Tri Agus Prasetijo

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
MENCARI BIBIT UNGGUL DARI CABANG SEPAK BOLA
Harus Tetap Pada Jalur Yang Benar

MENCARI BIBIT UNGGUL DARI CABANG SEPAK BOLA

Sungguh menyedihkan memang sepak bola kita ini. Negara kita tercinta Indonesia ini dengan jumlah penduduk mencapai 257 juta jiwa tak mampu bersaing pada cabang sepak bola dengan negara-negara tetangga. Padahal negara-negara tetangga kita seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, Philipina, Myanmar, Kamboja jumlah penduduknya jauh lebih kecil dari negara kita. Ada apa dengan sepak bola kita ? Sakitkah? Kemana kita mesti berobat?

Setelah pembekuan oleh FIFA dan pemerintah terhadap PSSI, sepak bola kita berada pada kondisi terpuruk. Dampaknya berpengaruh hingga ke lingkup terkecil, yakni anak-anak. Hampir dipastikan tak ada kegiatan sepak bola hingga ke daerah. Dalam kondisi normal, yang menggerakkan sepak bola di daerah adalah perpanjangan tangan PSSI, yakni Assosiasi Provinsi (Asprov) dan Assosiasi Kabupaten (Askab).

Ketika seluruh elemen dalam tubuh organisasi bernama PSSI baik dari pusat hingga ke daerah dibekukan maka sepak bola kita lumpuh total. Sekolah Sepak Bola (SSB) yang menjamur di seluruh pelosok negeri ini juga ikut terkena ibasnya. Kompetisi kelompok umur yang diselenggarakan oleh PSSI, Asprov hingga Ascab tidak dapat berjalan seperti biasanya. Pembinaan di sekolah-sekolah sepak bola kehilangan gairah. Bagaimana tidak? Para pemain sepak bola usia dini terus digembleng dalam program latihan sepak bola akan tetapi tidak ada wadah kompetisi yang dapat dijadikan tolak ukur keberhasilan sebuah pembinaan.

Dalam situasi terpuruk, munculah kemudian berbagai turnamen, dimulai dari level kecil hingga turnamen-turnamen besar yang melibatkan bukan saja klub profesional, tetapi juga melibatkan yang amatir dan kelompok umur. Walau kondisinya belum ideal, namun hal tersebut dapat disebut sebagai usaha tahap paling bawah untuk berupaya bangkit dari situasi terpuruk.

Lalu, setelah sepak bola Indonesia tanpa kompetisi resmi dan situasi di federasi sepak bola dan pemerintah masih memanas, apa yang harus kita lakukan agar bisa mengeluarkan kemampuan terbaik bakat-bakat sepak bola anak Indonesia? Akankah kita terus berdiam diri?

Insan sepak bola nasional harus tetap fokus pada apa yang dicita-citakan. Orangtua juga harus ikhlas dan terus memberi semangat kepada anak-anaknya. Sudah waktunya kompetisi di segala usia diadakan kembali. Kurikulum sepak bola antara klub dan sekolah sepak bola perlu disatukan sehingga pemerataan kualitas pemain usia dini akan semakin baik. Dengan banyaknya pemain bola usia dini yang berkualitas maka Tim Nasional kita tidak akan kekurangan stock pemain hebat dimasa datang.

Para pengurus sekolah sepak bola (SSB) tetap harus melakukan pembinaan kepada murid-muridnya, bukan memburu hasil semata. Agar bakat sepak bola anak-anak kita bisa muncul ke permukaan, pelatih wajib fokus pada pengembangan ilmu kepelatihan dan melatih dengan kemampuan terbaik. Demikian juga pada pemain sepak bola, mereka harus tetap berkarya tanpa melukai nilai fair play.

