kelas ”. begitulah selalu jawabanku kepada mereka.

Setiap hari ku mulai dengan semangat dan senyum menyambut mereka dengan harapan aku ingin mereka senang dan semangat. Kelas pun ku kondisikan untuk selalu ceria, senang dalam belajar. Tapi satu demi satu masalah mulai berdatangan tentang “ Jaya ” dengan teman-temannya, dan aku pun mulai merasa berat. Hampir setiap hari chat WA-ku dipenuhi aduhan walimurid.

Akhirnya aku pun mulai merasa berat dengan masalah ini. Aku awali dengan mencari tahu tentang kondisi keluarga Jaya, khususnya orangtuanya. Ku datangi mereka, ku sampaikan dengan baik tentang perilaku Jaya di kelas dan sosialnya dengan lingkungan sekolah. Alhamdulillah respon mereka baik terhadapku sebagai walas. Setelah bertemu dengan keduanya, aku pun mulai bercerita kepada Ibu Kepala Sekolah, ku sampaikan semua tentang Jaya. Keputusan yang kemuadian kami ambil adalah memanggil Psikolog untuk mengkonsultasikan kondisi Jaya dengan mendatangkan kedua orangtuanya juga.

Proses terapis untuk Jaya mulai dilakukan, Psikolog pun menyarankan Jaya untuk Off satu minggu dari kegiatan sekolah untuk proses penyembuhan pengendalian emosionalnya bersama orang tua. Psikolog mengatakan bahwa Jaya anak hyperaktif yang bisa mengarah ke agresifitas. Alhamdulillah, dari orangtua Jaya pun bersedia menerima saran Psikolog dan mengajak Jaya pulang pagi itu.

Dengan terpaksa, Jaya pun harus pulang pagi itu. Dia merasa tidak terima di ajak secara paksa oleh ayahnya. Sungguh tak tega sebenarnya melihatnya karena dia juga mempunyai perilaku baik yang berkesan untukku. “ Ustada, aku pingin di sini, aku gak mau pulang,”. Teriaknya kepadaku. Dalam hati, Ya Allah mudahkan proses ini untukknya, amin”.

Kelas nampak sepi, tidak seperti biasa. Aku mulai merasa ada yang hilang, anak-anak yang lain pun mulai menanyakan tentang Jaya, “Jaya, kok belum sekolah ustada ?,”. tanya mereka kepadaku. Aku hanya menjawab “ kita doakan Jaya, agar cepat sembuh dan jadi Jaya yang lebih baik lagi, ya ”. Dalam hati aku berharap Jaya akan lebih baik, bahkan jauh lebih baik dari kemarin.

Satu minggu berlalu, Jaya pun kembali ke sekolah tentunya dengan pengamatan Psikolog. Pihak sekolah pun juga bersedia memberikan kesempatan untuk Jaya tetap bersekolah di sini, karena kami sadar setiap anak punya hak belajar. Aku melihatnya nampak semangat dan tak sabar untuk ke kelas bertemu teman-teman. Aku pun menyapanya dengan salam, senyum, menanyakan kondisinya dan bergurau menanyakan, “ Jaya kangen juga tidak sama ustada?, “. Dia pun menjawab dengan senyum “nggeh(iya)”.

Murid Hyperaktif yang biasanya tidak begitu peduli dengan pelajaran tapi tidak baginya. Ketinggalan pelajaranpun dia tidak mau. Semoga dari sisi inilah nantinya dia bisa menjadi anak kebanggan orangtua. Amin

Aku berharap dia akan lebih baik dari sebelumnya... Semoga.

Jombang, 21 September 2019

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

kesabaran tiada batas

21 Sep
Balas



search

New Post