Aktivitas berlari untuk sebagian orang menjadi aktivitas yang menjemukan, terlebih di generasi mager (baca: malas gerak) yang akhir-akhir ini menjangkiti generasi yang katanya millenial. Ada beberapa alasan mengapa lari menjadi aktivitas yang kurang diminati atau terasa “berat” untuk dilakukan. Berdasarkan studi analisis yang dilakukan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) PJOK tingkat SMP di Kabupaten Klaten, ditemukan bahwa kenapa aktivitas belari menjadi salah satu aktivitas yang kurang diminati siswa. Yaitu karena mereka lebih disibukkan dengan aktivitas bersama gadget (baca: gawai) mereka. Mereka bisa betah berjam-jam untuk melakukan “senam jari” dengan barang elektronik tersebut. Selain itu, ada alasan lain. Namun lebih bersifat psikologis, yaitu perasaan bahwa lari itu berat karena harus melawan waktu, perlu tenaga keras, butuh latihan rutin, melawan kemalasan diri sendiri. Ada perasaan, ngapain harus lari berat-berat?! Mending tiduran sambil main HP! Itulah sebagian yang dirasakan mereka.

Namun, semua itu tidak terjadi pada sekitar 3000-an orang peserta Volcano Run 2020 yang dihelat pada Ahad, 8 Maret 2020 kemarin. Volcano Run 2020 dihelat di sekitaran lereng merapi sisi selatan, tepatnya di sekitaran Kaliurang. Start dari MGM (Museum Gunung Merapi) dan finish juga di tempat yang sama.

Istri saya sangat antusias mengikuti kegiatan ini. padahal dia juga sudah lama vakum dari dunia lari. Meskipun sejatinya dulu adalah sprinter yang agak handal (sambil senyum saya nulisnya). Berangkat dari rumah jam 03-an dini hari. Cuaca hujan dan dingin melanda. Dini hari istri saya membangunkan saya untuk mengantar ke tempat event. Saya lagnsung bergegas, ternyata barang-barang yang mau dibawa sudah dimasukkan ke dalam mobil. Tinggal 3 krucil yang masih terlelap dalam mimpinya dengan berbagai sleeping style-nya. Langsung saja saya gotong untuk pindah tempat tidur yang lebih nyaman. Ya, mobil panther biru itu terasa lebih nyaman untuk tidur karena ber-AC. Anak-anak notabene sangat suka dingin (beda dengan saya yang lebih sering menghindari dingin). Kegiatana ini diikuti oelh ribuan orang. Menurut sumber informasi panitia menyebutkan lebih dari 3000 runner (istilah asing untuk menyebut pelari).

Sebuah fenomena yang tidak biasa. iya, ini saya anggap sebuah fenomena yang yang tidak biasa! Saya selaku praktisi dan akademisi pembelajaran olahraga menyaksikan dengan mata kepala sendiri, bagaimana ribuan orang ikut kegiatan lomba lari bertajuk Volcano Run 2020.

Saya merasa tepat enggunakan istilah fenomena. Tentu bukan tanpa alasan!. Sebuah pemandangan yang luar biasa saya saksikan!. Di saat aktivitas lari menjadi tidak trend di kalangan generasi millenial saat ini. Saya menyaksikan fenomena yang beda, dimana diantara ribuan orang itu berasal dari usia yang heterogen. Mulai dari anak kecil, dan orang dewasa, bahkan manula pun ada. Untuk anak kecil lari sambil didampingi dan sesekali di geret (baca: ditarik) orang tuanya untuk mempercepat laju larinya. Ada orang dewasa dimana Body-nya masuk kategori Obesitas (dengan pengakuan tertulis di kaos yang dikenakan "LemuYoben"). Dan yang lebih gilaak lagi adalah saya menyaksikan ada lebih dari 1 ibu-ibu yang tidak lagi muda dan menggunakan tongkat untuk hanya sekedar bisa jalan, juga mengikuti event ini. Dalam hati saya sangat trenyuh dan juga menggeleng-gelengkan kepala sambil bilang "Edyan! Fenomena apa ini?!sungguh luar biasa!". Saya juga memberi apresiasi pihak penyelenggara yang menyelenggarakan dengan sangat excellent.