Cerita Wayang, 'Mengenal Para Cucu Raden Arjuna'
Bambang WISANTARA
******
Bambang WISANTARA atau juga bernama Raden Arya Wisantara adalah putra Bambang Wisanggeni putra Raden Arjuna dengan Dewi Dresnala. Ibunya bernama Dewi Kencana Resmi putri Resi Dewa Kartika dari pertapaan Cakrawala. Resi Dewa Kartika adalah penyamaran Batara Kartika saat turun ke dunia (arcapada).
Bambang Wisantara memiliki watak, perilaku dan tingkah sama persis seperti ayahnya, Bambang Wisanggeni. Ia menggunakan Bahasa Ngoko, dan tidak bisa memakai bahasa halus kepada siapa pun. Meski demikian Wisantara selalu jujurndan biacara apa adanya.
Wisantara sejak dalam kandungan tekah ditinggalkan sang ayah, Bambang yang gugur sebagai tawur demi membela leluhurnya Pandawa menjelang perang Baratayudha. Ia mati muksa bersama Raden Antasena atas petunjuk Sanghyang Wenang. Tubuhnya semakin mengecil dan mengecil yang akhirnya musnah setelah membunuh Batara Kala. Semua dia lakukan demi kemenangan Para Pandawa saat Baratayudha.
Pada saat Parikesit Winisudha, Wisantara datang ke Kerajaan Hastinapura untuk mengucapkan selamat atas dilantiknya Parikesit. Sekaligus ia juga ingin mengabdi di Kerajaan Yawastina, sebagai wujud dharma bhakti kepada leluhurnya para Pandawa.
Wisantara meninggalkan pertapaan Cakrawala dengan terlebih dahulu berpamitan kepada sang ibu Dewi Kencana Resmi, sang eyang putrinya Dewi Dresnala, dan sang buyut Resi Dewa Kartika. Meski berat hati, mereka pun melepas kepergian Wisantara. Bayang-bayang masih bergelayut karena baru kali ini Wisantara akan melakukan perjalanan jauh untuk bertemu dengan para saudara dan leluhurnya Pandawa.
Wisantara dengan hati mantap, meninggalkan pertapaan Cakrawala. Sesampainya disebuah peremptaan jalan ia bertemu dengan seorang pemuda yang sepantaran usianya dengan dirinya. Mereka pun berkenalan, pemuda tersebut bernama Wiratmaka. Wisantara mengenalkan dirinya kalau ia adalah putra Bambang Wisanggeni salah seorang dari putra Raden Arjuna dan bermaksud datang ke acara Wisuda Prabu Parikesit di Yuwastina, dan sekaligus ingin mengabdi sebagai wujud penghormatan kepada leluhurnya para Pandawa. Wiratmaka tersinggung dengan bahasa Wisantara, karena ia juga bermaksud sama. Wiratmaka mengira, jikalau Wisantara meledek dirinya. Maka dari perang mulut, berlanjut pada perang fisik. Kedua pemuda tersebut sama-sama sentosanya, sama-sama saktinya. Wajah karena keduanya adalah cucu dari Raden Arjuna, seorang kesatria yang diakui memiliki berbagai macam keahlian, kesaktian, kadigjayan, dan memiliki berbagai senjata kadewatan.
Di tengah seru-serunya perkelahian, seapasang mata yang dari tadi memperhatikan tingkah laki kedua pemuda Wiratmaka dan Wisantara ke luar dari balik semak-semak. Laki-laki separo baya itu pun melerai perkelahian, dan memperkenalkan diri sebagai Raden Arjuna. Wiratmaka dan Wisantara pun segera menghaturkan sembah karena ternyata maksud dan tujuannya untuk bertemu dengan leluhurnya Raden Arjuna ternyata dapat berjumpa di tengah jalan.
Ketika Wiratmaka dan Wisantara bertanya, mengapa sang kakek yang dikenal sebagai kesatria utama Pandawa yang saat ini sedang menggelar wisuda Prabu Parikesit yang juga cucunya, kok malah beradea dihutan dengan baju yang tidak layak. Raden Arjuna yang sebenarnya adalah Kertiwindu anak Sengkuni pun, memainkan sandiwara untuk mengadu para cucu Pandawa. Raden Arjuna palsu itu pun menceritakan hal ikhwal dirinya. Ia mengatakan jika Prabu Parikesit menyia-nyiakan dirinya, dan tidak mau mengakui kalau dirinya adalah sang kakek. Hal ini karena, Raden Arjuna dianggap membiarkan akan kematian sang ayah Raden Abimanyu untuk berperang sendjri di medan laga, yang menbuat Raden Abimanyu gugur – sementara dirinya malah melarikan diri dari pertempuran.
Darah muda yang mengalir dalam diri Wiratmaka dan Wisantara, sekonyong-konyong naik. Mereka segera berangkat ke Yuwastina, tujuan mereka tidak lagi untuk menyaksikan pelantikan Prabu Parikesit, apalagi mengabdi. Mereka telah terbakar dendam atas hasutan Raden Arjuna palsu, yang sejatinya Kertiwindu yang memang sengaja hendak memecah belah keluarga Pandawa dan para keturunannya. Dendam yang telah ditanam sejak Patih Sengkuni tempo dulu.