Banyak Sekolah Sepak Bola yang sudah tidak lagi memiliki tujuan untuk mengembangkan bakat dan petensi sepak bola anak-anak usia dini. Akan tetapi mereka mengejar prestasi, gengsi dan nama besar dengan menggunakan berbagai cara untuk menjadi juara. Maraknya pencurian umur di kompetisi sepak bola usia dini terjadi dimana-mana. Orang tua juga seringkali memiliki ambisi yang berlebihan sehingga memalsukan umur anaknya agar dapat berprestasi pada kelompok umur dibawahnya. Banyak pemain muda kita hebat diusia dini akan tetapi kemudian memudar ketika sudah menjadi dewasa. Karena ambisi yang terlalu besar inilah kadang-kadang kita tidak siap untuk menerima kekalahan. Mari kita tinggalkan kebiasaan mencari kambing hitam ketika menerima kekalahan, hentikan menuding wasit atau faktor lain ketika gagal menang. Berusahalah untuk mengevaluasi tim secara internal. Baik dari program latihan yang belum optimal ataupun faktor faktor lain yang menjadi penyebab prestasi kurang optimal.

Kita harus membangun kebiasaan fokus pada tugas masing-masing. Saya yakin, dengan menjaga sikap seperti itu, hasilnya tak jauh dari kerja keras yang telah kita lakukan. Sampai saat ini, saya percaya bakat anak-anak Indonesia dalam bermain sepak bola sangat besar. Bahkan, bila harus dibandingkan dengan talenta anak-anak di negara lain, kita tidak kalah hebat.

Prestasi sepak bola tergantung kepada pembinaan dan pengelolaan atlet berbakat yang didapat dari pemanduan bakat. Talent scouting akan sangat baik dilakukan pada usia dini dan terus dipantau dan diprogram untuk anak-anak calon atletnya. Minimnya talent scouting yang dilakukan merupakan salah satu aspek yang perlu dibenahi dan mulai dikembangkan dalam cabang olahraga pada umumnya tentunya cabang sepakbola pada khususnya. Kurang perhatian para pelatih sepak bola anak usia dini tentang talent scouting inilah yang jadi keprihatihan dan perlu dibenahi untuk menghasilkan atlet yang baik. Talent scouiting sangat jarang dan kurang dibahas oleh para pelatih dan pengurus di SSB.

Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan optimal, maka pembibitan sejak usia dini harus dilaksanakan dengan konsisten, berkesinambungan, mendasar, sistematis, efisien, terpantau dan terpadu. Semakin banyak anak usia dini yang senang bermain sepak bola maka semakin banyak kesempatan untuk mengidentifikasinya, dan mengarahkannya untuk menjadi atlet sepak bola yang handal sesuai dengan bakat dan potensinya. Kemudian dilatih dan dibina dengan dukungan IPTEK yang memadai dibawah asuhan pelatih yang memiliki kualitas dan pengalaman agar dapat meraih prestasi puncak.

Untuk menjadi pemain hebat dan bagus tidak cukup hanya mengandalkan bakat. Ada empat faktor dalam sepak bola yang harus dimiliki untuk berkembang, yakni teknis (individu, unit, tim), taktik (individu, unit, tim), serta fisik dan mental. Agar dapat bersaing dengan negara-negara lain di Asia, termasuk tim elite seperti Korea Selatan, Jepang , dan sejumlah negara di Timur Tengah, alangkah baiknya bila bakat besar anak-anak Indonesia itu harus selalu mendapat dukungan.

Inilah tiga faktor dukungan yang dibutuhkan untuk itu.

Pertama, pemain hebat harus dibimbing dan dilatih oleh pelatih hebat pula. Karena itu, Indonesia membutuhkan coach yang berkualitas. Mari kita ciptakan pelatih-pelatih yang baik di Tanah Air. Perbanyak pelatihan untuk para pelatih pemula. Agar telenta-talenta negeri ini tertangani dengan cara yang benar.

Kedua, pemain baik juga lahir karena mendapatkan dukungan dari fasilitas yang baik, seperti lapangan, kesehatan, psikologi, nutrisi, pendidikan, dan lain sebagainya. Kondisi lapangan yang baik akan memudahkan pemain dalam penguasaan teknik dasar sepak bola dengan baik dan benar. Kondisi kesehatan yang baik juga akan membuat pemain dapat mengikuti semua program latihan dengan kondisi kenugaran yang memadai. Begitu pula dengan asupan nutrisi yang cukup akan menjadikan pemain tidak kekurangan gizi yang dapat menjadi penyebab terjangkitnya berbagai penyakit.

