PART III

. Kulihat ada sebuah sapu ijuk persis di pojok teras. Kusapu dulu teras rumah itu. setelah bersih kuturunkan barang daganganku dari motor dan kuletakkan di dalam teras. Tak berapa lama, Wignyo juga mulai menurunkan dagangannya. Setelah barang dagangan kami aman dari hujan, kami bergegas ke belakang untuk mengambil wudu.

Beruntung, kamar mandi yang terletak di luar rumah itu, masih bisa digunakan. Meskipun bak mandinya sudah kotor, namun kran air masih berfungsi. Setelah mengambil wudlu, aku dan Wignyo salat Magrib jamaah di teras rumah.

Hujan masih belum menunjukkan tanda-tanda akan mereda. Sementara waktu makin larut. Nampaknya taka da pilihan lain, kami terpaksa menghabiskan malam di tempat ini.

“Sudah jam berapa ini Wig, nampaknya kita belum bisa lanjut perjalanan.”

“Jam Sembilan lewat seperempat Kang. Sebaiknya kita bermalam di sini saja. Soalnya kita masih harus melewati kebun untuk sampai di pasar Sanen. Namun kondisi jalan sepertinya tidak terlalu bagus untuk kita lewati,” tukas Wignyo sambil menyalakan sebatang rokok di mulutnya. Dia pun menyodorkan sebungkus rokok padaku. Kuambil sebatang, dan kami sama-sama menikmati kretek tengwe alias “nglinting dewe”buatan Wignyo. “Sayang sekali ada rokok tapi ndak ada kopi”, sahutku.

Bersambung..