Aku Buku dan Karyaku Merry Moe

Pasti pembaca akan beranggapan terlalu berlebihan jika buku bagiku adalah nafasku. Rasanya tersengal dada ini jika tak ada asupan oksigen walau hanya selembar dalam sehari. Kecintaanku terhadap buku tumbuh semenjak aku kecil. Mengenang cerita persilatan Kho Ping Ho yang terdiri berpuluh-puluh jilid. Mengantri di persewaan buku di depan pasar Wlingi dua puluh lima tahun yang lalu. Persewaan buku yang selalu menyimpankannkartu pelajarku sebagai jaminan pinjaman. Tidak ada Kho Ping Ho di perpustakaan sekolahku. Sehingga aku harus berburu di persewaan buku bacaan. Aku tak mampu menahan kegemaranku mengembara dalam cerita-ceritanya. Cerita yang syarat akan makna kehidupan, mesti aku harus rela tidak jajan di waktu istirahat. Di mana lagi aku temukan Kho Ping Ho saat ini? Aku sungguh merindukannya. Berpuluh cerita bahkan mungkin ratusan baik dalam bahasa Inggris maupun dalam Bahasa Indonesia telah aku baca, namun kehausan ini semakin menjadi. Kelemahanku mengingat judul buku dan penulisnya membuatku terdiam. Supernova siapa yang buat; Dua Ibu siapa yang berkarya; Prau kertas siapa yang bikin; atau Breaking Down, New Moon, bahkan Pintu dan Jendela aku pun tak tau. Namun semua sudah terjejal dalam otakku. Tak kan pernah kahausanku terpuaskan. Apakah dengan membaca karyaku sendiri, kehausan ini akan terpuaskan? Entahlah..., setiap aku kembali pulang dalam karyaku selalu ku temukan kekosongan di sudut hati ini. Mungkin itu karena hatiku terbuat dari darah daging, pasti akan beda jika terbuat dari besi. (Glodak ndak nyambung dan sulit mengalirkan? )