Ketiga, pesepak bola yang baik dipengaruhi oleh latar belakang si pemain, di antaranya adalah gen dari orangtua, kebiasaan di tempat dia bertumbuh dan berkembang, serta jam terbang selama si anak berada di klub sepak bola. Bakat istimewa pemain dan kebiasaan positif di lingkungannya menjadi modal positif bagi pemain untuk berkembang secara maksimal. Mengikuti berbagai kompetisi kelompok umur di setiap tingkatan akan membuat pemain semakin matang. Mentalitas bertanding juga akan terbangun secara positif.

Dengan segala bakat anak-anak Indonesia dan dukungan yang diberikan, tentu kita wajib memantau bibit pesepak bola hebat agar tidak luput dari pantauan. Fakta yang harus dihadapi adalah Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan. Saking besarnya wilayah kita, Indonesia seperti sebuah benua. Itulah sebabnya pengembangan sepak bola tidak boleh terpusat hanya di kota-kota besar saja. Bila benar ingin membawa sepak bola Indonesia berprestasi, kita wajib menggelar dan menjaga kompetisi yang bertahap di setiap daerah. WAJIB HUKUMNYA!

Distrik pembinaan sepak bola perlu dikembangkan. Jangan lupa juga untuk memantau setiap kompetisi tersebut dengan melibatkan dan menugaskan pelatih-pelatih terbaik di daerah atau distrik tersebut. Hal ini perlu dilakukan agar kita tidak kehilangan bibit-bibit potensial pesepak bola usia dini yang kerap muncul di berbagai daerah di Tanah Air. Kenapa kita perlu menjaga bakat-bakat potensial tersebut? Karena musuh terbesar sepak bola usia dini di Indonesia adalah orangtua dan pengurus sekolah sepak bola (SBB). Pemaksaan kehendak dan hanya berorientasi pada hasil masih kerap terlihat di berbagai SSB dan kejuaraan usia dini. Mereka lupa akan dampak negatif yang menimpa anaknya bila melakukan pemaksaan tersebut. Pertama, bila si anak kuat untuk melawan kehendak orangtua atau pengurus SSB, dia akan meninggalkan sepak bola. Kita kehilangan bakat si anak. Kedua, seandainya si anak tidak kuat melakukan perlawanan, ia akan memaksakan sesuatu di luar batas kemampuannya. Hal ini bisa berakibat jelek terhadap dirinya, seperti bermain kasar, tidak sportif, hingga sering menerima kartu merah di pertandingan.

Tanpa disadari, pemaksaan pada hasil juga berdampak pada orangtua, pelatih, atau pengurus SSB. Karena takut kalah, mereka akan mencari pemain dari luar tim untuk mencari kemenangan di sebuah pertandingan. Pelatih atau pengurus lupa pada potensi anak asuh sendiri yang sudah mereka latih. Ketakutan akan kekalahan membawa pikiran pada hal negatif, seperti melanggar pembatasan usia yang seharusnya menjadi salah satu alat membangun sepak bola usia dini.

Setelah kita memiliki dan menjaga aset sepak bola sejak usia dini, apa yang perlu dilakukan agar gairah besar masyarakat Indonesia terhadap sepak bola berbuah prestasi? Tentu ada banyak hal yang perlu kita lakukan. Aku mencoba menyebut 6 hal yang wajib dilakukan agar sepak bola Indonesia tidak sekadar gairah tanpa prestasi.

Pertama, kita harus memiliki kompetisi yang berkesinambungan.

Kedua, meningkatkan sumber daya manusia di sepak bola, baik wasit, pelatih, dan manajemen organisasi sepak bola hingga lapisan terbawah.

Hal ketiga yang wajib kita sediakan adalah sarana dan prasarana yang layak, mulai dari stadion yang baik dan sesuai standar, lapangan terbuka yang bisa diakses masyarakat umum dengan harga terjangkau.

Keempat, sepak bola harus diperkenalkan kepada anak-anak sejak sekolah dasar. Bila perlu, cabang olahraga ini menjadi program pokok dari kurikulum sekolah.

Lalu, kelima pembinaan dan komunikasi terhadap orangtua tentang pentingnya nutrisi dan psikologi anak menjadi faktor kelima.

Yang tak kalah penting, aspek keenam, adalah dukungan penuh dari pemerintah terhadap program pembinaan, kepelatihan, dan prasarana serta program PSSIselaku induk sepak bola di Tanah Air.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post