Titik Suharyati, S.Pd.

Guru ASN SMA Negeri 13 Surabaya...

Selengkapnya
Navigasi Web
Si Mancung yang Malang
Pinterest.com

Si Mancung yang Malang

Cernak

Oleh : Titik Suharyati

Tagur 191

*

Dua hari sudah berlalu dari meninggalnya si Mancung, kucing kesayangan Andini. Diberi nama si Mancung karena kucing tersebut berjenis kelamin laki-laki dan berhidung mancung. Ya, si Mancung yang cakep telah meninggalkan majikan yang sangat menyayanginya. Andini sangat kehilangan dirinya. Dini benar-benar terpukul atas kematian binatang kesayangannya itu.

“Dini…Nak, mengapa anak ibu yang cantik ini masih betah di sini? Ayo Nak, masuk, sebentar lagi kita salat magrib lo. Ayo kita doakan mancung dalam salat kita nanti ya. Banyak nyamuk di sini! Ayo, masuk, ibu gendong ya!”

Begitulah ibu dengan sabar, mencoba menenangkan hati Dini yang belum bisa melepaskan kepergian Mancung dari hidupnya. Akhirnya Dini pun bangkit perlahan dan masih menangis di dekapan ibu.

“Ibu, mengapa, Mancung harus mati. Mengapa tidak bilang pada Dini. Dini masih ingin bermain dengan Mancung, Bu, huk…huk…huk..,” Dini masih saja menangis sambil digandeng ibu masuk ke rumah.

Sudah hampir sepekan dari meninggalnya Mancung. Dini masih saja menangis sesenggukan tatkala diingatkan atau ditanya tentang meninggalnya si Mancung. Dini tak kuasa menjawabnya. Tangisnya langsung meledak pecah. Bulir bening di netranya tak kunjung henti membasahi pipinya yang cabi.

Dini selalu terbayang bagaimana ia menemukan si Mancung sudah tak bernyawa.

Ia mendapati si Mancung berada di kamar kakaknya. Tampaknya semalam si Mancung tidur di kamar kakaknya tanpa sepengetahuan kakaknya. Saat tertidur itulah si Mancung tertindih tubuh kakaknya yang tambun. Sayang sekali kakaknya terlalu menikmati tidurnya sampai-sampai ia tidak merasakan kehadiran Mancung di sampingnya. Naas sekali nasib Mancung . Mungkin di saat terlelap itulah tubuh Mancung tertindih tubuh majikannya yang tambun.

Kebetulan hari itu bertepatan dengan hari Minggu. Seperti biasa Dini selalu bangun pagi dan ikut salat berjamaah bersama ayah ibunya di masjid dekat rumah. Setelah itu dia bersama ayahnya jalan pagi di sekitar rumah.

Setelah bermain sebentar dengan teman sebaya yang juga jalan pagi, Dini ingat Mancung kesayangannya. Kembalilah ia ke rumah dan mencari mancung untuk diberi makan dan minum.

“Mancung….pus meong…Mancung cakep, dimana kamu? Ayo, sarapan dulu dan minum susu,” teriak Dini, memanggil-manggil Mancung untuk diajak sarapan dan minum susu yang sudah ia siapkan di tempat makan Mancung.

Rupanya yang dipanggil tidak kunjung mendatanginya. Lalu Dini pun memasuki kamar Dino, bernaksud membangunkan untuk diajak mencari Mancung. Alanglah kagetnya Dini dan histeris, ia berteriak kencang.“Hah!!! Mancuuunggg!!!!

“Ternyata kamu di sini cakep ya, Mancung…mancung, bangun yuk!” suara Dini lembut sambil mengelus-ngelus tubuh Mancung yang berbulu halus lebat itu.

Setelah mendapatkan Mancung tidak bereaksi sama sekali, Dini mulai bingung dan tangisnyapun pecah. Segera saja ia berlari keluar kamar mencari ibunya.

Dini kembali ke kamar Dino bersama ibunya

“Ibu, itu Mancung diam saja, tidak mau Dini bangunkan. Jangan-jangan Mancung mati ya, Bu…Dini tidak mau Mancung mati, Bu, tidak mau. Dini mau mancung hidup, Bu. Dini mau bermain dengan Mancung,” rengek Dini dengan tagisan yang semakin kencang dan tidak bisa berhenti.

Tampak sekali Dini tidak siap menerima kenyataan kalua Mancung kesayangannya sudah mati. Ia terus saja menangis. Ibunya mendekap erat tubuh mungil Dini dan dihiburnya Dini, dikuatkan hatinya dengan penuh kasih saying dan haru. Ibu sangat memahami betapa putrinya itu sangat kehilangan dan tidak bisa menerima kenyataan kalau Mancung telah mati.

“Dini, mari segera kita kuburkan mancung di ladang belakang rumah. Nanti anak ibu yang cantic dan pintar ini bisa mendoakan Mancung ya. Dan Dini mendapatkan ganti Mancung lagi. Kita cari lagi ya besuk kalau ayah sudah punya rezeki.

Dengan muka yang basah oleh air mata dan sesenggukan karena menahan tangis, Dini menganggukkan kepala tanda setuju dengan perkataan ibunya.

*

Malamku Bapil, 20082022

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Ternyata, mancung tertindih kakaknya Dini. Aduh, kasihan banget. Ikut empati ini

22 Aug
Balas

Makasih apak atas hadirnya, maaf masih belajar, jadi masih belepotan

22 Aug

Luar biasa Bun..merambah ke cernak....salam literasi

22 Aug
Balas

Ya ampun bundaku sayang, aku itu penguin banget bs menyumbang buku bacaan tuk kegiatan sosial yg digalang Bu sekda. Karena sasarannya anak2 saya gak py tulisan yg pas, cocok..ini saya mencoba memberanikan diri. Dan sebetule ini masih banyak yg harus direvisi

22 Aug

Kasihan si Mancung. Tertindih badan tambun. Salam sehat dan sukses, Ibu.

22 Aug
Balas

Makasih bunda cantik atas suportnya

22 Aug

alhamdulillah sudah bisa dibuka, si ana lancar lagi

22 Aug
Balas

Tragisnya nasib si mancung. Salam sehat dan sukses selalu Bunda

22 Aug
Balas

Makasih bunda cantik atas suportnya

22 Aug



search

New Post