Cerita Wayang, 'Mengenal Para Cucu Raden Arjuna'
Prabu Parikesit
*****
Raden PARIKESIT adalah putra Raden Abimanyu atau Raden Angkawijaya satria Plangkawati dengan permaisuri Dewi Utari, putri Prabu Matswapti dengan Dewi Ni Yustinawati dari negara Wirata.
Raden Parikesit seorang anak yatim sejak lahir, karena ketika ayahnya gugur di medan perang Bharatayuda, ia masih dalam kandungan ibunya. Parikesit lahir di istana Astina setelah keluarga Pandawa boyong dari Amarta ke Astina.
Ketika masih bayi, Raden Parikesit berhasil membunuh Raden Aswatama yang berniat membunuhnya dengan panah yang sengaja dipasang oleh sang kakek Raden Arjuna. Ketika Raden Aswatama akan menikam bayi Parikesit. Sang bayi Parikesit tanpa sengaja menendang gandewa yang telah berisi anak panah kakinya. Anak panah itupun menembus dada sang Aswatama dan tewas.
Setelah berusia 12 tahun, Parikesit naik tahta negara Astina menggantikan kakeknya Prabu Karimataya, nama gelar Prabu Yudhistira setelah menjadi raja negara Astina. Ia berwatak bijaksana, jujur dan adil.
Ketika diangkat menjadi raja Astina, Prabu Kalimataya memberikan gelar Prabu Parikesit atau Prabu Paripurna, sedangkan Prabu Kresna memberikan gelar Prabu Kresnadwipayana nunggak semi dengan sang eyag buyut Prabu Kresnadwipayana gelar Begawan Abiyasa ketika menjadi raja di Kerajaan Astinapura.
Prabu Paripurna memerintah Kerajaan Astinapura yang diubah menjadi Kerajaan Yuwastina dengan arif dan bijaksana, sehingga Kerajaan berkembang menjadi negara yang maju, Makmur dan kuat. Para punggawa kerajaan saling bau-membau untuk menjaga dan menyejahterakan rakyat Yuwastina.
Prabu Paripurna mempunyai 5 (lima) orang permasuri dan 8 (delapan) orang putra, yaitu;
1. Dewi Puyangan, berputra Ramayana dan Pramasata
2. Dewi Gentang, berputra Dewi Tamioyi
3. Dewi Satapi/Dewi Tapen, berputra Yudayana dan Dewi Pramasti
4. Dewi Impun, berputra Dewi Niyedi
5. Dewi Dangan, berputra Ramaprawa dan Basanta.
Akhir riwayatnya diceritakan Prabu Paripurna atau Prabu Parikesit meninggal karena digigit Naga Taksaka sesuai dengan kutukan Brahmana Granggi yang merasa sakit hati karena Prabu Parikesit telah mengalungkan bangkai ular hitam di leher ayahnya, Bagawan Sarmiti.
Diceritakan, saat Begawan Sarmiti sedang bertapa bisu (tidak bicara dengan siapapun) datanglah Prabu Paripurna yang bertanya kepada dirinya. Karena pertanyaan Prabu Paripurna tidak dijawab Begawan Sarmiti yang sedang bertapa – membuat Prabu Paripurna marah. Kemudian Prabu Paripurna mengalungkan bangkai ular hitam yang berada dekat dengan Begawan Sarmiti ke lehernya. Perbuatan Prabu Paripurna tersebut membuat Begawan Granggi putra Begawan Sarmiti marah dan mengutuk Prabu Paripurna kelak akan mati digigit ular. Dan kutukan itu pun terjadi, Prabu Paripurna mangkat digigit ular Naga Taksaka.
Setelah Prabu Paripurna mangkat, tahta Kerajaan Yuwastina diserahkan kepada putranya Raden Ramayana yang bergelar Prabu Ramayana.



Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Terima kasih ulasannya, Pak. Tetap semangat melestarikan pewayangan dengan berbagai versinya.
Keren pak, sehat dan sukses selalu
Terimakasih apresiasinya bunda
Terimakasih admin
Mantul ceritanya. Keren Pak
Terimakasih atas apresiasinya Pak Rochadi
Cerita pewayangan Jawa, lestari Karena dibudayakan. Mantap pak Trianto
Betul Pak Lukman. Sebenaranya pewayangan tidak ada di Jawa saja tetapi juga ada di daerah lain seperti Wayang Banjar (Kalimantan), Wayang Palembang (Sumatera), Wayang Sasak (Lombok), Wayang Bali, dll
Terima kasih kisahnya, Bapak. Salam sukses.
Terimakasih atas apresiasnya Bunda
Terima kasih kisahnya, Bapak. Salam sukses.
Terimakasih atas apresiasnya Bunda
Mantap.kisahnya.
Terimakasih aprresiasinya Bunda
Ini Parikesit versi yg mn ya... Kalau dalam Mahabarata asli, tidak begini kisahnya. Hadehhh
Versi Pedalangan Gagrak Surakarta (Solo). Banyak sumber tentang pewayangan Nggih. (1) Ada Kitab Mahabarata (India) dan Gubahan (Jawa/Indonesia). (2) Ada Kitab Baratayudha (Jawa/Indonesia). (3) Ada Kitab Parmayoga karangan R.Ng. Ronggowarsito. (4) Ada versi pedalangan Gagrak Surakarta, Gagrak Yogya, Gagrak Klatenan, Gagrak Banyumasan, Gagrak Cirebon. Memang ada perbedaan cerita tentang Parikesit ala Mahabarata (India) dengan Pedalangan. Tergantung versi mana yang kita gunakan.
Terimakasih apresiasinya
Gambarnya aja gambar Wayang Surakarta. Jadi Jelas bukan cerita India ... hehehe
Cerita Mahabarata aslinya dari mana coba? Harusnya di dalam cerita di atas tercantum sumbernya, biar jelas dan gamblang, misalnya, dalam kitab ini diceritakan bahwa Raden Parikesit bla bla bla gitu... Hadehhh kidahblama terulang kembali. Nyebelin...