Pengisi Bilik Hati - 291

Oleh: Titin Marini

“Rin”, itulah kata pembuka beberapa hari ini setiap kali Nano sahabat kecilku yang sudah 37 tahun terpisah menulis pesan lewat WA.

“Iya”, jawabku dengan singkat pula.

“Lagi ngapain?” lanjutnya.

“Lagi di depan laptop”, jawabku.

“Oh ya sudah, lanjuut”, katanya.

Beberapa jam kemudian dia menyapaku lagi lewat chat WA dengan kata pembuka yang sama.

“Rin”, sapa dia.

“Iya”, jawabku dengan jawaban singkat yang sama pula.

“Lagi ngapain?”, lanjutnya.

“Lagi santai”, jawabku.

Nah kalau dia tau aku lagi santai, dia mulai mengajakku mengenang masa-masa kecil kami ketika kami masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Aku mulai banyak tanya dan banyak bercerita, tentang kisah-kisah indah dan lucu-lucu kami ketika masa kanak-kanak di kampung halaman.

“Sudah kumat jaman SD nya. Sudah cereweeeet!”, kata Nano.

“Iya memang. Tapi dulu waktu kecil aku pemalu”, jawabku ngeles.

“Pemalu apa? Orang kamu dulu waktu SD paling berani bermain kejar-kejaran sehabis kita bersama teman-teman sholat maghrib dan mengaji di masjid”, lanjut dia menjelaskan.

Selanjutnya kami berdua saling mengenang kisah-kisah indah masa kecil kami setiap habis sholat maghrib dan mengaji di masjid. Selayaknya anak-anak kecil, kami semua bermain riang gembira di halaman masjid dan di areal sekitarnya. Di halaman rumah warga yang dekat masjid atau di kebon-kebon warga. Kami sering bermain petak umpet atau berrkejar-kejaran.

“Rin, dulu kita jamannya masih SD setiap hari ramai-ramai main kejar-kejaran di kebon singkong milik warga dekat masjid ya. Kalau dipikir-pikir ya Rin, apaaa maksud dan maunya kita di waktu itu?”, kata Nano di tengah-tengah keseruan awal-awal kami mengenang masa-masa kecil bersama.