BERKACA PADA JENDERAL SUDIRMAN
Hidup di tanah yang subur dengan ketentraman dan rasa damai merupakan rasa syukur saya sekarang ini, karena berkat pahlawan yang telah terdahulu saya dan seluruh rakyat Indonesia dapat merasakan “Kemerdekaan” ini.
Merdeka dari penjajah maupun dari apapun yang menjadi penghalang untuk kemajuan bangsa Indonesia. Karena sebelumnya kita dalam keadaan yang kurang makmur, dijajah oleh beribu penjajah dan beberapa negara. Diambil hak dan kekuasaan kita, dijadikan boneka yang bisa dimainkan sesuka mereka. Dan sekarang semua itu sudah menjadi sebuah sejarah.
Dari ratusan para pahlawan terdapat 1 pahlawan yang saya sangat ingat akan perjuangannya. Siapakah beliau ? Beliau ialah Jenderal Sudirman.
Kata pahlawan memang identik dengan perjuangan beliau. Figurnya yang gagah berani , rela berkorban, dan pantang menyerah patut diteladani. Rasa cintanya pada tanah air pun tak diragukan lagi. Dengan semangat nasionalisme nya yang terus berkobar, mereka berjuang mati-matian demi membela tanah air tercinta. Maka tak salah jika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikatakan bahwa pahlawan adalah orang yang pemberani dalam mengorbankan jiwa dan raga untuk membela kebenaran; pejuang yang gagah berani.
Mengenai siapa dan bagaimana perjuangan beliau. Jenderal Sudirman ialah Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat (TKR), kini Tentara Nasional Indonesia (TNI) pertama kelahiran Purbalingga, 24 Januari 1916. Latar belakangnya dalam dunia militer tidak mentereng-menterang amat, hanya dimulai semacam hansip yang mengantisipasi serangan udara (LBD) di zaman kolonial.
Ayah Sudirman adalah seorang pekerja pabrik gula di Kalibagor, Banyumas. Sementara ibunya bernama Siyem adalah keturunan Wedana Rembang. Akan tetapi, Sudirman dirawat oleh Raden Cokrosunaryo yang menjadi camat Rembang, saat itu Rembang masih berada dalam Kabupaten Purbalingga. Raden Cokrosunaryo belum memiliki anak, kemudian mengangkat Sudirman menjadi anaknya. Jenderal Sudirman dikenal sebagai pemimpin yang pintar dalam bernegosiasi. Sebelum kedatangan tentara Jepang, ia pernah diminta pemerintah Belanda untuk memberikan pelatihan kemiliteran kepada tentara pribumi. Ia juga pernah memimpin organisasi bentukan Jepang, Syu Sangikai yang bertujuan untuk menjaga keamanan Indonesia dari sekutu. Organisasi itu bergabung dengan dengan Pembela Tanah Air (PETA). Sudirman kemudian mengikuti pelatihan di Bogor. Ia kemudian diangkat menjadi komandan dan ditugaskan di Batalion Kroya, Banyumas, Jawa Tengah. Di sana, ia dipersenjatai dengan peralatan lengkap. Ia juga pernah bergabung dengan BKR (Badan Keamanan Rakyat) yang akhirnya berganti menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI). Dari sana pangkatnya terus menanjak mulai dari letnan, kolonel, jenderal sampai jenderal besar.
Dari berbagai kisahnya terdapat beberapa hal istimewah yang dapat kita teladani dari beliau, yaitu : meskipun dalam keadaan terbatas, Jenderal Sudirman punya taktik bergerilya yang mumpuni saat melawan penjajah, meskipun tidak punya pendidikan militer yang menterang, tapi Sudirman berbakat dalam berbagai ilmu pelajaran, dan selain memiliki keberanian, beliau juga dikenal sebagai pemimpin yang pintar untuk bernegosiasi.
Dan dari situlah kita dapat belajar bahwa:
“Pahlawan tidak hanya hadir dalam peperangan. Mereka adalah sosok yang selalu hadir membawa kebaikan bagi sekitarnya.”
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar