Tri Agus Prasetijo

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Bambang Pamungkas Mengambil Alih Posisiku
Kisahku bersama Bambang Pamungkas

Bambang Pamungkas Mengambil Alih Posisiku

Kisah ini terjadi 22 tahun silam , saat itu Bambang Pamungkas belumlah siapa-siapa, dan aku adalah icon di keluarga dan kampung kami. Sebab baru aku seorang yang bisa menjadi pemain Tim Pra Pon Jateng pada saat itu. Namaku sering kali muncul di surat kabar manakala Tim Pra Pon Jateng melakukan uji coba atau pertandingan. Aku menjadi kebanggaan orang tua khususnya ayahku H. Misranto yang kebetulan juga mantan pemain dan pelatih sepak bola.

Pada saat itu semua yang berbau Tim Pra Pon Jateng selalu ayahku pakai saat beliau berkumpul dengan teman-teman beliau atau saat berolahraga tenis lapangan. Mulai dari Jaket, kaos hingga training bahkan topi sering beliau pakai saat bepergian. Betapa bangganya ayahku saat itu. Aku pun bahagia ketika bisa membuat kedua orang tuaku bangga. Padahal saat itu aku baru pada level pemain Pra Pon Jateng. Bisa dibayangkan to bagaimana bangganya orang tuaku kala seorang Bambang Pamungkas bisa menjadi pemain nasional. Begitu cepat karir Bambang Pamungkas meroket saat itu. Hingga kami keluargapun tak menduga akan seperti saat ini.

Lambat-laun Bambang berhasil menggeser posisiku di hati orang tuaku (he he ini bukan sentimentil loh hanya guyonan saja). Dulu aku pernah memiliki 2 buah piala sebagai pemain terbaik dan top skor dalam sebuah kompetisi Internal Kabupaten Banjarnegara. Kedua piala itu di letakkan oleh ayahku di lemari kaca di ruang tamu agar semua orang yang berkunjung di rumahku bisa melihatnya. Seiring dengan berjalannya waktu Bambang Pamungkas menghadirkan banyak piala di lemari kaca itu. Mulai dari bola emas sebagai pemain terbaik junior hingga senior, sepatu emas sebagai top skor liga Indonesia juga top skor piala Tiger serta top skor Pelajar Asia hingga banyak lagi yang lainnya berjubel di lemari kaca itu. Suatu saat ketika aku pulang kampung, aku melihat di lemari kaca itu sudah banyak sekali piala milik Bambang Pamungkas. Aku mencoba mencari pialaku di sudut-sudut lemari barangkali tertutupi piala Bambang yang memang banyak sekali. Akan tetapi 2 pialaku itu tak kutemukan lagi. Ternyata tempatnya sudah berpindah di lemari dapur tersimpan bersama perabot-perabot rumah tangga milik ibu. He he ...ya sudahlah setidaknya tidak dibuang oleh ayahku Dan sampai kini piala itu masih ada walaupun sudah mulai pada patah karena terbuat dari plastik he he.

Begitulah kira-kira situasinya. Di kehidupan sosial pun aku juga tergeser. Dulu ketika orang lebih mengenalku maka di mana pun Bambang pergi sering kali dipanggil orang dengan nama Agus Tri. Nama yang mudah di ingat oleh mereka saat itu. Banyak pelatih-pelatih bola lokal yang juga memanggi Bambang dengan namaku. Untuk melihat aku bertanding di stadion dulu Bambang harus membawakan sepasang sepatuku agar mendapat tiket gratis masuk stadion. Akan tetapi semua itu kemudian menjadi kebalikannya. Di saat nama Bambang Pamungkas sering muncul di surat kabar, tabloid bola hingga tabloid GO hingga akrab di mata pemirsa televisi maka namakupun mulai terlupakan. Bambang menjadi atlit sepak bola paling menyita perhatian saat itu. Bambang berhasil mengenakan seragam Timnas Senior Sepak Bola Indonesia pada usia muda sekitar 18 tahun lebih sedikit. Kini di kehidupan bermasyarakat yang dulu Bambang di panggil Agus Tri kini terjadi sebaliknya. Aku sering dipanggil Bambang Pamungkas oleh banyak orang yang hanya sekedar ingin memastikan bahwa memang aku adalah kakaknya. Teman-temanku dari Banjarnegara saja juga begitu. Pada suatu saat di mana mereka punya kepentingan untuk berkunjung ke rumahku di Getas Kauman Lor Salatiga Luar Kota. Mereka menanyakan rumahku kepada seseorang dengan bertanya rumah Bambang Pamungkas Arah mana ya pak? Bukan namaku yang disebut tapi nama Bambang Pamungkas. Padahal mereka teman-temanku loooh , bukan temannya Bambang... he he. Jadi, dulu Bambang Pamungkas sering dipanggil Agus Tri akan tetapi saat ini yang terjadi sebaliknya. He he ... hasil memang benar-benar tak mengkhianati proses. Dan sangat wajar jika semua terjadi demikian. Bambang Pamungkas berhasil melampauiku jauh dan sangat jauh ke depan. Soal disiplin antara Bambang dan aku sudah aku kupas di buku saya sebelumnya (Sepak bola Adalah Napasku).

Aku pun memahami atas semua perubahan yang terjadi ini. Bambang Pamungkas memang pantas mendapatkan semua ini. Kerja kerasnya dalam menjalani semua proses di kehidupannya menghadirkan kesuksesan untuknya meskipun banyak juga yang harus dikorbankan, terutama masa remajanya. Namun semua itu terbayar sudah ketika Bambang menjelma menjadi malaikat penolong buat keluarga kami. Sejak Bambang sukses, kesulitan ekonomi yang dulu menghimpit dan bersahabat dengan kehidupan keluarga kami sehari-hari kini sirna sudah. Bambang berhasil mewujudkan mimpi-mimpinya dan juga mimpi kedua orang tua kami untuk beribadah di tanah suci Mekah Al Mukaromah. Mimpi orang tua yang saat itu nampak mustahil kami kakak-kakaknya untuk memenuhinya. Bambang berhasil mematahkan mitos bahwa jadi pemain bola itu tak bisa sukses. Dengan gaji pertama saat itu sampai 25 juta maka Bambang menjadi pemain muda termahal Indonesia. Jutawan muda dari desa Getas, begitu judul koran-koran saat itu. Masyarakat menjadi tau bahwa menjadi pemain sepak bola profesional ternyata memiliki gaji yang cukup besar. Dan ini menginspirasi banyak generasi muda pada jaman itu untuk menjadi pemain bola profesional.

Ngomong-ngomong soal penghasilan pemain bola. BP memiliki komitmen bahwa gaji pertamanya sebagai pemain profesional akan diserahkannya kepada ibunda kami Hj. Suriptinah sebagai bentuk rasa syukur atas rizqi yang Allah berikan. Saat itu bertepatan dengan hari raya Idul Fitri kira kira tahun 1998, Bambang pulang kampung dari Ibu Kota Jakarta tempatnya tim besar Persija Jakarta yang dibelanya. Dua hari menjelang lebaran Bambang pulang kampung. Sesampai di rumah Bambang membongkar kopernya yang cukup besar untuk berbagi kebahagiaan dengan keluarga. Semua keluarga berkumpul pada saat itu. Kami satu persatu menerima buah tangan darinya. Demikian juga dengan kedua orang tua kami. Mengakhiri kerumunan saat itu Bambang berpamitan untuk membersihkan badan terlebih dahulu. Beranjak dari tempat duduknya Bambang menitipkan sesuatu berupa amplop coklat tebal kepada ibunda kami. Amplop itu disimpan ibu di atas bifet di ruang tamu. Beliau pikir itu adalah surat-surat berharga seperti visa, paspor dan surat-surat penting lainnya. Sehingga beliau menempatkannya di bifet agar mudah dilihat bila suatu saat dibutuhkan.

Saat hari raya pun tiba. Kami sekeluarga sholat Ied bersama di masjid terdekat dari rumah kami. Sepulang dari masjid seperti biasa tradisi di keluarga kami adalah sungkeman. Sungkeman itu menjabat dan mencium tangan kedua orang tua kita sambil memohon maaf atas segala dosa dan meminta restu untuk keberhasilan dan kesuksesan di masa datang. Selesai sungkeman Bambang memanggil semua keponakan berkumpul untuk menerima angpao satu-persatu. Nampak wajah-wajah semringah terpancar dari anak-anak saat itu. Mereka membuka amplop sambil berteriak kegirangan. “Horre ...duitku banyak banget” begitu aku dengar teriakan salah satu dari mereka. Setelah aku selidiki jumlahnya memang fantastis untuk ukuran anak-anak pada saat itu. Bambang pun tak lupa berbagi rizqi dengan anak-anak tetangga yang lain yang datang kerumah untuk silaturahim.

Hingga suatu ketika Bambang kehabisan stock uang di dompetnya. Sementara anak-anak tetangga masih terus mengalir berdatangan kerumah kami untuk silaturahim. Memang kebetulan kedua orang tua kami termasuk kasepuhan ( kaum tua ) di kampung kami, sehingga beliau didatangi oleh warga-warga kampung. Dalam kondisi kekurangan uang Bambang mendekati ibu dan meminjam uang ibu sebanyak 3 juta. Ibu terperanjat dan terkejut dengan permintaan Bambang itu. Mana mungkin ibuku punya 3 juta pada saat itu. Beginilah percakapan Bambang dan ibu saat itu.

Bambang : “ Bu , saya minjam uang ibu 3 juta saja “

Ibu : “ Apa Mbang ...pinjam uang ? Uang darimana to le le. Tiga juta itu uang banyak banget. Mau buat apa sih? Katanya pemain Nasional dan pemain Persija. Kok pinjam uang ibu.”

Bambang : “ Itu buk , buat kasih anak-anak yang pada silaturahim kesini.”

Ibu : “ La iya .... ibu uang dari mana sebanyak itu ?”

Bambang : “ Loh apa uang yang saya kasih kemarin ke ibu sudah habis ?”

Dengan pandangan semakin bingung ibu menatap Bambang sambil melanjutkan percakapan itu.

Ibu : “ La kamu itu kasih uang ibu kapan to ?

Bambang : “ Kemarin waktu saya baru saja datang bu, saya memberikan uang di amplop coklat kepada ibu. Uang itu adalah gaji pertama saya di Persija. Saya sudah Nadzar bahwa gaji pertama di Persija nanti akan saya serahkan sepenuhnya untuk ibu.”

Ibu : “ Loh ... itu uang to , sana diambil. Itu amplopnya ibu taruh diatas bifet sejak kamu datang.” Raut wajah ibu pun semakin bingung dan ketakutan.Takut amplopnya raib dan tentu saja gaji pertama Bambang di Persija juga ikut Raib

Bambang : “ Waduh... coba saya lihat dulu, alhamdulillah amplonya masih ada bu. Coba ibu itung dulu, terus nanti saya pinjem 3 juta ya.”

Bambang pun menyerahkan kembali amplo itu sambil meminta ibu menghitungnya. Saat itu ibu menuju kamar belakang untuk menghitung dan menyimpan uang itu. Belum lama masuk kamar, ibu berteriak memanggilku. Thut, Thut ...kesini sebentar. Ya buk ...aku menjawabnya sambil buru-buru menyusul ibu ke kamar. Ketika aku masuk kamar kulihat ibuku memegang segepok uang ratusan ribu berwarna merah yang ada kertas transparannya (ratusan ribu jaman dulu) dengan tangan gemetar dan menahan isak tangis bahagia. Nampak sekali ibu shock dengan apa yang dilihat dan dialaminya saat itu. Aku ikut membantu menghitung uang itu dan ternyata jumlahnya 25 juta rupiah. Tidak pernah terpikirkan oleh ibuku hingga bisa memegang uang sebanyak 25 juta apalagi memilikinya. Sekarang di depan beliau ada segepok uang 25 juta dan itu adalah milik ibu. Uang pemberian putra kebanggan dan kesayangan keluarga kami. Aku pun ikut trenyuh melihat kejadian itu. Terima kasih Mbeng ... kamu sudah berhasil memberikan kebahagiaan yang tak terkira untuk orang tua kita. Aku ikhlas Mbeng jika dalam beberapa hal aku harus tergeser olehmu dari posisiku he he.... selamat ,selamat.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Luar biasa.. Cerita yg pernah d sampaikan saat ngobrol santai ternyata sekarang jd tulisan yang luar biasa..

04 Sep
Balas



search

New Post