Oleh : Titin Marini

Sabtu, 30 Januari 2021 (382)

Walau aku sudah berusaha keras mengingat nama lengkapnya Nano kecil, namun aku tetap saja tidak bisa menemukannya. Meski Nano kecewa, namun dia tidak marah.

"Ya sudah Rin, kalau memang kamu tidak bisa mengingat nama kecilku di surat-surat kecil kita dulu gak papa. Saya kasih tau ya, nama kecil lengkapku Arif Fanani", jelas Nano.

"Oh iya, Arif Fanani. Sekarang aku ingat. Arif Fanani nama kecilmu dulu", ucapku.

Seketika itu juga, aku langsung inget nama Arif Fanani dan Wiwik Rini Hermanto. Kedua nama itu adalah nama kecil kami saat dulu kami kecil saling berkirim surat di amplop kecil.

"Rin, ayam kamu tadi kok bersisik?", itulah isi salah satu surat kecil dari Arif Fanani saat awal-awal dia mengirim surat kecil kepadaku saat kami duduk di bangku Sekolah Dasar kelas 5.

"Itu bukan sisik. Itu bulu tauuuu....", isi balasan surat kecilku waktu itu.

Surat-surat kecil kami, dikirim dan diterima melalui kurir eksekutif. Karena begitu eksekutifnya, sehingga ongkosnya gratis. Kurir pengantar surat-surat kecil kami adalah Mia, gadis kecil di kampung kami yang sangat lincah dan ceria. Usianya dua tahun di bawah usia kami. Mia setiap hari juga aktif mengaji di masjid bersama kami.

Surat-surat kecil ini biasanya kami titipkan ke Mia untuk disampaikan ke Nano atau sebaliknya di setiap selesai sholat Isya' berjamaah di masjid.

Saat kami bersama-sama sudah di luar masjid mau pulang ke rumah masing-masing bersama-sama jamaah yang lain, biasanya Mia langsung menyampaikan atau mengirim surat kecil milik dari kami berdua.

"Aku masih sangat inget Rin. Surat di amplop kecil dari kamu kecil Si Wiwik Rini Hermanto selalu ku terima setiap bubaran dari sholat isya berjamaah di masjid. Surat itu dibawa oleh Mia kecil lalu dikasihkan ke aku. Dan aku bawa pulang surat beramplop kecil itu digulungan sarungku" jelas Nano dalam chat WAnya.

Membaca pesan WA dari Nano itu aku tersenyum-senyum seorang diri. Mungkin demikian juga dengan Nano yang kini berada nun jauh di sana.

BERSAMBUNG