Setelah tragedi Kanjuruhan terjadi, banyak pihak yg menyoroti kinerja dari PSSI. Mereka menganggap PSSI berkinerja kurang baik dan gagal dalam menjalankan tugasnya. Mereka juga dianggap lepas tanggungjawab dengan hanya memberi sanksi pada pihak yg menjadi korban tetapi tidak berimbas pada jajaran pejabat PSSI, sehingga semua pengurus khususnya ketua dituntut untuk mundur sebagai bukti tanggungjawab atas kejadian tsb.

Dan kini, para pengamat, pemerhati dan pelaku sepakbola pun dibuat heran dengan keputusan PSSI yang memberhentikn Liga 2 dan 3 serta melanjutkan Liga 1 tanpa ada degradasi. Ini berarti apapun hasilnya klub peserta Liga 1 tidak akan turun tahta. Bagi klub yg kurang dana dan kualitasnya rendah (gurem) tdk usah repot² berjuang, mau kalah terus juga tdk ada masalah. Bahkan mereka justeru bisa berkompromi atau menjual kemenangan kepada klub yg berjuang utk menjadi pemuncak. Ini sangat tidak sehat. Kompetisi akan menjadi hambar karena tidak ada target dan ancaman. Inilah yg menyebabkan banyak pihak menentang keputusan aneh tsb.

Jika dianalogkan, ini hampir mirip dengan sistem pendidikan yg meniadakan ujian nasional. Akibatnya sekolah dan siswa cenderung kurang greget karena kurang adanya tantangan yg berpengaruh terhadap mereka. Apalagi disaat pemberlakuan kurikulum merdeka (kurma). Menurut PPA yg telah diterbitkan, pihak sekolah seolah-olah tidak boleh memberi keputusan siswanya untuk TINGGAL KELAS. Dengan berbagai alasan, pendekatan dan perlakuan seyogyanya semua siswa itu cenderung selalu NAIK KELAS , termasuk juga dalam hal Kelulusan. Tak terbayang jika ini dijadikan senjata utk siswa yg kurang perhatian dan enggan dalam belajar di sekolah. Yang menjadi dilema tentunya adalah guru khususnya pihak sekolah.

Mudah²n kita bisa bekerja dan memberikan yg terbaik buat orang lain. Semoga jerih payah kita menjadi amal baik sebagai bekali pulang kelak nanti. Amin yra.

Wallohu a'lam bishowab.