Setelah sampai di alun-alun kraton Yuwastina, Wiratmaka dan Wisantara segera menantang Prabu Parikesit. Para sespuh Pandawa yang ada di dalam balairung kerajaan Yuwastina terperanjat. Tiba-tiba saja dua anak muda dabn menantang keberadaan Prabu Parikesit yang hendak diwisuda. Arya Danurwenda putra Raden Antareja, dan Raden Sasikirana putra Raden Gathotkaca yang mendengar tantangan Wiratmaka dan Wisantara dari arah alun-alun segera melesat menemui mereka. Tanpa piker panjang, para cucu Pandawa tersebut segera beradu jotos. Mereka awalnya seimbang, tetapi lambat laun. Arya Danurwenda dan Arya Sasikirana berada di atas angin. Tenaga kedua cucu Arya Werkudara ini benar-benar tanpa tanding.
Baru saja, Arya Danurwenda dan Arya Sasikirana hendak menghajar Wiratmaka dan Wisantara lebih parah datanglah Sri Kresna dan Raden Arjuna melerai pertikaian mereka. Sri Kresna segera menanyai Wiratmaka dan Wisantara, siapa mereka dan apa tujuannya datang ke kerajaan Yuwastina. Wiratmaka dan Wisantara pun menceritakan sebenarnya tujuan mereka ke Kerajaan Yuwastina, tetapi setelah ketemu sang kakek (Raden Arjuna) palsu dan menceritakan cerita bohong keduanya berbalik tujuan. Sri Kresna hanya tersenyum, dengan kepolosan kedua cucu Arjuna tersebut. Sri Kresna juga menanya apakah mereka sudah tahu bagaimana wajah dan ciri-ciri Raden Arjuna. Wiratmaka dan Wisantara pun mecritakan ciri-ciri Arjuna palsu, yang mana ciri-ciri tersebut adalah ciri sejatinya Kertiwindu. Hal ini membuat Sri Kresna semakin tertawa terkekeh-kekeh.
Sri Kresna kemudian mengenalkan sejatinya Arjuna, yang berdiri di sampingnya. Wiratmaka dan Wisantara segera menghaturkan sembah, dan mohon maaf atas perbuatan bodoh mereka. Arjuna segera merangkul kedua cucunya tersebut. Dan mereka pun diajak berkumpul bersama di balairung untuk persiapan penobatan Raden Parikesit sebagai raja muda Kerajaan Yuwastina atau Astinapura menggantikan Prabu Kalimantara (Prabu Yudhistira).
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mantap surantap kisah pewayangannya Mas senior. Sukses selalu
Terimakasih atas apresiasinya Pak Burhani.
Salah paham, balas dendam, iri dengki selalu menyertai perjalanan hidup manusia. Terima kasih cerita2 pewayangannya, Pak
Keren pak,...sehat dan sukses selalu
Terimakasih atas apresiasinya bunda
Senang sekali membaca kisah pewayangan. Seketika langsung ingat almarhum Bapak. Beliau yang membuat saya mencintai wayang.
Kagem bapak Al Fatihah. Semoga beliau bangga karena putrinya juga gemar wayang ... Luar biasa Bun
Terimakasih admin
Keren
Terimakasih atas apresiasinya bunda
Tulisan yang menarik untuk di baca. Banyak ilmu yang bermanfaat untuk di ketahui. Terima kasih pak
Terimakasih apresiAISNYA PAK LUKMAN
Asyik kisahnya, Bapak. Suka banget....
Terimakasih atas apresiasinya Bunda
Akhirnya ulasan pewayangan telah di rilis, luar biasa Gus
Suwun Gus Tito atas apresiasinya
Ada lebih10 Buku Dummy Pewayangan Gus. 1. Serat Kalimataya. 2. Baratayudha. 3. 1001 Tokoh Pewayangan. 4. Mengenal Para Dewa dalam Pewayangan. 5. Mengenal Tokoh Pandawa. 6. Mengenal Para Putra Pandawa. 7. Menegenal Para Cucu Pandawa. 8. Mengenal 100 Kurawa. 9. Mengenal Kapiwara dalam Pewayangan. 10. Banjaran Abimanyu. 11. Banjaran Bima. 12. Banjaran Bambang Irawan. 13. Banjaran Gathotkaca 14. Banjaran Wisanggeni. 15. Filosofi Wayang bagi Dunia Pendidikan ....
Seharusnya diajarkan di sekolah filosofi wayang itu
Sangat Setuju Pak Sandi. Wayang memang memiliki dua esensi. Pertama, sebagai tontonan yang mempergakan berbagai olah seni seperti seni wicara (antawana dalang), seni musik (gamelan), semi suara (gending sinden), seni tari, seni lukis (hiasan pada wayang), seni ukir/tatah (seni sungging pada wayang), seni drama (pementasan lakon wayang). Kedua, tuntunan. Karena Wayang adalah gubahan para wali maka ada pepaduan antara nilai-nilai Jawa (local wisdom) dan Islam (syari'ah). Misal pada lakon Dewa Ruci dan Bima Suci terkandung nilai-nilai pemersatuan diri pada Illah. bagaimana hubungan antara sang Kholik dan makhluknya.